Monday, December 19, 2011

Kisah Sukses "PENGURUSAN PERPANJANG SIM KURANG DARI 25 MENIT"

Di akhir tahun ini, Kepolisian Republik Indonesia melalui Direktorat SAMSAT melakukan satu inovasi dengan membuka gerai layanan perpanjangan SIM dan STNK di beberapa Mal Besar di wilayah DKI Jakarta. Inovasi ini bertujuan untuk memudahkan para pemilik kendaraan bermotor untuk dapat lebih mudah mengurus perpanjangan surat surat kendaraan sambil berwisata belanja di pusat perbelanjaan yang menyediakan gerai layanan SAMSAT ini.

Hari minggu kemarin tanggal 18 Desember 2011, saya ingin membuktikan sendiri layanan terbaru ini karena dari informasi yang ada, pelayanan perpanjangan SIM bisa dilakukan mulai hari Senin hingga Minggu mulai pukul 10:00 sampai 14:00 sedangkan untuk perpanjangan STNK dari Senin hingga Jumat di jam yang sama.

Saya datang ke salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan tepatnya di Blok M Square pada pukul 13:40 WIB. Di tempat ini, pihak SAMSAT membuka 3 gerai yang terdiri dari Gerai SIM, Gerai STNK dan Gerai Pengaduan SAMSAT yang berada di LG Blok M Square. Masing msing Gerai di beri pembatas yang dimaksudkan agar masyarakat bisa memilih layanan dari SAMSAT ini

Didepan Gerai SIM, saya lihat hanya ada satu orang petugas berseragam batik sedang duduk di meja pendaftaran perpanjangan SIM. Saya langsung masuk dan mendaftarkan diri di meja pendaftaran perpanjangan SIM A dan SIM C, dengan menyerahkan SIM A dan SIM C (asli) dan fotocopynya (masing 2 lembar) serta fotocopy KTP (2 lembar). Saran saya semua fotocopy SIM dan KTP dipersiapkan dari rumah karena lokasi tempat fotocopy jauh dari Blok M Square :)

Kelengkapan tersebut akan di check sebelum ke proses selanjutnya yaitu test kesehatan, petugas akan melakukan test kesehatan dengan melakukan test mata, jika gagal jangan harap kita bisa memperpanjang SIM kita... :( 

Selesai test kesehatan, saya di beri 2 lembar form yang harus di isi masing masing untuk perpanjangan SIM A dan SIM C, butuh 10 menit untuk mengisi seluruh data di form tersebut dan diserahkan kembali ke petugas di bagian pendaftaran.

Petugas pendaftaran kemudian menyerahkan kedua form tersebut ke petugas bagian validasi data, petugas lalu memeriksa form isian saya dan memberi informasi biaya perpanjangan kedua SIM saya. Untuk perpanjangan kedua SIM, saya di kenakan biaya Rp.265.000 sudah termasuk biaya Perpanjangan SIM, Test Kesehatan dan PMI, untuk detail masing2 biaya setiap prosesnya kurang jelas karena petugas tidak memberikan kwitansi pembayaran...:(

Selesai membayar, dilanjutkan dengan sesi foto untuk masing masim SIM yang di perpanjang, karena saya perpanjang dua SIM sekaligus maka dilakukan dua kali pengambilan foto untuk SIM A dan SIM C, hal ini berbeda dengan perpanjangan SIM sebelumnya yang hanya satu kali.

Dengan berakhirnya sesi foto tersebut maka selesai pula proses perpanjangan kedua SIM saya, total waktu yang di perlukan hanya 24 menit sejak proses mendaftar hingga SIM baru berada di tangan saya....LUAR BIASA !!

Catatan saya mengenai pelayanan SIM dan STNK di Gerai SAMSAT Blok M Square :

1. Perpanjangan SIM sekarang sudah jauh lebih cepat dan menyenangkan karena masyarakat bisa melakukan perpanjangan
    SIM di lokasi perbelanjaan dengan nyaman (lebih nyaman dari perpanjangan di mobil SIM keliling).

2. Perpanjangan SIM bisa dilakukan pada hari libur (Sabtu dan Minggu) hal ini sangat berguna untuk masyarakat yang
    memiliki kesibukan tinggi sedangkan perpanjangan STNK hanya Senin sampai Jumat

3. Gerai SIM dan Gerai STNK berada terpisah, ini sangat membantu masyarakat melakukan pengurusan masing masing
    surat kendaraan sehingga bisa lewat satu pintu saja.

4. Gerai SIM dan STNK ini hanya melayani perpanjangan SIM dan STNK yang waktu berakhirnya kurang dari satu tahun,
    untuk yang sudah berakhir lebih dari satu tahun harus melakukan perpanjangan di SATPAS di daerah Kalideres Jakarta
    Barat.

5. Permohonan SIM baru belum bisa dilakukan di Gerai SIM dan hanya dilakukan di SATPAS di daerah Kalideres Jakarta
    Barat.

6. Secara keseluruhan dengan pelayanan dari SAMSAT memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat yang
    ingin memperpanjang SIM dan STNK, artinya Kepolisian Republik Indonesia ingin meningkatkan layanan kepada
    seluruh lapisan masyarakat.

Tuesday, December 13, 2011

Kisah Ringan "NEGARA YANG TERKENAL DENGAN COPETNYA"

http://massandry.blogspot.com
1. Spain, Barcelona
Barcelona adalah urutan pertama wisatawan di Spanyol! Disamping sejumlah pemandangan juga mempunyai banyak pencopet untuk setiap atraksi. Jika pencopetan dipertandingkan Olympiade, Barcelona akan mendapat medali emas!

Jika anda mengabaikan pencopetan, Barcelona adalah tempat yang relatif aman. Orang Spanyol tidak begitu menyukai minuman keras, mereka lebih suka merokok ganja – dan itu membuat orang mengantuk dan bersahabat.
Kalau berjalan di jalan yang terkenal La Rambla, sebaiknya anda memakai ransel di depan. Pencopet bekerja beregu 1 orang mengalihkan perhatian anda dan satu lagi membuka tas atau merogoh lewat saku anda. Mereka tidak ragu-ragu untuk mempergunakan gunting atau silet untuk bisa mengambil barang anda.

Teknik yang digunakan:
Seorang penduduk setempat yang bersahabat menyadari bahwa pakaian anda kotor dan menawarkan diri untuk memberi anda sehelai handuk agar anda bisa membersihkan diri. Yang sebenernya terjadi adalah teman dari orang yang menawarakan handuk tersebut yang menumpahkan sesuatu pada anda untuk mendapat perhatian anda. Sesudah menerima handuk dan mulai membersihkan diri, pikiran anda sibuk dan memudahkannya untuk memeriksa tas atau saku anda.

2. Italy, Rome
Pencopet adalah masalah yang terus meningkat di Itali. Disamping Florence (urutan ke 6), Roma adalah negara paling ramai oleh turis. Tetapi itu tidak hanya itu – Roma juga surga bagi pencopet. Pencopetnya bukan orang lokal – mereka adalah pendatang miskin yang mencari cara untuk bertahan hidup.
Masalah pencopetan khususnya di transportasi umum. Bus dalam kota nomor 64 disebut juga sebagai “the wallet express” – cara paling baik untuk membuang uang anda.

Teknik yang digunakan:
Seorang gadis gipsi muda atau seorang wanita mendekati anda kemudian berlagak tersandung dan dengan tidak sengaja menjatuhkan bayinya – hampir terlihat dia melemparkan bayi ke tangan anda. Anda akan menangkapnya untuk mencegah agar tidak jatuh dan saat itu barang yang anda pegang akan terjatuh dari tangan anda. Temannya dengan cepat mengambil apapun yang jatuh dari tangan anda, dan segera lari. Setelah itu anda sadar kalau bayi yang anda tolong tersebut adalah boneka.

3. Czech Republic, Prague
Republik Ceko – rumah bir murah dan all night party!!! Ibu kota Praha diketahui dengan kepopulerannya di antara lelaki Inggris yang ingin menikmati akhir pekan tetapi juga bukan tempat tujuan kalau anda mabuk dan terpisah dari teman2 anda.

Teknik yang digunakan:
Wanita muda menatap anda di jalan, ketika anda balas melihat, anda sudah dicopet oleh teman wantita itu.

4. Spain, Madrid
Spanyol adalah tujuan wisatawan Eropa lain yang selalu dipenuhi dengan wisatawan. Selain Barcelona yang menempati posisi tertinggi di daftar kami, ibu kota Madrid dibanjiri dengan pencopet. Kalau anda sedang berjalan ke adu banteng anda lebih baik berhati-hati – apa yang kelihatannya seperti orang kebanyakan bisa menjadi kerumunan penuh orang lapar akan dompet anda!

Teknik yang digunakan:
Seseorang dengan kamera mendekati anda dan meminta tolong memotret mereka. Anda akan menaruh tas anda anda sebentar untuk mengambil gambar – di saat yang sama seseorang dari belakang merampas tas dan lari.

5. France, Paris
Perancis dan Paris dengan Eiffel Tower anggunnya adalah salah satu tempat wisatawan terbaik di dunia. Orang dari di seluruh dunia datang dan mencoba masakan terkenal Perancis dan menemui penduduk setempat yang bersahabat. Sewaktu membelok keluar – kadang2 terlalu bersahabat!

Teknik yang digunakan:
Pemuda tampan berjalan berkeliling mencoba menemukan wisatawan wanita untuk memberi mereka mawar merah sebagai hadiah. Ini akan membuat wanita bahagia dan tak mencurigai dan dia akan menjadi sasaran empuk bagi pencopet yang bersekutu dengan pemuda tampan yang menyerahkan bunga. Jika pencuri tidak menemukan benda berharga mereka mungkin meminta uang sebagai bayaran untuk bunga itu.

6. Italy, Florence
Negara ini menghadapi kesusahan utama dengan pencopet. Sewaktu orang2 kehilangan pekerjaan pada saat krisis ekonomi semakin banyak orang yang menjadikan pecopetan sebagai mata pencarian mereka.

Teknik yang digunakan:
Ketika anda sedang melihat-lihat di toko lokal, anda akan memusatkan seluruh perhatian anda ke arah barang-barang di toko. Seorang pencopet melihat itu dan dengan lembut membuka tas atau dompet anda untuk memeriksa isinya.

7. Argentina, Buones Aires
Buenos Aires adalah salah satu tujuan wisata popular di Amerika Latin, tetapi juga surge bagi pencopet. Hati2 dengan gerombolan anak2 yang mengikuti turis dan juga dengan gaya klasik, Hit and Run!!!

Teknik yang digunakan:
Segerombolan anak mendekati anda dengan sebuah kertas atau kartu yang ada tulisannya. Pemimpinnya akan membuat anda membaca di bawah dagu dan selagi focus baca, anak2 yang lain mencopet barang2 anda.

8. The Netherlands, Amsterdam
Kehidupan malam hari di Amsterdam, ganja legal dan daerah pelacuran dengan wanitanya yang tak terbilang semuanya hebat tetapi hanya sepanjang sewaktu anda masih mempunyai uang anda untuk membayar semua itu! Pencopet mengambil keuntungan di daerah pelacuran Amsterdam’s “No Camera policy”. Tak seorang pun boleh mengambil gambar di daerah ini – ini berarti tidak ada kamera pengawas yang bisa menolong anda melawan kejahatan.

Teknik yang digunakan:
Seseorang mendorong anda dari belakang atau dari sebelah dan tgerlihat seperti dia hanya mau lewati anda di jalan ramai. Sebenarnya ada orang lain di arah berlawanan yang mencopet dompet dan barang2 anda.

9. Greece, Athens
Yunani dan dengan ibu kota Athena adalah salah satu tujuan wisatawan yang paling populer di dunia. Disamping sektor wisatawan yang berkembang, penopetnya juga semakin bertambah. Jika anda sedang mengunjungi Parthenon atau Acropolis – pastikan anda tidak pernah mengabaikan tas anda ketika anda sedang mengagumi monumen kuno. Seseorang yang kelihatannya seperti wisatawan bisa jadi pencopet yang mengincar tas anda.

Teknik yang digunakan:
Sejumlah anak Gypsy mengerumuni anda dan tanpa ragu mulai merampok barang2 anda. Keberanian ini akan membuat anda terkejut, saat yang bersamaan anak2 akan saling mengoper barang2 anda dan berlari berbagai arah. Dompet, ponsel dan kamera anda sangat mungkin berpencar ke jurusan berbeda. Kadang-kadang anak2 akan memberikan barang milik anda kepada wanita tua dan menyembunyikan di bawah rok mereka. Polisi tidak akan melihat ke bawah rok!

10. Vietnam, Hanoi
Untuk kebanyakan orang Vietnam diketahui dengan Perang Vietnam yang terjadi 40 tahun yang lalu tetapi sekarang juga menjadi atraksi wisatawan yang populer. Sebagai salah satu negara yang paling miskin di dunia Vietnam dengan ibu kota Hanoi, menjadi rumah pencopet yang semakin meningkat. Kebanyakan atraksi wisatawan di Hanoi terletak di tempat terbuka dan penuh sesak oleh sebab itu sangat mudah menjadi sasaran untuk pencopet.

Teknik yang digunakan:
Cara paksa. Seorang pencuri bisa menggunakan sepeda motor untuk mencuri tas tangan anda. Pastikan bahwa tas tangan anda tidak terlalu mudah untuk dirampas. Sebaiknya jinjing tas anda di sisi yang lebih sedikit orang dan kendaraan

Wednesday, December 7, 2011

Kisah Sukses "MERK TUA - ROKOK DJI SAM SOE"

http://massandry.blogspot.comtp://massandry.blogspot.com
Dji Sam Soe [1913]
RUMAH kuno itu tak lagi berpenghuni. Pagarnya tertutup seng. Ketika didatangi Tempo tiga pekan lalu, tampak empat petugas bergantian menjaga rumah. Di rumah inilah Liem Seeng Tee, pendiri HM Sampoerna, mengawali sejarah pada 1927.

Beralamat di Jalan Ngaglik, Surabaya, rumah ini—selain menjadi tempat tinggal—dulunya berfungsi sebagai gudang tembakau dan pabrik rokok. Selama lima tahun Seeng Tee menguji berbagai campuran rempah dan cengkeh di rumah ini. Dji Sam Soe salah satu produknya. Dari rumah ini pula Dji Sam Soe mulai diproduksi secara masif.

Formula rokok ini dibuat 15 tahun sebelumnya, saat Seeng Tee masih bekerja di pabrik rokok kecil di Lamongan. Tugasnya kala itu meracik dan melinting rokok. Belakangan, racikannya menjadi cikal-bakal formula Dji Sam Soe. Penghasilannya di pabrik ditabung untuk menyewa warung di Jalan Cantian Pojok—kini Jalan Pabean Cantian, Surabaya.
http://taslaptopku.wordpress.com
Berukuran empat meter persegi, beratap ilalang dan bertiang bambu, warung tanpa dinding ini menjual aneka makanan dan minuman. Replika warung itu kini dapat dilihat di House of Sampoerna di Jalan Taman Sampoerna, Surabaya.

Hidup Seeng Tee tidak cuma bersandar dari warung. Ia dan istrinya, Tjiang Nio, mencampurkan rempah-rempah, seperti cokelat, vanili, pala, kayu manis, dan cengkeh, ke dalam tembakau. Campuran ini dilinting dengan tangan menjadi rokok.
Berbekal sepeda onthel, pria kelahiran Provinsi Hokkian, Cina daratan, itu berkeliling Surabaya berjualan rokok. Oleh Tjiang Nio, perempuan yang dinikahinya pada 1912, uang hasil usaha itu disimpan di dalam tiang bambu penyangga rumah. Sebagian tabungan digunakan kembali untuk membeli tembakau.

Agar usahanya berkibar, Seeng Tee membentuk badan hukum Handel Maatschappij Liem Seeng Tee pada 1913. Nama ini kemudian menjadi PT Handel Maatschappij Sampoerna— setelah perang kemerdekaan usai, namanya berubah menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna.
http://sandalnamaku.wordpress.com
Pemilihan kata Sampoerna, kata Elvira Lianita, Manajer External Communication PT HM Sampoerna, memiliki dua makna. Kata itu merupakan ejaan dari kata ”sempurna”. Kedua, kata ”sampoerna” berjumlah sembilan huruf. ”Orang Cina percaya sembilan merupakan angka keberuntungan,” katanya.

Kemasan Dji Sam Soe memang sarat dengan angka sembilan. Berasal dari bahasa Hokkian, Dji Sam Soe berarti dua, tiga, dan empat. Bila dijumlahkan, hasilnya sembilan. Logo kemasan berupa sembilan bintang.

DARI Ngaglik, Seeng Tee pindah ke kawasan Jembatan Merah pada 1932. Ia membeli bangunan milik Jongens Weezen Inrichting, yayasan panti asuhan milik pemerintah kolonial Belanda. Di atas lahan 1,5 hektare, pabrik sekaligus tempat tinggal dibangun pada 1864. Sejak enam tahun lalu, gedung itu berfungsi sebagai Museum House of Sampoerna.

Sejak itu, usaha Seeng Tee makin moncer. Dengan 1.300 karyawan, produksi pada 1940 menembus 3 juta batang per minggu. Menurut Hermawan Kartajaya, Yuswohady, dan Sumardy dalam buku 4-G Marketing: A 90-year Journey of Creating Everlasting Brands, Dji Sam Soe bahkan pernah menjadi ”mata uang” pedagang masa itu karena nilainya lebih stabil ketimbang mata uang resmi. Permintaannya membeludak. Agen harus menunggu dua-tiga minggu untuk memperoleh pesanan.

Usaha rokok Seeng Tee berantakan setelah Jepang masuk pada 1942. Ia ditahan dan menjalani kerja paksa di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Pabriknya digunakan buat memproduksi rokok merek Fuji untuk tentara Jepang. Beruntung, seluruh keluarganya selamat dalam persembunyian. Seusai perang, pabrik dalam kondisi porakporanda. Harta keluarga dan perusahaan dirampas Jepang. Satu-satunya aset cuma merek dagang Dji Sam Soe. Seeng Tee berusaha menata kembali usahanya. Berkat merek ini, mitra bisnis Seeng Tee kembali berdatangan. Mereka menyuplai cengkeh, tembakau, dan bahan baku lain.

Perlahan-lahan Dji Sam Soe kembali berkibar. Pada 1949, pabrik sudah pulih seperti semula. Situasi ini cuma berlangsung hingga 1956. Setelah Seeng Tee meninggal pada tahun itu, Sampoerna jeblok. Mesin pelinting tidak beroperasi. Pekerja tidak mencapai 150 orang. Tiga tahun kemudian, pabrik ditutup karena pailit.
http://tasbayiku.wordpress.com

Kisah Sukses "MERK TUA - KECAP CAP BANGO"

http://massandry.blogspot.com
Kecap Bango [1928]
Kemasan diremajakan, rasa dipertahankan, penetrasi pasar diperkuat. Jurus inovatif memperpanjang umur.
BANGO itu terbang tinggi. Dari jago lokal, dia menjadi bintang di tingkat nasional. Bermula dari pojok kampung di daerah Benteng, Tangerang, pada 1928, kini sang Bango mudah dijumpai di toko kelontong di hampir seluruh penjuru Indonesia. Delapan puluh satu tahun silam, suami-istri Tjoa Pit Boen (Yunus Kartadinata) dan Tjoa Eng Nio mengawali cikal bakal Kecap Bango di rumah mereka di Benteng. Sayang, jejak awal sudah amat samar. Napak tilas Tempo di kawasan Benteng tak menemukan sarang pertama sang Bango.

”Saya tak pernah tahu ada pabrik Kecap Bango di sini,” kata Jaya Kurnia, 55 tahun, warga Kelurahan Suka Asih, Kecamatan Tangerang. Benar, ada sebuah rumah tua dengan arsitektur bangunan Cina yang dikenal sebagai bekas pabrik kecap di kawasan itu. Namun, ”Bukan Bango, itu pabrik kecap Kepala Kerbau,” kata seorang penduduk. Perjalanan Tempo menelusuri jejak Bango di daerah pecinan, Benteng, juga nihil.

Ketika usaha Yunus Kartadinata berkembang, Bango tak lagi cukup hanya bersarang di rumah. Pabrik pertama Kecap Bango diketahui berada di Jalan Asem Lama (sekarang Jalan Wahid Hasyim), Tanah Abang, Jakarta Pusat, persis di belakang gedung Badan Pengawas Pemilu. Namun kawasan itu sudah berubah menjadi deret an rumah perkantoran. ”Memang, dulu ada pabrik kecap di sini,” kata Hadi, 70 tahun, penduduk Asem Lama, tiga pekan lalu.
Dede, 57 tahun, penduduk setempat, juga membenarkan ada pabrik Kecap Bango di kawasan Tenabang. Lokasinya tak jauh dari Pasar Tanah Abang sekarang. ”Dulu saya tinggal di sebelah pabrik itu,” kata Dede. Dulu dia sering main di seputar pabrik. ”Ada ruang bawah tanah di dalamnya. Tapi enggak tahu buat apa,” ujarnya mengenang.

KERJA keras Yunus Kartadinata tak sia-sia. Kecap Bango tumbuh dan populer di Jawa Barat dan Jakarta. Usahanya berkembang menjadi perseroan terbatas, PT Anugrah Indah Pelangi dan PT Anugrah Damai Pratama. Manajemen dikelola anaknya yang keempat, Eppy Kartadinata, pada 1982. Pabriknya kini menempati area seluas delapan hektare di Desa Wantilan, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
http://sandalnamaku.wordpress.com
Bergabung Dengan Unilever

Pada akhir 2000, keluarga Kartadinata menerima pinangan Unilever. Produsen kebutuhan rumah tangga asal Inggris ini mengakuisisi merek Bango. Brand Manager Bango, Memoria Dwi Prasita, kepada Tempo pekan lalu mengatakan kualitas produk Kecap Bango sangat bagus. Potensi pasar lokal pun sangat besar. ”Itulah alasan Unilever mengakuisisinya.”

Sayang, tak ada penjelasan mengapa keluarga Kartadinata menjual Bango. Tempo berusaha mendatangi rumah keluarga ini di Jalan Wahid Hasyim, sekitar 500 meter dari pabrik lama Kecap Bango di Asem Lama. Halaman rumah berpagar hitam tinggi ini dipenuhi tanaman perdu yang kering dan tak terawat. Di depan pintu tampak pengumuman: ”Disewakan”. Menurut penduduk sekitar, terakhir rumah ditempati cucu Yunus Kartadinata, yakni Serli Kartadinata.

”Rumah itu jarang ditempati lagi sejak Bango dijual,” ujar Edi, petugas satpam di kantor sebelah rumah. Unilever dan keluarga Kartadinata membentuk perusahaan patungan bernama PT Anugrah Lever. Perusahaan ini memproduksi dan memasarkan kecap, sambal, dan saus bermerek Bango. Unilever menguasai 65 persen saham, sisanya 35 persen dimiliki Anugrah Indah Pelangi dan Anugrah Damai Pratama. Pada 2007, Unilever mengakuisisi sisa saham Bango milik keluarga Kartadinata.

Langkah awal setelah akuisisi, Unilever mengubah tampilan merek, logo, dan kemasan Bango. Dulu mereknya ”Kecap Bango”. Pada 1 Februari 2008, mereknya resmi menjadi ”Bango”. Kemasannya beraroma lebih muda dengan warna-warna segar. Unilever meremajakan Bango, mirip dengan jurus yang digunakan untuk meremajakan kembali Rinso—produk sabun Unilever— yang lifetime mereknya sempat menurun.

Kemasan boleh berubah, pemilik memang berganti, tapi ada satu yang tetap dijaga: rasa. Unilever, kata Memoria, sadar betul kekuatan Bango adalah merek dan kualitas produk. Resep pembuatan Bango tetap dipertahankan sesuai dengan formula asli. ”Bango adalah kecap yang benar-benar kecap,” kata Memoria, mengutip tagline Bango.
http://tasbayiku.wordpress.com

Kisah Sukses "MERK TUA - KOPI WARUNG TINGGI"

http://massandry.blogspot.com
Kopi Warung Tinggi [1878]

Beberapa kali berhenti berproduksi, tetap hidup berkat kepercayaan pelanggan. Dulu resep lisan, kini tersimpan di komputer.
BATAVIA, 1878. Restoran di tepian Moolen Vliet Oost—kini Jalan Hayam Wuruk— Jakarta, itu berbeda dengan bangunan lain di sekitarnya. Tampak lebih bagus, lebih besar, dan tinggi. Masyarakat di tepian Ciliwung lalu menyebutnya Waroeng Tinggi. Adalah Liaw Tek Soen, perantau asal Tiongkok, yang membangun warung itu bersama istrinya.

Selain menyuguhkan makanan, mereka sedia kopi. Karena itu, waktu belum banyak yang menjual kopi seduh di Batavia, warung Engkoh Liaw laris manis. ”Menurut cerita Kakek, dulu habis makan, orang pasti duduk berlama-lama sembari ngopi,” kata Rudy Widjaja, 67 tahun, ahli waris generasi keempat kopi Warung Tinggi.

Rudy menerima Tempo di kantor pusat Warung Tinggi di Jalan Batu Jajar, Hayam Wuruk, Jakarta Barat, dua pekan lalu. Melihat aktivitas di toko kopi yang terletak di Jalan Tangki Sekolah, juga di kawasan Hayam Wuruk, tampak sekali Warung Tinggi sudah memiliki pasar dan pelanggan sendiri. Di toko sekitar 25 meter persegi, di dalam gang yang hanya pas dilewati dua mobil itu, transaksi dilakukan dengan ”gaya lama”. Penjual tinggal bertanya, ”Biasa, kan?” Semua langsung beres: jenis kopi, jumlah kiloan, digiling halus atau kasar.

Warung Tinggi memang bukan lagi sekadar toko kopi, melainkan ”gaya”. Semuanya dimulai ketika kakek Rudy, Liaw Tek Siong ”dibeli” Liaw Tek Soen, karena anak lelaki tunggal Tek Soen dianggap tak mampu berdagang. Tek Siong mewarisi warung ayah angkatnya pada 1927. Di tangannya, kopi segera menjadi bisnis utama keluarga Liaw, bukan sekadar usaha sampingan dari makanan di warung.

Ia mendirikan pabrik sederhana dan menamai tokonya Tek Soen Hoo Eerste Weltevredensche Koffi ebranderij, yang kala itu lebih dikenal dengan nama Toko Tek Soen. Tek Siong juga merancang alat khusus yang mampu menggo reng lebih banyak biji kopi hingga matang secara merata. Gambar perempuan menyunggi bakul anyaman bambu dijadikan logo perusahaan baru itu. ”Itu gambar ibu-ibu yang setiap pagi datang menjual kopi ke warung kakek buyut saya,” kata Rudy.
Hingga Liaw Tian Djie, ayah Rudy, mewarisi bisnis keluarga Liaw Tek Siong, dua tahun setelah Indonesia merdeka, nama perusahaan mereka masih Tek Soen Hoo. Tapi orang sekitar dan pelanggan setia warung kopi Tek Soen tak pernah berhenti menyebut tempat usaha keluarga itu sebagai Warung Tinggi.

Ketika itu Warung Tinggi hanya menjual satu jenis kopi, dibungkus dalam kertas cokelat sederhana dan diberi cap. Waktu Jepang menduduki Indonesia, ayahnya membawa keluarga mengungsi ke Mega Mendung, Ciawi, Jawa Barat. Ketika itu ibunya sedang mengandung Rudy.

Barulah pada 1945, setelah Jepang pergi, Tek Djie membuka kembali pabrik kopinya. Sebetulnya, waktu itu dia tak punya modal lagi. Tapi, para pemasok lama, termasuk ibu-ibu bakul kopi, tak keberatan Tek Djie berutang bahan baku. Pelan-pelan bisnis berjalan lagi.

Bahkan, pada 1950-an, Tian Djie mulai menjual kopi racikan (blend) dengan mencampur beberapa jenis kopi. Nama Warung Tinggi mulai dipakai sebagai merek dagang pada 1967. Soeharto, yang baru saja menggantikan Soekarno sebagai presiden, melarang orang Indonesia keturunan Tionghoa menggunakan nama Cina. Nama keluarga Liaw pun diubah menjadi Widjaja, atas usul seorang pegawai Tian Djie setelah melihat kitab primbon Jawa. Tian Djie sejak itu beralih nama menjadi Udjan Widjaja.

Sejak ayahnya wafat, pada 1978, perusahaan dikelola oleh Rudy beserta tiga saudaranya: Darmawan, Suyanto, dan Yanti. Berkali-kali usaha mereka goyah, tapi selalu bisa bangkit kembali. Sebagai anak kedelapan, Rudy bukan yang paling berhak mewarisi usaha orang tua mereka. Tapi, ketika kesebelas kakak-adik itu membagi warisan, pada pertengahan 1990-an, tak satu pun yang berminat meneruskan bisnis kopi keluarga itu kecuali Rudy.

Dalam bagi-bagi warisan itu, Warung Tinggi yang asli—rumah di Jalan Hayam Wuruk Nomor 55-57—jatuh ke tangan kakak-kakaknya. Maka Rudy memindahkan pabriknya ke Jalan Daan Mogot. Rumahnya di Jalan Tangki Sekolah, di kawasan Hayam Wuruk, dia jadikan toko kopi.
http://promosiunik.wordpress.com

Kisah Sukses "MERK TUA - MAKANAN / MINUMAN"

http://massandry.blogspot.com
Blue Band [1936]
BLUE Band pertama kali diproduksi di Batavia pada 1936. Blue Band juga menjadi produk makanan pertama yang dihasilkan Van den Bergh NV, milik Unilever, gabungan perusahaan margarin asal Belanda, Margarine Unie, dan pabrik sabun Lever Brothers asal Inggris. ”Sejak pertama kali diluncurkan, Blue Band sudah menjadi merek kuat yang memimpin pasar dengan kompetitor utama mentega dan margarin impor, seperti Palmboom,” kata Agus Nugraha, Brand Manager Blue Band PT Unilever Indonesia.

Aslinya, Blue Band pertama kali dibuat di Belanda untuk diekspor ke Inggris pada awal abad ke-20. Pada 1920, produk ini kemudian dipasarkan di negara asalnya dan langsung menjadi produk utama Belanda. Blue Band saat itu juga mulai masuk ke Indonesia melalui perusahaan Van den Bergh, Jurgen and Brothers.

Sebagai salah satu merek tertua di Unilever, Blue Band sempat pula mengalami masa sulit di era 1957-1967, ketika terjadi ketidakstabilan politik dan ekonomi di Indonesia. Kondisi serupa terulang pada 1997-1998 saat krisis ekonomi menimpa Indonesia. ”Daya beli masyarakat menurun, berdampak pada penjualan Blue Band,” Agus menjelaskan. Nah, ketika krisis global kembali menerjang pada 2008, Blue Band mencoba menyiasatinya dengan memperkenalkan kemasan sekali pakai 17 gram yang dibanderol Rp 700 agar terjangkau semua lapisan masyarakat.

Strategi lainnya yang sudah diterapkan Blue Band sejak 1978 adalah lewat kampanye di media massa yang mengedepankan kesehatan dan gizi. Kampanye pertama di televisi pada 1978, misalnya, berbunyi, ”Buatlah hari mereka menyehatkan.” Nah, untuk tahun ini, Blue Band meluncurkan kampanye ”Bekal tumbuh besar Blue Band” yang berisi ajakan kepada para ibu untuk menyediakan bekal makanan bagi anak ketimbang uang jajan.

Permen Davos [1931]
SOEYATI Soekirman tak pernah luput membawa Davos. Nenek 68 tahun warga Banyumas ini sudah puluhan tahun menggemari permen itu. ”Orang-orang tua memang konsumen loyal kami,” kata Nicodemus Hardi, Managing Director Operasional PT Slamet Langgeng, produsen permen Davos. Permen ini dirintis oleh Siem Kie Djian pada 28 Desember 1931. Lokasi pabriknya tetap sama hingga kini: Jalan Ahmad Yani 67, Kelurahan Kandang Gampang, Purbalingga, Jawa Tengah. Perusahaan dilanjutkan anaknya, Siem Tjong An. Enam tahun berikutnya, bisnis diteruskan lagi ke anak dan menantu Tjong An: Toni Siswanto Hardi dan Corrie Simadibrata. Kini perusahaan tersebut dipimpin oleh Budi Handojo Hardi, generasi ketiga pendiri bisnis ini.

Pada masa penjajahan Jepang, perusahaan sempat tersungkur dan baru bangkit lagi sesudah 1945. Perusahaan berganti nama menjadi PT Slamet Langgeng & Co., yang memproduksi permen mint merek Davos, Kresna, Alpina, dan Davos Lux. Ada pula produk non-permen: limun dan biskuit bermerek Slamet. Karena kesulitan bahan baku, produksi biskuit berhenti pada 1973.

Nama Slamet Langgeng diambil dari nama gunung terbesar di Jawa yang terletak di Purbalingga: Gunung Slamet. Sedangkan Davos terinspirasi dari nama kota berhawa sejuk di Swiss, yang dianggap cocok menggambarkan dinginnya permen mint ini. Hingga kini bentuk dan kemasan Davos tak berubah: satu bungkus berisi 10 butir berdiameter 22 milimeter.

”Pernah kami mengubah ukuran jadi lebih kecil, konsumen langsung protes,” kata Nico. Bahan yang digunakan, 98 persen gula dan sisanya mentol dan zat pengikat. Kini Davos dibanderol Rp 1.000 sedangkan Davos Lux Rp 500.

Wajik Week [1939]
SEMULA, pada 1939, Nyonya Ong Kiem Lien hanya memasak kue untuk dijual ke tetangga. Ada wajik, onde-onde, keripik tempe, rempeyek kacang, dan jadah (kue dari ketan dan kelapa parut). Usaha ini dilanjutkan oleh anaknya, Ong Gwek Nio, yang kemudian hanya berkonsentrasi pada wajik.

Bisnis ini dilanjutkan oleh anaknya, Ong Hwa Nio dan Ong Joe Tjuan, hingga 1981, dan kini dikelola oleh kemenakan Tjuan: Untung Giyanto, 55 tahun. Baru di generasi cucu inilah usaha keluarga ini didaftarkan dengan merek Wajik Nyonya Week—dari nama Nyonya Gwek, panggilan Ong Gwek Nio. Sejak 1997, nama ini disingkat jadi Wajik Week saja.

Kini Wajik Week menjadi salah satu oleh-oleh ”wajib” dari Magelang dan sekitarnya. Rasanya pun hanya ada dua macam: gula kelapa (warna cokelat) dan pandan (hijau). Semula wajik ini hanya dibungkus dengan daun pisang dan koran bekas, tapi kini Untung memperbaruinya menjadi kardus. Ia juga pernah mengemas dagangannya dengan memakai kertas minyak dengan disablon logo. Untung tetap menjaga kualitas wajik dengan mempertahankan takaran sesuai dengan resep asli sang nenek.

Siroop Tjap Buah Tjampolay [1936]
RASANJA sedap, baoenja wangi. Itulah yang tertera dalam kemasan sirup Tjap Buah Tjampolay. Minuman legendaris asal Cirebon ini pertama kali dibuat oleh Tan Tjek Tjiu pada 11 Juli 1936. Hingga kini kemasan dan labelnya tak berubah.
Ketika Tjiu meninggal pada 1964, perusahaan ini sempat berhenti beroperasi enam tahun. Baru pada 1970 usaha ini hidup kembali di tangan Setiawan, anak Tjiu. Namun tak lama kemudian mati lagi. Baru pada 1983 Tjampolay bangkit lagi. Kali ini pabriknya dipindahkan ke daerah Lawang Gada, Cirebon, Jawa Barat.

Syukurlah, bisnis kembali cerah. Setiawan menyerahkan usahanya ke anaknya, Budiman. Kini Tjampolay kian berkibar di tangan pemilik generasi ketiga. Sirup yang semula hanya ada tiga rasa—rossen, asam jeruk, dan nanas—kini menjadi sembilan: pisang, susu, melon, leci, jeruk nipis, kopi moka, dan mangga gedong, yang menjadi ciri khas kota ini. Tjampolay dipercaya karena menggunakan gula murni. Karena itu, jika sudah dibuka kemasannya, sirup akan cepat mengkristal.

Itu sebabnya, Budiman tak berani mengekspor produknya ke luar negeri. Kini pabriknya ada di Perumnas Elang Raya, Cirebon. Di area seluas 300 meter persegi inilah sirup Tjampolay diproduksi sampai 1.200 botol per hari.

Sarang Sari [1934]
Botolnya hijau, mirip botol bir. Tulisan dalam kemasannya tak berubah sejak 75 tahun lalu: Limonadestroop. Sarang Sari, begitulah nama sirup berbotol serupa bir itu, bertahan di tengah gempuran minuman berkarbonat. Cikal bakal sirup ini dimulai dari De Wed Bijlsma, pengusaha asal Groningen, Belanda, yang mendirikan NV Conservenbedrijf de Friesche Boerin pada 1934.

Ketika Presiden Soekarno menasionalisasi perusahaan asing pada 1959, pabrik di Jalan Cikini Raya 77, Jakarta, itu diambil alih keluarga Gunawan. Merek De Friesche Boerin diubah menjadi Sarang Sari. Wajah lelaki Belanda yang semula menghiasi kemasan berganti dengan gambar perempuan penari Bali.

Pada 1981, Sarang Sari dijual ke Rahmat Semedi. Pada masa itu sirup sedang laris di Tanah Air. Persaingan pun belum terlalu ketat karena hanya ada empat merek besar: Sirup Bango, ABC, Marjan, dan Sarang Sari. Bisnis berkembang pesat, Sarang Sari pun memindahkan pabriknya ke Cimanggis, Depok, dan memproduksi hingga satu juta botol per tahun.

Sayangnya, sejak 1990-an, popularitas sirup meredup dengan munculnya minuman berkarbonat dan jus dalam kemasan tetrapack. Produksi Sarang Sari kini tinggal 240 ribu botol per tahun. Jumlah karyawan pun menyusut dari 100 menjadi hanya 61 orang di pabrik dan 12 orang di kantor.

Produk yang mempertahankan bahan baku gula tebu asli ini juga terengah-engah mengejar harga gula yang selalu naik. Bulan puasa lalu saja naiknya sampai 51 persen. Walhasil, ”Sudah tiga minggu ini kami tak berproduksi,” kata Hadi Semedi, anak Rahmat Semedi yang juga menjabat Manajer Operasional Sarang Sari. Apalagi harga Sarang Sari yang Rp 23 ribu dari pabrik—biasanya dijual sampai Rp 27 ribu di supermarket—relatif mahal jika dibanding sirup lain.

Berbagai inovasi dilakukan. Misalnya dengan meluncurkan rasa baru—blueberry—yang ternyata kandas di pasaran. Konsumen telanjur setia pada rasa asli limun ini, semisal frambozen, vanili, manalagi, dan pisang ambon. Tahun depan, Sarang Sari berencana meluncurkan kafe di Cikini. Pengunjung tak hanya bisa bernostalgia, tapi juga bisa memboyong sirup yang kini dibikin juga dalam kemasan karton untuk oleh-oleh.
http://supermilan.wordpress.com
Ting-ting Jahe [1935]
NJOO Tjhay Kwee menunggang sepeda pancal mengitari Pasuruan. Kala itu, tahun 1935, Njoo sedang merintis usaha kembang gula Sin A di Pasuruan, Jawa Timur. Kisah ini dituturkan Dyah Purwaningsih, General Manager PT Sindu Permata, perusahaan yang memproduksi ting-ting jahe. Ayu adalah cucu Njoo alias generasi ketiga pemilik perusahaan ini.

Pada mulanya, bisnis ini hanya usaha rumahan di Jalan Lombok, Pasuruan. Barulah pada 1936, sang kakek membeli dua buah mesin pembuat permen dari perusahaan Jerman di Ngagel, Surabaya. Usaha kian berkembang dan produksi pun berpindah ke Jalan Sumatera 26, Pasuruan.

Bisnis kembang gula Sin A sempat tutup pada saat pendudukan Jepang. Kala itu pasokan gula, kertas, dan bahan lainnya macet. Baru satu tahun kemudian, pabrik kembali beroperasi. Namun pengiriman bahan baku kertas untuk bungkus permen dari Jerman tersendat. Njoo pun memakai kulit jagung sebagai bungkus permen. Nyatanya Njoo Tjhay Kwee malah mampu mengembangkan produk sampingan: jamu Sin A cap Bintang, tepung hunkwee murni, dan usaha penggilingan jagung. Sayangnya, usaha sampingan itu dihentikan pada 1952.

Lima tahun kemudian usaha kembang gula Sin A berubah menjadi Perusahaan Dagang dan Industri PT Sindu Amritha. Permen tingting jahe makin berkembang dan dikenal di seluruh Indonesia. Bahkan pada 1973 produk ini mulai diekspor ke Belanda, Hong Kong, Australia, dan Timur Tengah.

Dyah menceritakan, pada saat permintaan tinggi, produksi bisa mencapai dua ton. Sebanyak 75 persen produk diekspor, sisanya untuk pasar lokal. Saat musim dingin, pesanan dari luar negeri meningkat. Berbagai inovasi produk juga dilakukan, misalnya dengan mengembangkan aneka rasa baru: ting-ting jahe rasa kopi, kacang, dan apel.
http://tasbayiku.wordpress.com
Tahu Yun Yi [1940]
DALAM bahasa Mandarin, yun yi artinya bermanfaat atau beruntung. Perusahaan tahu yang didirikan pada 1940 itu memang beruntung masih eksis hingga kini. Bisnis tahu Yun Yi dirintis oleh Liauw Hon Tjan di Jalan Jenderal Sudirman Belakang 231, Bandung. Pabrik tahu ini tak pernah berpindah hingga sekarang.

Perusahaan ini setia pada bisnis tahu dan produk turunannya: tahu kuning, tahu putih, tahu tawar, tahu polos, kulit tahu, kerupuk tahu, dan lainnya. Yun Yi tak hanya memasok di sejumlah restoran di Bandung, tapi juga menjadi salah satu oleh-oleh khas Kota Kembang.

Mempertahankan resep tradisional dan tanpa pengawet, Yun Yi berhasil menjaga kualitasnya. Di tengah isu formalin dan pewarna makanan yang merontokkan bisnis pertahuan, Yun Yi sukses bertahan. Warna kuningnya dari kunyit.
http://sandalnamaku.wordpress.com

Kisah Sukses "TELESINDO SHOP"

http://massandry.blogspot.com
Dengan modal awal dana hasil meminjam kepada atasan, kini Hengky Setiawan berhasil menjadi atasan dalam bisnis di dunia telekomunikasi. Kini ia sudah menjadi CEO Telesindo Shop.

Hengky menceritakan, awalnya dia berkecimpung di dunia telekomunikasi dengan memberanikan diri jual beli ponsel bekas dengan modal pinjaman. “Tahun 1987 (saya) jadi kurir (di toko sparepart mobil). (Selama) tahun 1989-1990, saya memberanikan diri pinjam dari bos (sebesar) Rp 5 juta, (padahal) gaji cuma Rp 75.000. Pinjam duit Rp 5 juta, bos pun kaget,” tutur Hengky kepada Kompas.com, di Jakarta, pertengahan bulan Juli lalu.

Ia mengaku kepada bosnya bahwa uang tersebut akan dibelikan handphone bekas. Kemudian ia mengecat ulang casing ponsel tersebut di bengkel mobil tempat dia bekerja. Alhasil, handphone tersebut laku seharga Rp 7 juta, atau lebih dari uang yang dipinjam dari bos-nya.

Dalam mempertahankan bisnisnya ini, ia pun kembali berutang kepada bos-nya tersebut hingga beberapa kali. Selain itu, demi memuluskan penjualan handphone tersebut, ia juga mengiklankan di koran. Itulah sekelumit perjuangan Hengky yang sekarang sudah menjadi CEO salah satu perusahaan yang berkecimpung di dunia telekomunikasi Indonesia.

Pemain Tiga Jaman


Berdasarkan tahun, ia memang telah berkecimpung di bisnis selular minimal dua dasawarsa. Oleh sebab itu, ia pun turut mengalami transisi produk handphone, mulai dari mulai dari NMT (Nordic Mobile Telephone), AMPS (teknologi 1G), dan GSM (teknologi 2G). “Jadi, saya sudah pemain tiga jaman,” tambah dia.

Bahkan sebenarnya, kalau dilihat perkembangan teknologi saat ini, ia malah telah berada di generasi ketiga dari handphone dengan teknologi 3G-nya. Eksistensinya dalam industri ini tentu tidak dijalaninya dengan mulus. Seiring dengan karakteristik industri ini yang terus mengalami perubahan teknologi, ia pun membutuhkan dana tambahan untuk mengembangkan usahanya.

Meminjam uang cukup sering dilakukan oleh ayah dengan empat putera ini. Berutang tidak hanya dilakukannya kepada orang lain, orang tua (ibu) pun juga termasuk pihak yang dimintai bantuan dana olehnya. Pinjaman dana kepada ibunya, yang berprofesi sebagai penjahit, tidak serta merta mudah diberikan. Uang diberikan dalam jumlah bertahap dan berbunga. Ia mengaku, bunga tetap dikenakan, karena pada dasarnya ia meminjam untuk modal bisnisnya.

Pinjaman pun pernah ia layangkan kepada bank, khususnya saat ia telah bekerja sama dengan Telkomsel. “Makin hari makin gede (dana yang dibutuhkan). Sudah nggak punya duit lagi, kurang, pinjam ruko, suratnya diagunin ke Bank BCA. Beli ruko dulu Rp 250 juta. Bank nggak percaya kita, (akhirnya) kita cuma dikasih Rp 50 juta doang, (atau) dikasih setengahnya,” ujarnya.

Sekitar tahun 1991, atau eranya AMPS, pola binis yang ia lakukan yaitu berjualan nomor telepon, selain handphone. Baru selang beberapa tahun setelahnya, era GSM pun dimulai dengan kehadiran Satelindo. Dengan perusahaan inilah, ia pernah mengalami pahitnya bisnis di industri yang berkaitan erat dengan teknologi ini.

Tepatnya, tahun 1996, ia mendaftarkan diri untuk menjadi dealer resmi Satelindo, dengan nama Satelindo Direct. Waktu itu, ia bersama dengan temannya sebagai mitra, harus mengeluarkan uang senilai Rp 1 miliar untuk mengambil barang.
Ia pun harus membayar subsidi handset sebesar Rp 350.000 per buah. Ternyata, subsidi tidak kunjung dibayarkan. Ia pun harus menanggung kerugian yang tidak sedikit. Dari kerugian tersebut, harta yang tersisa hanya 20 toko yang akhirnya dibagi rata dengan mitranya itu.

Kerjasama dengan TELKOMSEL mendirikan TELESINDO SHOP

Setelah itu, ia pun bekerja sama dengan Telkomsel, tepatnya pada tahun 1997. Pada saat itulah, Telesindo Shop akhirnya berdiri. Menurutnya, saat itu, produk Telkomsel cukup meledak di pasaran. Harga sebuah nomor bisa mencapai Rp 1 juta. Padahal modalnya hanya Rp 250.000. Dengan keuntungan dari penjualan nomor ini, ia pun terus mengembangkan usahanya dengan menambah tokonya.

Ia mengemukakan ketika Singtel (perusahaan telekomunikasi Singapura) masuk ke dalam Telkomsel, ada perkembangan yang positif yang dihasilkan. Menurutnya, keberadaan Singtel yang membawa pengetahuan mendorong Telesindo untuk berani mempeluas cabang atau gerainya. “Dia (Singtel) ngajarin kita jemput bola. Dia bilang, siapa mau buka 50 gerai, (lalu) saya buka 100 gerai. (Lalu dia bilang) siapa mau buka 100 gerai, (maka) saya buka 200 gerai. Nah itu, saya selalu berbuat lebih dari kompetisi,” tuturnya yang mengaku strategi ini sebenarnya telah ia lakukan sejak dulu.
Setelah sukses bekerja sama dengan Telkomsel dengan lima tahun berturut-turut terpilih sebagai best distributor sejak tahun 2006, ia pun mulai masuk ke penjualan handphone buatan Cina pada tahun 2008, yang akhirnya menghasilkan TiPhone (PT Tiphone Mobile Indonesia). Ini merupakan merek handphone ciptaannya sendiri dengan supplier barangnya berasal dari Cina.

Sempat mengalami penjualan yang kurang sukses pada awalnya, kini TiPhone bisa berada di top 5 merek handphone di Indonesia dari 143 yang teregister. Apa yang membuatnya melaju begitu cepat? Ia pun menjawab, keyakinan!
Ke depannya, Hengky berusaha untuk bertahan di bisnis seluler ini. Mengingat pangsanya masih besar ke depannya. “Telekomunikasi ini lima tahun ke depan masih bagus, (seperti) Singapura (Singtel) sudah mature, (jadi) kunci mereka tumbuh adalah inovasi,” tuturnya yang menyebutkan pasar yang sudah tumbuh secara maksimal pun masih bisa berkembang, seperti halnya Singapura dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit ketimbang Indonesia.

Terhadap mulai terbukanya pasar di internal ASEAN pada tahun 2015, ia mengatakan tidak akan takut terhadap persaingan dengan pelaku usaha asing. “Nggak (takut). Indonesia ini market yang paling luas, paling besar, dibanding Singapura dan Malaysia,” tambah dia.

5 Pilar SUKSES

Sebagai salah satu strateginya, ia menyebutkan, “Kita akan mengikuti market pasar. (Jika) sekarang trennya android dan smartphone (maka) kita ikut. Kalau trennya low-end atau masuk handphone dengan kisaran harga Rp 200.000, (ya) kita ikut. Balik lagi kelima pilar itu,” ujarnya yang akan tetap fokus di dunia telekomunikasi ini sembari membuka peluang usaha di bidang lain seperti properti.

Apa itu lima pilar yang katanya sebagai kunci sukses usahanya? Ia mengaku ada lima pilar yang menjadi kunci kesuksesan karirnya. “Memang saya punya prinsip satu adalah keyakinan saya. Pilar kedua adalah harus komit, (diantaranya) komit kepada service center kita, marketing, (hingga) cabang. Pilar ketiga adalah fokus, (pilar) ke-empat adalah inovasi. Kalau kita sudah mentok sini, kita harus inovasi lagi, supaya jangan kita stuck, lima adalah hasilnya,” ungkapnya.

Keyakinan baginya teramat penting khususnya dalam memulai usaha. Kalau tidak yakin, lanjut dia, pelaku usaha pun tidak akan sukses. Bahkan, ia mengaku tidak pernah mendapat bekal pendidikan terkait dunia telekomunikasi. “Pendidikan? Nggak ada. Saya selalu belajar baca-baca majalah begini. Kapan saya bisa jadi orang hebat kayak gini, masuk dalam majalah Forbes (dan sejenisnya),” sebutnya.

Lima pilar ini pun tidak hanya ia terapkan pada bisnis atau pekerjaannya. Pilar-pilar tersebut juga diterapkan saat ia menjalani hobinya yang mengkoleksi mobil sedan Mercedes Benz. Alhasil, ia pun berhasil mengkoleksi sejumlah piala dalam perlombaan level nasional. “Jadi beli mobil Mercedes yang cuma Rp 10 juta (dengan kondisi) hancur. Kita bangun lagi sampai sempurna, kayak baru, kayak pabriknya. Nah, itulah komitmen kita,” tutur dia.

Dengan pilar tersebut, hobinya pun dapat dijadikan bisnis juga. Ia menyebutkan, ada selisih harga yang cukup jauh ketika membeli mobil tua dengan harga murah kemudian diperbaiki, dengan harga mobil yang dibeli baru dari toko. Kelima pilar ini pun mengantarkannya meraih berbagai penghargaan. “Terakhir, saya juga baru dapat dari Kompas Group, lifetime achievement. itu suatu kebanggaan buat saya,” ungkap dia.

Tidak hanya itu, ia juga mendapatkan penghargaan sebagai 10 toko yang berpengaruh di Indonesia pada tahun 2009, dari majalah Techlife. Untuk itu, ia berkeyakinan untuk terus mengembangkan penjualannya. “Kita harus mengembangkan reseller-reseller kita. Hari ini reseller kita masing-masing sudah mempunyai reseller binaan ya, toko-toko. Kita sudah 100.000 toko. akhir-akhir tahun ini kita 300.000,” sebut dia, yang juga menyebutkan gerai-gerainya telah tersebar dari Sabang hingga Merauke.

Target tahun 2012, ia mengaku akan membuka lebih dari 1.000 gerai. Bahkan, ia pun berencana akan melakukan penawaran saham perdana (IPO) pada bulan Desember ini. IPO dilakukan demi memperbesar usahanya. “(Bulan) Desember inilah kita sudah go-public. Bulan depanlah kita daftar ke Bapepam-LK, Kita hitung rasio audit kita dulu,” kata dia.

Selain ini, ia juga berencana mengakuisisi perusahaan sejenis. Namun, ia belum dapat detailnya seperti apa. Target pribadi lainnya, ia berharap bisa masuk dalam top 10 CEO yang dikeluarkan oleh sebuah majalah dan konsultan riset terkenal dalam waktu terdekat ini. Sebelumnya, ia berhasil masuk dalam jajaran 20 besar dengan berada di posisi ke-19. Posisinya pun melonjak menjadi peringkat ke-11 pada tahun 2010.
Sebagai tambahan kunci kesuksesan, ia pun menyebutkan kebiasaan bangun pagi juga penentu keberhasilan. Kini, hal ini diterapkan bagi keempat anaknya, termasuk kepada anaknya yang masih berusia di bawah lima tahun.

Kisah Sukses "STARBUCK COFFEE"

http://massandry.blogspot.com
Apa yang akan Anda lakukan jika ide Anda ditolak dan dilecehkan-bahkan dianggap gila-oleh 217 orang dari 242 yang diajak bicara? Menyerah? Atau malah makin bergairah? Jika pilihan terakhir ini yang Anda lakukan, barangkali suatu saat, sebuah impian membuat bisnis kelas dunia bisa jadi milik Anda.

Yah, itulah kisah nyata yang dialami oleh Howard Schultz, orang yang dianggap paling berjasa dalam membesarkan kedai kopi Starbucks. “Secangkir kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa yang mau? Ya ampun, apakah Anda kira ini akan berhasil? Orang-orang Amerika tidak akan pernah mengeluarkan satu setengah dolar untuk kopi,” itulah sedikit dari sekian banyak cacian yang diterima Howard, saat menelurkan ide untuk mengubah konsep penjualan Starbucks.

Dalam buku otobiografinya yang ditulis bersama dengan Dori Jones Yang- Pour Your Heart Into It; Bagaimana Starbucks Membangun Sebuah Perusahaan Secangkir Demi Secangkir-Howard menceritakan bagaimana ia merintis “cangkir demi cangkir” dan menjadikan Starbucks sebagai kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia.

Awalnya, Howard Schultz adalah seorang general manager di sebuah perusahaan bernama Hammarplast. Suatu kali, ia datang ke Starbucks yang pada awalnya hanyalah toko kecil pengecer biji-biji kopi yang sudah disangrai. Toko ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon Bowker sebagai pendiri awal Starbucks.

Duo tersebut memang dikenal sangat getol mempelajari tentang kopi yang berkualitas. Melihat kegairahan mereka tentang kopi, Howard pun memutuskan bergabung dengan Starbucks, yang kala itu baru berusia 10 tahun. Ia pun segera bisa dekat dengan Jerry Baldwin.

Sayang, hal itu kurang berlaku dengan Gordon Bowker dan Steve, seorang investor Starbucks baru. Meski begitu, Howard tetap berusaha beradaptasi dan mencoba mengenalkan berbagai ide pembaruan untuk membesarkan Starbucks.
Suatu ketika, Howard Schultz datang dengan ide cemerlang. Ia mendesak Jerry untuk mengubah Starbucks menjadi bar espresso dengan gaya Italia. Setelah perdebatan dan pertengkaran yang panjang, keduanya menemui jalan buntu. Jerry menolak karena meskipun idenya bagus, Starbucks sedang terjerumus dalam utang sehingga tidak akan mampu membiayai perubahan.

Howard pun lantas bertekad mendirikan perusahaan sendiri. Belajar dari Starbucks, ia tidak mau berutang dan memilih berjuang mencari investor. Dan, pilihan inilah yang kemudian membuatnya harus bekerja ekstra keras. Ditolak dan direndahkan menjadi bagian keseharian yang harus dihadapinya.

Tekad itu terwujud–dan bahkan–dengan uang yang terkumpul dari usahanya, ia berhasil membeli Starbucks dari pendirinya. Namun, kerja keras itu tak berhenti dengan terbelinya Starbucks. Saat terjadi akuisisi, ia mendapati banyak karyawan yang curiga dan memandang sinis perubahan yang dibawanya. Tetapi, dengan sistem kekeluargaan, ia merangkul karyawan dan bahkan memberikan opsi saham sehingga sense of belonging karyawan makin tinggi.
Kini, dibantu dengan CEO yang diperbantukannya, Orin C Smith, Howard berhasil mengembangkan Starbucks hingga puluhan ribu cabang di seluruh dunia. Ia juga menekankan layanan dengan keramahan pada konsumen, dan di sisi lain, memperlakukan karyawan sebagai keluarga. Dengan cara itu, Howard terus berekspansi hingga terus menjadi kedai kopi terbesar.

Howard Schultz adalah gambaran kegigihan seseorang dalam mewujudkan ide. Meski diremehkan pada awalnya, Howard tetap bertahan dan akhirnya membuktikan bahwa dengan tindakan nyata, semua ide bisa menjadi nyata. Kepedulian yang ditunjukkan dengan “memanusiakan” semua karyawannya juga telah membuatnya makin disegani sehingga mampu terus memperbesar usahanya.

Kisah Jakarta "ASAL USUL NAMA DAERAH JAKARTA PART 3"

http://massandry.blogspot.com
Karet Tengsin
Marupakan nama kampung yang ada disekitar kampung Tanah Abang. Nama ini berasal dari nama orang Cina yang kaya raya dan baik hati. Orang itu bernama Tan Teng Sien . Karena baik hati dan selalu memberi bantuan kepada masyarakat sekitar kampung, maka Teng Sien cepat dikenal. Disekitar daerah ini pada waktu itu banyak tumbuh pohon karet karena masih berupa hutan. Pada waktu Ten Sien meninggal, banyak masyarakat yang dating melayat.

Bahkan ada yang dating dari luar Jakarta, seperti dari Jawa Tengah dan Jawa Timur Teng Sien dikenal oleh masyarakat sekitar dan selalu menyebut daerah itu sebagai daerah Teng Sien. Karena pada waktu itu banyak pohon karet, maka daerah ini terkenal sampai sekarang dengan nama Karet Tengsin.

Kebayoran
Kawasan Kebayoran dewasa ini terbagi menjadi dua buah kecamatan, Kecamatan Kebayoran Baru dan Kebayoran Lama, Kotamadya Jakarta Selatan.

Kebayoran berasal dari kata kabayuran, yang artinya “tempat penimbunan kayu bayur” (Acer Laurinum Hask., famili Acerinae), yang sangat baik untuk dijadikan kayu bangunan karena kekuatannya serta tahan terhadap serangan rayap (fillet 1888: 40). Bukan hanya kayu bayur yang biasa ditimbun dikawasan itu pada jaman dulu, melainkan juga jenis – jenis kayu lainnya. Kayu – kayu gelondongan yang dihasilkan kawasan tersebut dan sekitarnya diangkut ke Batavia melalui Kali Krukut dan Kali Grogol, dengan cara dihanyutkan. Berbeda dengan keadaan sekarang, kedua sungai tersebut pada jaman itu cukup lebar dan berair dalam.

Sampai awal masa kemerdekaan Indonesia, Kebayoran menjadi nama sebuah distrik, yang dikepalai oleh seorang wedana, termasuk wilayah Kabupaten Meester Cornelis. Wilayahnya meliputi pula kawasan Ciputat.

Sekitar tahun 1938 di kawasan Kebayoran direncanakan akan dibangun sebuah lapangan terbang internasional, namun dibatalkan karena pecah Perang Dunia Kedua. Kemudian, mulai tahun 1949 di tempat yang direncanakan untuk lapangan terbang itu dibangunlah Kota Satelit Kebayoran Baru, meliputi areal seluas 730 ha, yang menurut rencana cukup untuk dihuni oleh 100.000 jiwa, suatu jumlah yang jauh dari sesuai dengan perkembangan penduduk Jakarta kemudian hari (Surjomiharjo 1973:37).

Kebon sirih
Kawasan Kebonsirih dewasa ini menjadi nama kelurahan, Kelurahan Kebon Sirih, termasuk wilayah Kecamatan Gambir, Kotamadya Jakarta Pusat.

Dari namanya sudah dapat diperkirakan, kawasan itu dahulu merupakan kebon sirih. Tanaman merambat, yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Chavica densa Miq., termasuk famili Piperaceae, itu sampai masa – masa yang belum begitu lama berselang sangat digemari banyak orang untuk dikunyah – kunyah, istilahnya: makan sirih. Kelengkapannya antara lain, adalah kapur (sirih), pinang dan gambir. Dewasa ini sirih lebih banyak digunakan sebagai pelengkap upacara termasuk upacara ngelamar.

Belum diperoleh keterangan yang lebih jelas, apakah kawasan tersebut dijadikan Kebun Sirih sebelum atau sesudah dibangunnya defensilijn (garis pertahanan) Van de Bosch pada awal abad kesembilanbelas.

Sekitar pertengahan abad kesembilanbelas Jalan Kebonsirih oleh orang – orang Belanda biasa disebut: de nieuwe weg achter het koningsplein, atau “alam baru di belakang koningsplein”. Kemudian, karena di sana tinggal seorang hartawan yang dermawan, bernama K.F. Holle, mula- mula biasa pula disebut Gang Holle, kemudian berkembang sesuai dengan perkembangannya menjadi Laan Holle walau nama resminya Sterreweg. (De Haan 1935:322).

Kemayoran
Kawasan Kemayoran dewasa ini meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Kemayoran, Kebon Kosong dan Serdang, termasuk wilayah Kecamatan Kemayoran, Kotamadya Jakarta Pusat.

Nama Kawasan tersebut biasa disebut Mayoran, seperti yang tercantum dalam Plakaatboek (Van der Chijs XIV:536), dan sebuah iklan pada Java Government Gazette 24 Februari 1816.

Isaac de Saint Martin tergolong pemilik tanah yang sangat luas tersebar di beberapa tempat, antara lain di pinggir sebelah timur sungai Bekasi, di Cinere (dahulu disebut Ci Kanyere) sebelah timur Sungai Krukut di Tegalangus dan di kawasan Ancol, yang luas seluruhnya berjumlah ribuan hektar. Nama aslinya, adalah Isaac de I’ Ostale de Saint Martin, lahir tahun 1629 di Oleron, Bearn, Prancis. Karena sesuatu sebab ia meninggalkan tanah airnya, dan membaktikan dirinya kepada VOC. Pada tahun 1662 ia tercatat sudah berpangkat Letnan, ikut serta dalam peperangan di Cochin.

Dengan pangkat mayor ia terlibat dalam peperangan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, ketika Kompeni “membantu” Mataram menghadapi Pangeran Trunojoyo. Pada bulan Maret 1682 ia, bersama Kapten Tack, ditugaskan untuk “ membantu” Sultan Haji menghadapi ayahnya Sultan Ageng Tirtayasa. Pada waktu berlangsungnya perang itu, ia mulai merasa benci kepada Kapten Jonker, yang dianggapnya arogan. Demikianlah, setelah perang itu selesai, dengan berbagai cara ia berusaha agar Jonker dikucilkan. Dan ternyata usahanya berhasil. Karena merasa dikucilkan, Jonker akhirnya bangkit melawan Kompeni, walupun gagal.

Demikianlah, sekilas tentang tokoh yang pangkatnya abadi melekat pada kawasan yang sebagian menjadi lapangan terbang, dan kemudian dijadikan arena Pekan Raya Jakarta.

Krukut
Merupakan nama kampung yang sekaligus juga nama kelurahan di kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Kampung Krukut terletak diantara dua kali,yaitu kali Ciliwung, dan kali Cideng. Batas – batas kampung Krukut adalah:

Sebelah Timur Jl. Gajah Mada dan sungai Ciliwung

Sebelah Selatan Kelurahan Petojo

Sebelah Barat :Kali krukut (Kali Cideng)

Sebelah Utara Jl. Kerajinan dan Kelurahan Keagungan.

Asal – usul nama kampung Krukut mempunyai beberapa versi diantaranya adalah:

1. Krukut berasal dari sindiran yang di berikan untuk orang yang hidupnya sangat hemat alias pelit (Krokot). Orang Betawi menyebut orang – orang Arab yang banyak tinggal dikampung itu dengan istilah Krukut, dengan merubah kata Krokot menjadi krukut.
 2. Krukut berasal dari kata kerkhof (bahasa Belanda) yang berarti kuburan. Pada masa lalu kampung tersebut merupakan tempat kuburan masyarakat pribumi (orang Betawi).

Karena lokasi kampung yang dekat dengan kota dan pelabuhan Sunda Kelapa, serta adanya dua kali yang merupakan jalur perdagangan maka banyak pedagang dari Arab yang bermukim di kampungan ini. Pada masa sekarang banyak dijumpai masyarakat Betawi, keturunan Arab yang mendiami kampung ini, sehingga ada istilah Arab Krukut (keturunan Arab dari Krukut).

Kwitang
Merupakan nama kampung sekaligus sekarang nama kelurahan yang ada di Jakarta Pusat. Nama ini berasal dari nama orang Cina yang Kaya – raya bernama Kwik Tang Kiam. Kwik Tang seorang tuan tanah yang kaya dan hampir semua tanah yang terdapat didaerah tersebut miliknya. Kwik Tang memiliki seorang anak tunggal yang mempunyai sifat yang tidak baik, dia suka berjudi dan mabok. Akhirnya karena sifat anaknya ini, setelah Kwik Tang meninggal semua tanah milik bapaknya ini habis terjual dan banyak yang dibeli oleh saudagar keturunan Arab. Sehingga sampai sekarang daerah ini disebut Kwitang dan banyak keturunan Arab yang timggal dikampung Kwitang.

Lapangan Banteng
Lapangan Banteng, yang pada jaman penjajahan Belanda disebut waterlooplein, tidak seluas Lapangan (Medan) Merdeka yang dahulu disebut Koningsplein, dan sekarang menjadi Lapangan Monumen Nasional atau Monas Jakarta Pusat.

Pada masa pemerintahan Kolonial Belanda Lapangan tersebut dikenal dengan sebutan Lapngan Singa, karena ditengahnya terpancang tugu peringatan kemenangan perang di Waterloo, dengan patung singa di atasnya. Tugu tersebut didirikan pada jaman pemerintahan pendudukan tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka namanya diganti menjadi Lapangan Banteng, rasanya memang lebih tepat, bukan saja karena singa mengingatkan kita pada lambang penjajah, tetapi juga tidak terdapat dalam dunia fauna kita.

Sebaliknya, banteng merupakan lambing nasionalisme Indonesia. Disamping itu, besar kemungkinan pada jaman dahulu tempat yang kini menjadi Lapangan itu dihuni berbagai macam satwa liar seperti macan, kijang, dan banteng. Pada waktu J.P. Coen membangun kota Batavia di dekat muara Ci Liwung, lapangan tersebut dan sekelilingnya masih berupa hutan belantara yang sebagian berpaya – paya (De Haan 1935:69).

Menurut catatan resmi, pada tahun 1632 kawasan tersebut menjadi milik Anthony Paviljoen Sr, dikenal dengan sebutan Paviljoensveld, atau Lapangan Paviljoen Jr. Agaknya, pemilik kawasan itu lebih suka menyewakannya kepada orang – orang Cina yang menanaminya dengan tebu dan sayur – mayor, sedangkan untuk dirinya sendiri ia hanya menyisakan hak untuk berternak sapi.

Pemilik berikutnya adalah seorang anggota Dewan Hindia, Cornelis Chastelein, yang memberi nama Weltevreden, yang kurang lebih artinya ‘sungguh memuaskan”, bagi kawasan tersebut setelah berganti – ganti pemilik, termasuk Justinus Vinck yang mulai pertama membangun Pasar Senen, pada tahun 1767, tanah Weltevreden menjadi milik Gubernur Jenderal Van der Parra. Pada awal abad ke-19 Weltevreden semakin berkembang tangsi pasukan infanteri juga berbagai kesenjataan lainnya yang tersebar sampai ke Taman Pejambon dan Taman du Bus, di belakang kantor Departemen Keuangan sekarang.

Pada pertengahan abad ke-19 Lapangan Banteng menjadi tempat berkumpulnya golongan elit Kota Batavia. Setiap Sabtu sore sampai malam doperdengarkan musik militer (V.I. van de Wall 1933: 18-19).

Lebak Bulus
Kawasan Lebak Bulus dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kleurahan Lebak Bulus, Kecamatan Cilandak, Kotamadya Jakarta Selatan.

Nama kawasan tersebut diambil dari kantor tanah dan fauna lebak berarti “lembah” dan bulus adalah “kura – kura yang hidup di darat dan air tawar”(Satjadibrata 1951:192, 56), jadi dapat disamakan dengan lembah kura- kura. Mungkin pada jaman dulu di Kali Grogoldan Kali Pesanggrahan yang mengalir di kawasan tersebut banyak kura – kura, alias bulus.

Berdasarkan Surat Kepemilikan Tanah (Erfbrief) yang dikeluarkan oleh yang berwenang di Batavia tertanggal 2 September 1675 kawasan Lebakbulus adalah milik Bapak Made dan Bapak Candra, yang dapat diwariskan. Menurut catatan harian di Kastil Batavia tertanggal 12 Februari 1687 Bapak Made adalah seorang Jawa berpangkat letnan. (Pada waktu itu setiap penduduk asli pulau Jawa disebut orang Jawa, tidak dibedakan sebutannya antara orang Jawa, Sunda dan Madura).

Karena tanahnya sangat subur, kawasan itu oleh Bapak Made dibuka dijadikan sawah dan kebun, yang selanjutnya terpelihara dengan baik. Tetapi setelah dia meninggal pada tanggal 16 Agustus 1720, tanpa sebab yang jelas, seluruh tanahnya diambil kembali oleh Kompeni, untuk kemudian jatuh ke tangan orang Eropa, yang mengganti namanya menjadi Simplicitas (baca: simplisitas) (De Haan, 1911: 167). Sekitar tahun 1789 kawasan itu tercatat sebagai milik David Johannes Smith.

Mungkin olehnya dijual kepada Pieter Welbeeck yang pada tahun 1803 tercatat sebagai pemiliknya (De Haan, 1910:103). Pada peta yang diterbitkan oleh Topograpisch Bureau tahun 1900, di bagian barat – daya kawasan itu masih tercantum lokasi rumah peristirahatan ( landhuis) bernama Simplicitas, tidak begitu jauh dari penggilingan padi yang terletak di tepi sebelah timur Kali Pesanggrahan.

Luar Batang
Kawasan Luarbatang, yang terkenal karena adanya makam yang dikeramatkan di dalam masjid tua, Masjid Luarbatang, termasuk wilayah Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara. Letaknya terhimpit antara terusan. Pelabuhan Sundakelapa dan kawasan perumahan elit, Pluit.

Menurut legenda, kawasan itu disebut Luarbatang, sebagai kenangan atas peristiwa ajaib, yang terjadi pada saat jenazah Sayid Husein, seorang penyebar agama Islam yang sangat tinggi ilmunya, akan diturunkan ke liang lahat. Walau kerandanya, yang menurut istilah setempat biasa disebut kurung batang, dibuka, ternyata jenazahnya sudah raib, entah kemana, keluar sendiri dari kurung batang, tanpa tanpa dilihat orang. Itulah sebabnya, maka kawasan itu dikenal dengan sebutan Luarbatang.

Menurut sejarah, kawasan itu disebut Luarbatang, karena terletak di luar batang pemgempangan, atau penghalang, yang diletakkan melintang di muara Ci Liwung. Pengempangan itu terbuat dari batang kayu diperkuat dengan besi. Setiap sekoci, sampan, perahu, dan sebagainya yang akan masuk berlayar di Ci Liwung menuju Kota wajib membayar beamasuk, semacam membayar tol dewasa ini, bila kendaraan hendak memasuki jalan tol ( De Haan 1935: 186) Kampung Luarbatang biasa disebut Kramat Luarbatang, karena di sana terdapat makam yang dikeramatkan, yaitu makam Sayid Husein bin Abubakar bin Abdullah al Aydrus.

Beberapa puluh tahun ulama itu, yang oleh sementara orang dipercayai sebagai keturunan Nabi Muhammad, biasa berdakwah di kota – kota pesisir utara Pulau Jawa, dari Batavia sampai Surabaya. Ulama kharismatis itu wafat sekitar tahun 1796, dimakamkan diluar masjid yang dibangun sekitar tahun 1796. Makamnya ditembok sekitar tahun 1812. Waktu dilaksanakan perluasan masjid, sekitar tahun 1827, makam keramat itu menjadi berada di dalam ruangan masjid (J.R Van Diessen 1989:185).

Manggarai
Kawasan Manggarai dewasa ini terbagi menjadi dua kelurahan, Kelurahan Manggarai Selatan dan Kelurahan Manggarai Utara, wilayah Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan.

Nama kawasan itu mungkin diberikan oleh kelompok penghuni awal, yaitu orang – orang Flores Barat (Murray 1961:38). Mereka menamai tempat pemukimannya yang baru, Manggarai, sebagai pengikat kenangan pada kampung halaman mereka yang ditinggalkan.

Menarik untuk dikemukakan, bahwa sebelum pecahnya Perang Dunia di Manggarai berkembang sebuah tarian yang disebut lenggo, diiringi orkes yang antara lain terdiri atas tiga buah rebana biang. Jaap Kunst, seorang ahli etnomusikologi, dalam bukunya Musik in Java jilid II, menyajikan gambar tarian tersebut. Dewasa ini tari tersebut, yang namanya berubah menjadi tari belenggo , menjadi salah satu tari tradisi Betawi dan tersebar di beberapa tempat.

Menurut keterangan dari H. Abdurrahman, mantan Kepala Jawatan Kebudayaan Propinsi Nusatenggara Timur, di Bima terdapat pula tari jenis itu.namanya pun sama, yakni tari lenggo tidak mustahil kalo tari belenggo Betawi merupakan perkembangan dari tari lenggo Bima, melalui orang – orang Flores Barat yang menjadi penghuni awal kawasan Manggarai adalah bengkel dan stasiun kereta api, serta sebuah kompleks perumahan yang tertata cukup rapi, berbeda dengan perumahan di sekitarnya yang tampak dibangun tanpa perencanaan yang cermat.

Marunda
Kawasan Marunda sekarang menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Marunda, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara. Namanya diambil dari nama sungai yang mengalir di situ, yaitu Kali Marunda.

Marunda adalah sebutan setempat bagi semacam pohon mangga yang aroma buahnya wangi menyengat, biasa disebut lembem atau kebembem. Nama ilmiahnya: Mangifera Laurina BI (Fillet 1888:210).

Nama kawasan itu mulai disebut – sebut pada pertengahan di tepi sebelah barat Kali Marunda. Kubu tersebut pada tahun 1664 dipindahkan ke tepi sebelah barat Kali Bekasi, dikenal dengan sebutan Wagt Barangcassi. Dengan keputusan pimpinan VOC di Batavia tanggal 19 September 1747, ditetapkan bahwa di Marunda dibangun lagi kubu pertahanan yang pengurusannya diserahkan kepada Justinus Vinck, Tuan tanah yang antara lain memiliki Pasar Senen, yang sangat berkepentingan untuk menjaga rumah peristirahatannya (Landhuis Cilincing) berikut tanah – tanah di sekitarnya. (De Haan 1911, (II):408).

Matraman
Dewasa ini Matraman menjadi nama sebuah kecamatan, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur.

Mengenai asal – usul namanya, sampai sekarang belum diperoleh keterangan yang cukup memuaskan. Pada umumnya memperkirakan kawasan itu dahulu dijadikan perkubuan oleh pasukan Mataram dalam rangka penyerangan Kota Batavia, melalui darat. Tidak mustahil kalau di kawasan itu dibangun kubu – kubu pasukan dari Sumedang dan Ukur (Bandung). Pada waktu Mataram menyerang Batavia, Ukur dan Sumedang merupakan bagian dari Kesultanan Mataram, dan memang diberitakan ikut berpartisipasi.

Prof. Dr. Joko Soekiman dalam disertasinya yang kemudian diterbitkan dengan judul Kebudayaan Indis, menyatakan bahwa. “Di JakartaMatraman merupakan tempat tinggal Tuan Matterman “ (Soekiman 2000:217) tanpa keterangan lebih lanjut mengenai sumbernya.

Dugaan lainnya, nama tersebut adalah warisan pengikut Pangeran Diponegoro, sebagaimana ditulis oleh Mohammad Sulhi dalam Majalah Intisari Juni 2002, dengan Judul Betawi yang Tercecer di Jalan. Dugaan ini mungkin melesat, karena jauh sebelum Perang Diponegoro, pada tahun 1789 Matraman sudah disebut – sebut sebagai milik tuan tanah David Johannes Smith (De Haan 1910, (I):64).

Menurut F. de Haan dalam bukunya yang berjudul Oud Batavia, kawasan itu diberikan kepada orang – orang Jawa dan Mataram ( De Haan 1935:67) mungkin setelah Mataram berada di bawah pengaruh Kompeni, menyusul ditandatanganinya perjanjian antara Mataram dengan VOC tertanggal 28 Februari 1677 (Colenbrander 1925:173).

Mungkin orang – orang Mataram yang ditempatkan dikawasan itu, adalah mereka yang pada pertengahan abad ketujuhbelas diberitakan berada disekitar Muaraberes sampai di kawasan Karawang (De Haan 1910, 1:262). Di antara mereka mungkin ada yang mempunyai keahlian, sebagai pengrajin barang – barang dari perunggu, atau gangsa, mereka membuka usaha di tempat yang kini dikenal dengan nama Pegangsaan.

Menteng
Merupakan nama daerah yang ada di selatan kota Batavia. Semula daerah ini merupakan hutan dan banyak ditumbuhi pohon buah – buahan. Karena banyaknya pohon Menteng yang tumbuh di daerah ini, maka masyarakat mengaitkan nama tempat ini dengan Kelurahan dan sekaligus juga nama Kecamatan yang ada di wilayah Jakarta Pusat.

Sejak tahun 1810 wilayah ini telah mulai dibuka oleh Gubernur Jenderal Daendels untuk daerah pengembangan kota Batavia. Kemudian pada tahun 1912 tanah yang ada disekitar kampung Menteng ini dibeli oleh pemerintah Belanda untuk dijadikan perumahan bagi pegawai pemerintah Hindia Belanda.

Sampai sekarang kita dapat menyaksikan peninggalan Belanda di perumahan Menteng. Rumah – rumah ini dibangun dengan konsep rumah Belanda yang dikombinasikan dengan gaya rumah Jawa atau disebut juga dengan konsep Indis ( percampuran gaya rumah Belanda dengan gaya rumah Jawa).

Wilayah Menteng dalam perkembangannya dipertegas lagi dengan membagi – bagi nama Menteng, sehingga terdapat nama kampung lebih kecil didalam kampung yang luas, ada nama Menteng atas, Menteng Dalam, Menteng Pulo dan sebagainya.

Pal Merah
[Aries] PALMERAH, Berasal dari kata Pal (batas,patok) Merah, Yaitu berupa Pal/ patok berwarna merah, yang dijadikan tanda batas wilayah Batavia ke arah Bogor. Dulu gubernur Belanda kalau hendak berlibur ke Istana Bogor melewati jalur tersebut. Dan mereka naik kereta Kuda. Dan untuk peristirahatan mereka di perjalanan yaitu JOGLO, berasal dari sebuah rumah model jawa (joglo) dan untuk Kuda kuda penarik kereta mereka distirahatkan., Namanya POS PENGUMBEN asal kata dari pos untuk ”Ngumbe” atau minum.
 Begitu juga nama dari Pal Besi, Pal meriam yang disebutkan dlm makalah.

Paal Meriam
Merupakan nama tempat yang terletak di antara perapatan Matraman dengan Jatinegara. Asal usul nama tempat ini berasal dari suatu peristiwa sejarah yang terjadi sekitar tahun 1813. Pada waktu itu pasukan artileri meriam Inggris mengambil tempat di daerah ini untuk posisi meriam yang siap ditembakkan. Pasukan meriam Inggris disiapkan didaerah ini untuk melakukan penyerangan ke kota Batavia. Peristiwa tersebut sangat berkesan bagi masyarakat sekitar daerah itu, sehingga menyebut daerah ini dengan sebutan tempat paal meriam (tempat meriam disiapkan).

Cerita lain menyebutkan bahwa pada waktu Gubernur Jenderal Daendels membuka jalan yang disebut dengan jalan trans Jawa dari Anyer (Banten) ke Panarukan (Jawa Timur), daerah paal meriam ini dipasang patok jalan yang terbuat dari meriam yang sudah tidak terpakai. Masyarakat setempat sering melihat meriam tersebut sebagai patok jalan atau disebut juga paal jalan yang terbuat dari meriam, maka daerah itu disebut dengan paal meriam.

Pajongkoran
Wilayah Kelurahan Koja Selatan, Kecamatan Tanjungpriuk, dan Wilayah Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara, sampai akhir tahun enampuluhan abad ke-20 lalu dikenal dengan sebutan Pajongkoran. Entah apa sebabnya nama itu dihilangkan dan peta – peta yang terbit kemudian.

Kawasan tersebut dikenal dengan nama Pajongkoran, karena dari tahun 1676 sampai tahun 1682 dikuasai oleh Kapten Jonker, seorang kepala pasukan orang- orang Maluku yang mengabdi kepada VOC.

Kata Jonker bukanlah nama diri, melainkan gelaran, yaitu padanaan dari tamaela, gelaran kehormatan di Ambon pada jaman itu. Pada sebuah akte tertanggal 22 Nopember 1664, namanya ditulis JonckerJouwa de Manipa (De Haan 1919:228 – 229).

Tanah seluas itu diberikan sebagai hadiah bagi jasa – jasanyadi berbagai medan perang, seperti di Timor, Srilangka di bawah Van Goens di Sumatera Barat di bawah Poleman, di Sulawesi Selatan di bawah Speelman, di Jawa Timur pada waktu Kompeni “membantu” Mataram memadamkan pemberontakan Pangeran Trunojoyo, di Palembang dan terakhir pada peperangan di Banten, waktu Kompeni “membantu” Sultan Haji melawan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa (De Haan 1935:372). Pada tahun 1682 (Poespo Negoro 1984, (III):71).

Menjelang akhir hayatnya, Jonker merasa disia – siakan disamping mendapat tekanan – tekanan dari pejabat – pejabat Belanda yang tidak menyenanginya, seperti Mayor Isaac de Saint Martin, yang memimpin Kompeni ke Banten, sebelum pasukan yang dipimpin Jonker terlibat dalam peperangan itu. Pada tahun1689, dengan tuduhan akan berbuat makar, tempat kediamannya diserbu, Jonker sendiri menemui ajalnya dengan tragis.

Pancoran
Pancoran terletak di Kelurahan Glodok, Kecamatan Tamansari Kotamadya Jakarta Barat.

Pancoran berasal dari kata Pancuran. Di kawasan itu pada tahun 1670 dibangun semacam waduk atau “aquada” tempat penampungan air dari kali Ciliwung, yang dilengkapi dua buah pancuran itu mengucurkan air dari ketinggian kurang lebih 10 kaki.

Dari sana air diangkut dengan perahu oleh para penjaja yang menjajakannya disepanjang saluran – saluran (grachten) di kota. Dari tempat itu pula kelasi- kelasi biasa mengangkut air untuk kapal – kapal yang berlabuh agak jauh dilepas pantai, karena dipelabuhan Batavia kapal tidak dapat merapat. Karena banyaknya yang mengambil air dari sana, sering kali mereka harus antri berjam – jam. Tidak jarang kesempatan itu mereka manfaatkan untuk menjual barang – barang yang mereka selundupkan.

Dari penampungan di situ kemudian air disalurkan ke kawasan kastil melalui Pintu Besar Selatan. Rancangannya sudah dibuat pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Durven (1728 – 1732), tetapi dilaksanakan pada awal masa Van Imhoff berkuasa (1743 – 1750). Dengan demikian maka pengambilan air untuk keperluan kapal menjadi tidak terlalu jauh sampai melewati kota.

Dengan adanya saluran air dari kayu itu, maka di halaman Balikota (Stadhuis) dibuat pula air mancur. Sisa – sisa salurannya masih ditemukan pada tahun 1882, yang ternyata berbentuk balok kayu persegi empat yang dilubangi, disambung – sambung satu sama lain direkat dengan timah (De Haan 1935; 299 – 300).

Pasar Baru
Merupakan nama sebuah pasar yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Sebutan nama Pasar Baru, karena pasar ini merupakan pasar yang ada belakangan setelah lingkungan sektor lapangan Gambir dibuka oleh Gubernur Jenderal Daendels. Daerah yang dibangun oleh Daendels sebagai pusat pemerintahan Hindi Belanda yang baru, daerah ini disebut Weltevreden ( tempat yang menyenangkan). Disekitar weltevreden telah ada pasar seperti pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Untuk membedakan satu sama lain, Daendels menyebut pasar itu sebagai Pasar Baru. (Yang baru dibangun).

Lahan sebagai lokasi Pasar Baru telah dibeli oleh Daendels dan telah direncanakan sebagai tempat pembangunan pasar sejak tahun 1821. Pasar ini bertujuan untuk menjual kebutuhan masyarakat Eropa yang bermukim di Weltevreden. Pembangunan Pasar Baru dimulai pada tahun 1821. sejak I Januari 1825, kios (bangunan) yang ada di Pasar Baru mulai disewakan kepada pedagang yang umumnya dari kelompok Cina, India dan Arab.

Pada awal mulanya, hari pasar di Pasar Baru adalah Senin dan Jumat, kemudian berubah menjadi setiap hari karena masyarakat Eropa mulai bertambah banyak. Pengunjung lebih banyak dating ke Pasar Baru dan merupakan kebiasaan masyarakat Eropa yang keluar rumah dengan dandanan ala Eropa melakukan perjalanan dan belanja ke Pasar Baru.

Dapetnya dari : http://supermilan.wordpress.com/2011/05/

Kisah Jakarta "ASAL USUL NAMA DAERAH DI JAKARTA PART 2"

http://massandry.blogspot.com
Gambir
Sekarang kampung Gambir tinggal kenangan saja, yang tersisa adalah nama Kelurahan Gambir dan nama Stasiun Gambir yang masih tertinggal pada salah satu stasiun yang ada di wilayah Jakarta Pusat. Wilayah yang termasuk pada kawasan Gambir batas – batasnya adalah: diutara jalan Veteran, di Selatan jalan Kebon Sirih, di Barat jalan Mojopahit dan di Timur kali Ciliwung. Kata Gambir sudah dikenal sejak nama, sejak kawasan ini mulai mengacu pada sebutan masyarakat lokal yang melihat banyaknya pohon gambir yang tumbuh dikawasan ini.

Sebelum dikembangkan oleh Daendles sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda di daerah baru yang disebutnya Weltevreden, sejarah kawasan ini telah dimulai sejak tahun 1658 masih berupa daerah rawa – rawa dan padang ilalang. Oleh pemiliknya yang bernama Anthony Paviljoen daerah ini telah mulai disewakan kepada masyarakat Cina untuk digarap sebagai lahan pertanian tebu, pertanian sayur – sayuran dan sawah. Setelah makin berkembang didaerah ini timbul pasar yang berlanjut terus sebagai pasar tempat memeperingati hari lahir ratu Belanda yang di adakan pasar malam setiap tahun. Pasar yang tumbuh dan berkembang terus itu disebut pasar Gambir.

Setelah Daendels berkuasa dan memindahkan pusat pemerintahan dari Kota ke Weltevreden yang dalam bahasa Belanda berarti tempat yang paling ideal sebagai lokasi pemukiman (tempat yang nyaman), maka Belanda mulai membangun berbagai macam sarana prasarana perkotaan di daerah baru ini. Salah satu sarana perkotaan yang terkenal pada waktu itu adalah lapangan koningsplein yang disebut juga oleh masyarakat lokal dengan nama lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta).

Lapangan ini mengingatkan kita pada peristiwa rapat raksasa rakyat Jakarta yang terjadi dilapangan IKADA ini. Pada masa lalu, dilapangan ini terdapat perkumpulan olah raga dan yang paling terkenal adalah Bataviaasche Sport Club (BSC) dan Batavia Buitenzorg Wedloop Societet (BBWS). BSC adalah perkumpulan olahraga biasa dan BBWS adalah perkumpulan olah raga berkuda.

Setelah pembangunan Monumen Nasional (Monas) dimulai pada tahun 1962, Lapangan Gambir dan perumahan Departemen Pekerjaan Umum (DPU), serta perumahan Djawatan Kereta Api (DKA) ikut tergusur untuk ikut tergusur juga dan nama pasar tersebut diabadikan pada lokasi Pekan Raya Jakarta (PRJ) di Kemayoran. Yang tersisa dari kata Gambir untuk masa sekarang adalah nama stasiun Gambir dan nama Kelurahan Gambir.

Glodok
Glogok dewasa ini dijadikan nama sebuah kelurahan di wilayah kecamatan Tamansari, Kotamadya Jakarta Barat.

Mengenai asal – usul nama kawasan itu terdapat beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari kata grojok, onomatopi suara kucuran air dari pancuran. Memang cukup masuk akal, karena di sana jaman dulu terdapat semacam waduk penampungan air dari kali Ciliwung, yang dikucurkan dengan pancuran terbuat dari kayu dari ketinggian kurang lebih 10 kaki. Kata grojok diucapkan oleh orang – orang. Tionghoa totok, penduduk mayoritas kawasan itu jaman dulu berubah menjadi Glodok sesuai dengan lidahnya.

Keterangan lainnya menyebutkan, bahwa kata glodok diambil dari sebutan terhadap jembatan yang melintas Kali Besar (Ciliwung) di kawasan itu, yaitu jembatan Glodok. Disebut demikian karena dahulu di ujungnya terdapat tangga – tangga menempel pada tepi kali, yang biasa digunakan untuk mandi dan mencuci oleh penduduk di sekitarnya. Dalam bahasa Sunda, tangga semacam itu disebut glodok, sama seperti sebutan bagi tangga rumah.

Mandi di kali pada jaman dulu, bukan hanya kebiasaan orang bumiputra saja melainkan menjadi kebiasaan umumnya penduduk, termasuk orang – orang Belanda yang berkedudukan tinggi sekalipun ( De Haan, 1935: 193 dan 294).

Gondangdia
Merupakan nama kampung yang sekarang berada ditengah pemukiman elit Menteng Jakarta Pusat. Nama Gondangdia cukup dikenal dikalangan masyarakat awam di Jakarta karena sering disebut dalam lagu Betawi, Cikini sigondang dia, saya disini karena dia. Batas – batas wilayah Gondangdia adalah:

- Sebelah Utara jalan K.H. Wahid Hasyim

- Sebelah Selatan Jalan Sutan Syahrir

- Sebelah Barat kali Cideng

- Sebelah Timur jalan Rel Kereta Api.

Asal usul nama kampung Gondangdia ternyata ada beberapa versi, diantaranya adalah:

1. Nama Gondangdia berasal dari nama pohon Gondang (sejenis pohon beringin) yang tumbuh pada tanah basah atau berair. Kemungkinan pada masa lalu ada pohon Gondang yang tumbuh di daerah ini.

2. Nama Gondangdia berasal dari nama binatang air sejenis keong Gondang. Yang artinya keong besar. Kemungkinan pada masa lalu didaerah ini banyak terdapat keong besar, sehingga masyarakat menyebut tempat ini dengan menyebut nama keong.

3. Nama Gondangdia berasal dari nama seorang kakek yang terkenal dan disegani oleh masyarakat sekitar kampung. Kakek ini mempunyai nama kondang dan sering juga dipanggil Kyai kondang Karena terkenal dikalangan masyarakat kampung, nama kakek kondang sering disebut – sebut dan masyarakat sering mengaitkan nama tempat itu dengan nama kakek, maka disebut dengan gondangdia (kakek dia yang tersohor).

Jatinegara
Jatinegara dewasa ini menjadi nama sebuah Kecamatan. Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur, salah satu pusat Kota Jakarta yang multipusat itu.

Nama Jatinehara baru muncul pada kawasan tersebut, sejak tahun 1942, yaitu pada awal masa pemerintahan pendudukan balatentara Jepang di Indonesia, sebagai pengganti nama Meester Cornelis yang berbau Belanda.

Sebutan Meester Cornelis mulai muncul ke pentas sejarah Kota Jakarta pada pertengahan abad ke-17, dengan diberikannya izin pembukaan hutan dikawasan itu kepada Cornelis Senen adalah seorang guru agama Kristen, berasal dari Lontor, pulau Banda. Setelah tanah tumpah – darahnya dikuasai sepenuhnya oleh kompeni, pada tahun 1621 Senen mulai bermukim di Batavia, ditempatkan di kampung Bandan. Dengan tekun ia mempelajari agama Kristen sehingga kemudian mampu mengajarkannya kepada kaum sesukunya.

Dia dikenal mampu berkhotbah baik dalam bahasa Melayu maupun dalam bahasa Portugis (kreol) Sebagai guru, ia biasa dipanggil mester, yang berarti “tuan guru”. Hutan yang dibukanya juga dikenal dengan sebutan Mester Cornelis, yang oleh orang – orang pribumi biasa disingkat menjadi Mester. Bahkan sampai dewasa ini nama itu nampaknya masih umum digunakan oleh penduduk Jakarta, termasuk oleh para pengemudi angkot (angkutan kota).

Kawasan hutan yang dibuka oleh Mester Cornelis Senen itu lambat laun berkembang menjadi satelit Kota Batavia. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah oleh Pemerintah Hindia Belanda dibentuklah Pemerintahan Gemeente (kotapraja) Meester Cornelis, bersamaan dengan dibentuknya Gemeente Batavia. Kemudian, mulai tanggal 1 Januari 1936 Gemeente Meester Cornelis digabungkan dengan Gemeente Batavia.

Disamping kedudukannya sebagai gemeente, pada tahun 1924 Meester Cornelis dijadikan nama kabupaten, Kabupaten Meester Cornelis, yang terbagi menjadi 4 kewedanaan, yaitu Kewedanaan Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi, dan Cikarang (Kolonial Tidschrifft, Maart 1933:1).

Pada jaman Jepang pemerintah pendudukan jepang, nama Meester Cornelis diganti menjadi Jatinegara, bersetatus sebagai sebuah Siku, setingkat kewedanaan, bersama – sama dengan Penjaringan, Manggabesar, Tanjungpriuk, Tanahabang, Gambir, dan Pasar Senen.

Ketika secara administrative Jakarta ditetapkan sebagai Kotapraja Jakarta Raya, Jatinegara tidak lagi menjadi kewedanaan, karena kewedanaan dipindahkan ke Matraman, dengan sebutan Kewedanaan Matraman. Jatinegara menjadi salah satu wilayah Kecamatan Pulogadung, Kewedanaan Matraman (The Liang Gie 1958:144)

Jatinegara Kaum
Jatinegara Kaum dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, Kotamadya Jakarta Timur. Disebut Jatinegara Kaum, karena di sana terdapat kaum, dalam hal ini rupanya kata kaum diambil dari bahasa Sunda, yang berarti “tempat timggal penghulu agama beserta bawahannya” (Satjadibrata, 1949:149). Sampai tahun tigapuluh abad yang lalu, penduduk Jatinegara Kaum umumnya berbahasa Sunda (Tideman 1933:10).

Dahulu Jatinegara kaum merupakan bagian dari kawasan Jatinegara yang meliputi hamper seluruh wilayah Kecamatan Pulogadung sekarang. Bahkan di wilayah Kecamatan Cakung sekarang, terdapat sebuah kelurahan yang bernama Jatinegara, yaitu Kelurahan Jatinegara.

Dari mana asal nama Jatinegara serta kapan kawasan tersebut bernama demikian, belum dapat dinyatakan dengan pasti. Yang jelas nama kawasan tersebut baru disebut – sebut pada tahun 1665 dalam catatan harian (Dagh Register) Kastil Batavia, waktu diserahkan kepada Pangeran Purbaya beserta para pengikutnya. Pangeran Purbaya adalah salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Banten yang digulingkan dari tahtanya oleh putranya sendiri, Sultan Haji, dengan bantuan kompeni Belanda pada tahun 1682.

Setelah tertawan, Pangeran Purbaya beserta saudara – saudaranya yang lain, seperti Pangeran Sake dan Pangeran Sangiang, ditempatkan di dalam benteng Batavia. Kemudian , ditugaskan untuk memimpin para pengikutnya, yang ditempatkan dibeberapa tempat, seperti Kebantenan, Jatinegara, Cikeas, Citeurep, Ciluwar, dan Cikalong.

Orang – orang Banten yang bermukim di Jatinegara, awalnya dipimpin oleh Pangeran Sangiang. Karena dianggap terlibat dalam pemberontakan Kapten Jonker, kekuasaan Pangeran Sangiang di Jatinegara ditarik kembali, dan pada tahun 1680 diserahkan kepada Kiai aria Surawinata, mantan bupati Sampora, kesultanan Banten (T.B.G. XXX:138) yang setelah menyerah kepada kompeni diangkat menjadi Letnan, di bawah Pangeran Sangiang. Sampai tahun 1689.

Surawinata masih bermukim di Luarbatang . Setelah Kiai Aria Surawinata wafat, berdasarkan putusan Pimpinan Kompeni Belanda di Batavia tertanggal 27 Oktober 1699, sebagai penggantinya adalah putranya, Mas Muahmmad yang Panca wafat, sebagai penggantinya ditunjuk salah seorang putranya, Mas Ahmad. Pada waktu para bupati Kompeni diwajibkan untuk menanam kopi di wilayahnya masing – masing, penyerahan hasil pertanian itu dari tahun 1721 sampai dengan tahun 1723. tercatat atas nama Mas Panca. Baru pada tahun 1724 tercatat atas nama Mas Ahmad. Pada tahun 1740 rupanya Mas Ahmad masih menjadi bupati Jatinegara atas nama Mas Ahmad berjumlah 2.372,5 pikul, kurang lebih 14.650 kg.

Kebantenan
Kawasan Kebantenan, atau kebantenan, dewasa ini termasuk wilayah Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara.

Dikenal dengan sebutan Kebantenan, karena kawasan itu sejak tahun 1685 dijadikan salah satu tempat pemukiman orang – orang Banten, dibawah pimpinan Pangeran Purbaya, salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa. Tentang keberadaan orang – orang Banten dikawasan tersebut, sekilas dapat diterangkan sebagai berikut.

Setelah Sultan Haji (Abu Nasir Abdul Qohar ) mendapat bantuan kompeni yang antara lain melibatkan Kapten Jonker, Sultan Ageng Tirtayasa terdesak, sampai terpaksa meninggalkan Banten, bersama keluarga dan abdi – abdinya yang masih setia kepadanya. Mereka berpencar, tetapi kemudian terpaksa mereka menyerahkan diri, Sultan Ageng di sekitar Ciampea, Pangeran Purbaya di Cikalong kepada Letnan Untung (Untung Surapati).

Di Batavia awalnya mereka ditempatkan didalam lingkungan benteng. Kemudian Pangeran Purbaya beserta keluarga dan abdi – abdinya diberi tempat pemukiman, yaitu di Kebantenan, Jatinegara, Condet, Citeureup, dan Cikalong.

Karena dituduh terlibat dalam gerakan Kapten Jonker, Pangeran Purbaya dan adiknya. Pangeran Sake, pada tanggal 4 Mei 1716 diberangkatkan ke Srilangka, sebagai orang buangan. Baru pada tahun 1730 kedua kakak beradik itu diizinkan kembali ke Batavia. Pangeran Purbaya meninggal dunia di Batavia tanggal 18 Maret 1732.

Perlu dikemukakan, bahwa disamping Kabantenan di Jakarta Utara itu, ada pula Kabantenan yang terletak antara Cikeas dengan Kali Sunter, sebelah tenggara Jatinegara, atau sebelah barat daya Kota Bekasi. Di salah satu rumah tempat kediaman Pangeran Purbaya yang berada di baratdaya Bekasi itu ditemukan lima buah prasasti berhuruf Sunda kuno, peninggalan jaman kerajaan Sunda, yang ternyata dapat sedikit membuka tabir kegelapan Sejarah Jawa Barat.

Kampung Ambon
Merupakan penyebutan nama tempat yang ada di Rawamangun, Jakarta Timur. Nama ini sudah ada sejak tahun 1619. Pada waktu itu JP. Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC menghadapi persaingan dagang dengan Inggris. Untuk memperkuat angkatan perang VOC, Coen pergi ke Ambon mencari bantuan dengan menambah pasukan dari masyarakat Ambon. Pasukan Ambon yang dibawa Coen dimukimkan orang Ambon itu lalu kita kenal sebagai kampung Ambom, terletak didaerah Rawamangun, Jakarta Timur.

Kampung Bali
Di wilayah Propinsi DKI Jakarta terdapat beberapa kampung yang menyandang nama Kampung Bali, karena pada abad ketujuhbelas atau kedelapanbelas dijadikan pemukiman orang – orang Bali, yang masing – masing dipimpin kelompok etnisnya. Untuk membedakan satu sama lainnya, dewasa ini biasa dilengkapi dengan nama kawasan tertentu yang berdekatan, yang cukup banyak dikenal. Seperti Kampung Bali dekat Jatinegara yang dulu bernama Meester Corornelis, disebut Balimester, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur.

Balimester tercatat sebagai perkampungan orang – orang Bali sejak tahun 1667.

Kampung Bali Krukut, terletak di sebelah barat Jalan Gajahmada sekarang yang dahulu bernama Molenvliet West. Di sebelah selatan, perkampungan itu berbatasan dengan tanah milik Gubernur Reineir de Klerk (1777 – 1780), dimana dibangun sebuah gedung peristirahatan, yang dewasa ini dijadikan Gedung Arsip Nasional.

Kampung Bali Angke sekarang menjadi kelurahan Angke, Kecamatan Tambora Jakarta Barat. Disana terdapat sebuah masjid tua, yang menurut prasasti yang terdapat di dalamnya, dibangun pada 25 Sya’ban 1174 atau 2 April 1761. Dihalaman depan masjid itu terdapat kuburan antara lain makam Pangeran Syarif Hamid dari Pontianak yang riwayat hidupnya ditulis di Koran Javabode tanggal 17 Juli 1858. Dewasa ini mesjid tersebut biasa disebut Masjid Al- Anwar atau Masjid Angke.

Pada tahun 1709 di kawasan itu mulai pula bermukim orang – orang Bali di bawah pimpinan Gusti Ketut Badulu, yang pemukimannya berseberangan dengan pemukiman orang – orang Bugis di sebelah utara Bacherachtsgrach, atau Jalan Pangeran Tubagus Angke sekarang . Perkumpulan itu dahulu dikenal dengan sebutan Kampung Gusti (Bahan: De Haan 1935,(I), (II):Van Diesen 1989).

Kampung Bandan
Merupakan penyebutan nama Kampung yang berada dekat pelabuhan Sunda Kelapa atau masih dalam Kawasan Kota Lama Jakarta (Batavia) Berdasarkan informasi yang dapat dikumpulkan terdapat beberapa versi asal – usul nama Kampung Bandan.

1. Bandan berasal dari kata Banda yang berarti nama pulau yang ada di daerah Maluku. Kemungkinan besar pada masa lalu ( periode kota Batavia) daerah ini pernah dihuni oleh masyarakat yang berasal dari Banda. Penyebutan ini sangatlah lazim karena untuk kasus lain ada kemiripannya, seperti penyebutan nama kampung Cina disebut Pecinan. Tempat memungut pajak atau cukai (bea) disebut Pabean dan Pekojan sebagai perkampungan orang Koja (arab), dan lain – lain.
 2. Banda berasal dari kata Banda ( bahasa Jawa) yang berarti ikatan Kata Banda dengan tambahan awalan di (dibanda) mempunyai arti pasif yaitu diikat. Hal ini dapat dihubungkan dengan adanya peristiwa yang sering dilihat masyarakat pada periode Jepang, yaitu pasukan Jepang membaw pemberontak dengan tangan terikat melewati kampung ini menuju Ancol untuk dilakukan eksekusi bagi pemberontak tersebut.
 3. Banda merupakan perubahan ucapan dari kataPandan. Pada masa lalu di kampung ini banyak tumbuh pohon, sehingga masyarakat menyebutnya dengan nama Kampung Pandan

Kampung Makasar
Kawasan yang dahulu termasuk Kampung Makasar dewasa ini meliputi wilayah kelurahan Makasar dan sebagian dari wilayah Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Kramat Jati, Kotamadya Jakarta Timur.

Disebut Kampung Makasar, karena sejak tahun 1686 dijadikan tempat pemukiman orang – orang Makasar, di bawah pimpinan Kapten Daeng Matara (De Haan 1935:373).

Mereka adalah bekas tawanan perang yang dibawa ke Batavia setelah Kerajaan Gowa, dibawah Sultan Hasanuddin tunduk kepada Kompeni yang sepenuhnya dibantu oleh Kerajaan Bone dan Soppeng (Colenbrander 1925, (II):168: Poesponegoro 1984, (IV):208). Pada awalnya mereka di Batavia diperlukan sebagai budak, kemudian dijadikan pasukan bantuan, dan dilibatkan dalam berbagai peperangan yang dilakukan oleh Kompeni. Pada tahun 1673 mereka ditempatkan di sebelah utara Amanusgracht, yang kemudian dikenal dengan sebutan Kampung Baru (De Haan 1935:373).

Mungkin merasa bukan bidangnya, tanah di Kampung Makasar yang diperuntukan bagi mereka itu tidak mereka garap sendiri melainkan di sewakan kepada pihak ketiga, akhirnya jatuh ketangan Frederik Willem Preyer (De Haan 1935:373; 1910:57).

Salah seorang putrid Daeng Matara menjadi istri Pangeran Purbaya dari Banten yang memiliki beberapa rumah dan ternak di Condet, yang terletak disebelah barat Kampung Makasar (De Haan 1910:253).

Perlu dikemukakan, bahwa pada tahun 1810 pasukan orang – orang Makasar oleh Daendles secara administrative digabungkan dengan pasukan orang – orang Bugis (De Haan 1925:373).

Pada awal abad keduapuluhan, menjadi milik keluarga Rollinson (Poesponegoro 1986, (IV):295), “… tanggal 5 April (1916, pen.), yaitu ketika Entong Gendut memimpin gerombolan orang – orang berkerumun di depan Villa Nova, rumah Lady Rollinson, pemilik tanah partikelir Cililitan Besar”

Kampung Melayu
Kawasan Kampung Melayu merupakan wilayah Kelurahan Kampung Melayu dan sebagian dari wilayah Kelurahan Balimester, Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur.

Kawasan tersebut dikenal dengan sebutan demikian, karena mulai paro kedua abad ke- 17 dijadikan tempat pemukiman orang –orang Malayu yang berasal dari Semenanjung Malaka (sekarang Malaysia) dibawah pimpinan Kapten Wan Abdul Bagus.

Wan Abdul Bagus adalah anak Ence Bagus, kelahiran Patani, Thailand Selatan. Ia terkenal pada jamannya sebagai orang yang cerdas dan piawai dalam melaksanakan tugas, baik administratif maupun di lapangan sebagai perwira. Boleh dikatakan selama hidupnya ia membaktikan diri pada Kompeni. Dimulai sebagai juru tulis, kemudian menduduki berbagai jabatan, seperti juru bahasa, bahkan sebagai duta atau utusan. Sebagai seorang pria dia sering terlibat dalam peperangan seperti di Jawa Tengah, pada waktu Kompeni “membantu” Mataram menghadapi Pangeran Trunojoyo.

Demikian pula pada perang Banten, ketika kompeni “membantu “ Sultan Haji menghadapi ayahnya sendiri Sultan Ageng Tirtayasa. Waktu menghadapi pemberontakan Jonker, Kapten Wan Abdul Bagus terluka cukup parah. Menjelang akhir hayatnya ia dipercaya oleh Kompeni untuk bertindak selaku Regeringscommisaris, semacam duta, ke Sumatera Barat.

Kapten Wan Abdul Bagus meninggal dunia tahun 1716, ketika usianya genap 90 tahun. Kedudukannya sebagai kapten orang – orang Melayu digantikan oleh putranya yang tidak resmi, Wandullah, karena ahli waris tunggalnya, Wan Mohammad, meninggal dunia mendahului ayahnya. Menurut F. De Haan, Ratu Syarifah Fatimah, yang kemudian terkenal karena membuat Kesultanan Banten geger, adalah janda dari Wan Mohammad, jadi mantunya Wan Abdul Bagus.

Newer Posts Older Posts Home

Tokoh Islami "HABIB ABDURRAHMAN BIN ZEIN BIN ALI BIN AHMAD AL JUFRY"

http://massandry.blogspot.com Sayyidy al-Habib Abdurrohman bin Zein bin Ali bin Ahmad al-Jufri dilahirkan tahun 1938 di Semarang. Ayahand...

Blogger Template by Blogcrowds