Thursday, October 26, 2017

Bacaan Ringan "BABAD TANAH CIREBON - PART 5"

http://massandry.blogspot.com
Pupuh Keempatbelas
Sinom, 28 bait. Suatu ketika, Nabi Aliyas ( Ilyas ) menyamar sebagai seorang wanita pembawa roti. Ia menawarkan kepada Syarif Hidayat bahwa rotinya adalah roti sorga, dan barang siapa yang memakan roti itu, ia akan mengerti berbagai macam bahasa Arab, Kures, Asi, Pancingan, Inggris, dan Turki. Nabi Aliyas juga memberi petunjuk bahwa jika hendak mencari Muhammad ikutilah seseorang yang menunggang kuda di angkasa, dialah Nabi Khidir yang dapat memberi petunjuk. Wanita pemberi petunjuk itu hilang seketika dan tiba-tiba di angkasa tampak seorang penunggang kuda. Syarif Hidayat melesat ke angkasa lalu membonceng di ekor kuda. Nabi Khidir—penunggang kuda—menyentakkan kudanya hingga Syarif Hidayat terpelanting dan jatuh di negeri Ajrak di hadapan Abdul Sapari.

Abdul Sapari memberinya dua butir buah kalam muksan; sebuah dimakan habis oleh Syarif Hidayat dan terasa manis sekali, sementara sebuah lagi disimpan untuk lain waktu. Abdul Sapari menyatakan bahwa tindakan itu menjadi pertanda bahwa kelak akan timbul tantangan-tantangan di saat Syarif Hidayat menjadi sulltan. Tidak demikian halnya jika dua buah itu dihabiskan sekaligus. Akhirnya, buah Kalam Muksan yang sebuah lagi segera dimakan, namun rasanya sangat pahit dan sangat menyakitkan seperti sakitnya orang menghadapi sakratul maut. Ia pingsan seketika. Abdul Sapari segera memanggil patih Sadasatir untuk memasukkan Syarif Hidayat ke bubungan mesjid. Dari situ, Syarif Hidayat mikraj ke langit. Dalam perjalanan mikraj, pertama kali ia sampai di pintu dunia dan melihat orang-orang yang mati sabil serta mukmin yang alim dan kuat beribadat. Di langit kedua, ia bertemu dengan roh-roh wanita yang setia dan patuh pada suami. Di langit ketiga, ia bertemu dengan Nabi Isa yang menghadiahkan nama Syarif Amanatunggal. Di langit keempat, ia bertemu dengan ribuan malaikat yang dipimpin oleh Jibril, Mikail, Israfil, dan Izrail. Para pemimpin malaikat juga memberinya nama, antara lain, Malaikat Jibril memberi nama Syekh Jabar, Mikail memberi nama Syekh Surya, Israfil memberi nama Syekh Sekar, dan Izrail memberinya nama Syekh Garda Pangisepsari. Di langit kelima, ia bertemu dengan ribuan nabi, antara lain, Nabi Adam, Nabi Ibrahim, Nabi Musa. Mereka juga menghadiahi nama baru bagi Syarif Hidayat. Nabi Adam memberi nama Syekh Kamil, Nabi Ibrahim memberi nama Saripulla, dan Nabi Musa memberi nama Syekh Marut. Selanjutnya, Syarif Hidayat melihat neraka, dinding jalal, dan meniti sirotol mustakim. Akhirnya, ia tiba di langit ketujuh dan melihat cahaya terang benderang.

Pupuh Kelimabelas
Kinanti, 26 bait. Di langit ketujuh Syarif Hidayat “bertemu” dengan Nabi Muhammad yang sedang tafakur. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa ia sudah meninggal. Karena itu, ia tidak boleh mengajar umat manusia. Apalagi karena di dunia sudah ada wakilnya, yakni para fakir, haji, kitab Al qur’an, puji-pujian, dan segala macam ilmu telah lengkap di dunia. Akan tetapi, Syarif Hidayat berkeras tak mau berguru pada aksara. Ia ingin mendengar penjelasan langsung dari Nabi Muhammad, terutama tentang makna asasi kalimat syahadat dan perbedaannya dengan zikir satari. Nabi Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan Syarif Hidayat dan menganugerahkan jubah akbar. Syarif Hidayat diperintahkan agar pergi ke tanah Jawa, dan berguru kepada Syekh Nurjati di Gunung Jati, serta tetap memelihara dan menjaga syareat.

Syarif Hidayat lalu turun dari langit ketujuh ke puncak Mesjid Sungsang di Ajrak dan kembali ke Gunung Jati. Di sana, ia bertemu dengan bundanya yang sudah menjadi pertapa wanita bernama Babu Dampul, sedangkan Syekh Nurjati telah pindah ke gua Dalam.

Pupuh Keenambelas
Sinom, 27 bait. Syekh Nurjati berusaha menghindari pertemuan dengan Syarif Hidayat. Ketika tamunya datang, ia meninggalkan sepucuk surat dan meminta agar Syarif Hidayat menyusul ke Gunung Gundul. Ia segera menyusul ke Gunung Gundul, tetapi Syekh Nurjati pergi ke Gunung Jati. Akhirnya, atas petunjuk cincin Marembut, ia mencegatnya di tengah jalan. Keduanya mendiskusikan ilmu agama. Syekh Nurjati memberi nama syarif Hidayat denga nama Pangeran Carbon, dan kelak jika sudah menjadi sultan bergelar Sultan Jatipurba.

Selesai mengutarakan pesan-pesannya, Syekh Nurjati lenyap dan tidak pernah muncul lagi sebagai Syekh Nurjati melainkan sudah bernama Pangeran Panjunan atau Syekh Siti Jenar, dan bergelar Sunan Sasmita. Dengan perantaraan cincin Marembut, Syarif Hidayat melihat ke mana sebenarnya kepergian Syekh Nurjati. Kemudian, ia menjumpai ibunya di Gunung Jati, dan pergi ke Gunung Muria hendak menemui Syekh Kamarullah yang bergelar Syekh Ampeldenta.

Saat itu, Syekh Kamarullah sedang memberi wejangan kepada murid-muridnya agar dengan sungguh-sungguh mencari arti dan makna kalimah syahadat. Pangeran Kendal disuruh bertapa membisu, Pangeran Makdum disuruh tidur di tepi pantai, dan Pangeran Kajoran harus bertapa menentang matahari. Setelah murid-muridnya pergi, datanglah Syarif Hidayat. Lalu, keduanya mendiskusikan ilmu agama. Atas anjuran Syekh Ampeldenta, pergilah Syarif Hidayat ke Gunung Gajah menemui Syekh Bayanullah yang berasal dari Mekah.

Newer Post Older Post Home

Tokoh Islami "HABIB ABDURRAHMAN BIN ZEIN BIN ALI BIN AHMAD AL JUFRY"

http://massandry.blogspot.com Sayyidy al-Habib Abdurrohman bin Zein bin Ali bin Ahmad al-Jufri dilahirkan tahun 1938 di Semarang. Ayahand...

Blogger Template by Blogcrowds