Thursday, October 26, 2017

Bacaan Ringan "BABAD TANAH CIREBON - PART 6"

http://massandry.blogspot.com
Pupuh Ketujuhbelas
Amarandana, 48 bait. Di Gunung Gajah, Syekh Bayanullah ternyata telah berganti nama menjadi Pajarakan. Tetapi, saat ia menanam jagung, namanya menjadi Syekh Jagung atau Syekh Majagung, atau Ki Dares jika sedang enau. Suatu ketika, Ki Dares tengah bersenandung seraya memahat enau, datanglah Syarif Hidayat. Ki Dares kagum melihat keampuhan kalimah syahadat yang diucapkan oleh Syarif Hidayat yang dapat merontokkan buah pinang dan mengubahnya menjadi emas, dan ia berkeinginan untuk berguru kepadanya. Syarif Hidayat melanjutkan perjalanannya ke Nusakambangan untuk menemui Syekh Nataullaah yang telah bergelar Syekh Damarmaya yang mengamalkan ilmu makdum sarpin; siang malam terus menerus mandi dan tak pernah tidur seolah-olah airlah yang menjadi tumpuan harapan. Syarif Hidayat tiba di sana lalu membaca syadat serta merta air sungai tempat mandi Syekh Nataullah lenyap. Syarif Hidayat menyarankan kepada Syekh Damarmaya apabila ingin mengetahui makna syahadat datanglah ke Cirebon, kelak di waktu para wali berkumpul.

Lalu, Syarif Hidayat melanjutkan perjalanannya menemui Pangeran Kendal yang sedang bertapa membisu—siang malam berjalan sepanjang jalan tanpa berkata-kata. Seperti halnya ketika bertemu Syekh Damarmaya, Syarif Hidayat menjelaskan sekelumit ilmu kepada Pangeran Kendal dan menganjurkan supaya pergi ke Cirebon. Giliran selanjutnya mendatangi Pangeran Makdum yang sedang bertapa denga tidur di pantai serta pergi ke Madura menemui Pangeran Kajoran yang sedang bertapa dengan menentang matahari. Semua pertapa yang ditemuinya diundang ke Cirebon. Sebelumnya mereka menemui Syekh Ampel di Gunung Muria.

Cerita beralih pada kisah seorang raja di negara Atasangin yang masih beragama Budha. Ia telah mengetahui akan kedatangan Syarif Hidayat. Sebelum tamunya datang, ia beserta negaranya menghilang ke dasar laut. Syarif Hidayat kemudian meneruskan perjalanan dan bertemu dengan putra mahkota Keling sedang melarung jenazah ayahandanya. Atas anjurannya, jenazah Raja Keling kemudian dimandikan dan dikubur. Sesudah itu, ia melanjutkan perjalanan untuk kembali ke Mesir.

Pupuh Kedelapanbelas
Dangdanggula, 25 bait. Ketika Syarif Hidayat tiba di Mesir, ia diminta oleh adiknya, Syarif Arifin, untuk memangku jabatan sebagai Raja Mesir. Tetapi, ia tidak mau menjadi raja. Ia tetap memilih sebagai ulama. Ia hanya meminta kepada adiknya seorang kemenakannya yang bernama Pulunggana untuk diajak berkelana. Dari Mesir, Syarif Hidayat pergi ke Rum mengunjungi pamannya, Raja Yutta, lalu ke negeri Cina dan mengabdikan dirinya pada raja Cina.

Raja Cina mempunyai seorang putri yang teramat cantik bernama Ratna Gandum yang jath cinta kepada Syarif Hidayat. Ketika Syarif Hidayat hendak pulang ke Pulau Jawa, Ratna Gandum berniat mengikutinya, tetapi dilarang oleh orang tuanya. Meskipun demikian, ia memaksa dan akhirnya melarikan diri mengikuti Syarif Hidayat. Keduanya selamat sampai di Pulau Jawa dan menetap di Gunung Jati. Sejak saat itu, Gunng Jati semakin ramai sebagai pusat agama islam.

Tersebutlah Nyi Indang Geulis di Kebon Pesisir. Ia memiliki seorang anak perempuan bernama Pakungwati yang sudah menginjak remaja dan teramat cantik. Berita tentang wali yang berasal dari Mekah yang bermukim di Gunung Jati mengingatkan Indang Geulis akan pesan suaminya. Ia segera bersiap-siap pegi ke Gunung Jati beserta anaknya. Tak lupa pula, ia membawa kendaga yang ditinggalkan suaminya.

Sebelum Nyi Indang Geulis tiba di Gunung jati, terlebih dahulu telah datang tamu dari Gunung Muria, yakni Syekh Ampeldenta beserta murid-muridnya. Tujuan utamanya adalah membicarakan penyerangan terhadap negara Majapahit yang masih beragama Budha. Semuanya sepakat dengan rencana itu. Menyusul kemudian Nyi Indang Geulis bersama Nyi Pakungwati. Ia menyerahkan kendaga kepada Syarif Hidayat yang ternyata isinya sorban dan surat dari uaknya, Walangsungsang. Akhirnya, Syarif Hidayat menikah dengan Pakungwati dan mulailah pembangunan negara ( kota) Cirebon yang dimulai dengan pembangunan alun-alun dan istana yang kemudian terkenal dengan nama istana Pakungwati.

Pupuh Kesembilanbelas
Asmarandana, 18 bait. Pupuh ini menceritakan kisah Sunan Kalijaga sebagai kisah selingan dalam cerita Sunan Gunung Jati. Sunan Kalijaga adalah anak Dipati Tuban, Suryadiwangsa. Ia adalah anak tunggal yang telah menjadi yatim piatu sejak menjelang masa akil-baligh. Nama kecilnya adalah Nurkamal. Ia bercita-cita ingin menjadi manusia yang terpuji dan mulia. Setiap hari, ia membagi-bagikan sedekah kepada para menteri dan seluruh rakyatnya. Sedekahnya dibagikan tanpa pilih bulu, penjudi, pemadat, pemabuk, da para pelaku perbuatan maksiat, semuanya boleh ikut menghabiskan hartanya.

Suatu ketika, uang dan hartanya sudah habis ketika Nurkamal harus menyelenggarakan selamatan 1.000 hari kematian orang tuanya. Ia memanggil Patih Sutiman dengan maksud menggadaikan negeri Tuban kepada Patih Sutiman seharga 2.000 dinar. Akhirnya, negara dan rumah Kadipaten sudah digadaikan. Itu berarti, ia sudah tidak mempunyai rumah lagi, dan ia berniat untuk bersedekah di pasar. Di pintu gerbang, Nurkamal bertemu dengan kakek-kakek yang mempunyai dongeng berharg yang dapat menuntun manusia menuju kemuliaan. Nurkamal bingung sejenak; jika dongeng dibeli, ia urung sedekah. Jika bersedekah, ia akan kehilangan jalan kemuliaan. Akhirnya, ia memilih jalan kemuliaan. Nurkamal menyetujui untuk membeli dongeng si Kakek seharga 2.000 dinar. Mulailah si Kakek mendongeng yang berintikan empat hal :

Pertama, jangan suka membuka rahasia orang lain; kedua, jangan menolak rezeki; ketiga, jika mengantuk jangan lekas-lekas tidur; dan keempat, jika mendapat istri yang cantik jangan tergesa-gesa menidurinya. Si Kakek juga memberi sebuah baju tambal yang bernama si Gundhil yang berkhasiat dapat berjalan dengan cepat di angkasa dan memberi nama Nurkamal dengan sebutan syarif Durakhman. Lalu, Durakhman pergi ke Kerajaan rawan, dan mengabdi pada Adipati Urawan.

Newer Post Older Post Home

Tokoh Islami "HABIB ABDURRAHMAN BIN ZEIN BIN ALI BIN AHMAD AL JUFRY"

http://massandry.blogspot.com Sayyidy al-Habib Abdurrohman bin Zein bin Ali bin Ahmad al-Jufri dilahirkan tahun 1938 di Semarang. Ayahand...

Blogger Template by Blogcrowds