Tokoh Terkenal "MAULANA HASANUDDIN"
http://massandry.blogspot.com
Kedatangan Maulana Hasanuddin
Pada akhir abad ke-15 atau di awal abad ke-16 Masehi, Maulana Makhdum Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati di Cirebon, mengutus anaknya Maulana Hasanuddin agar datang ke Negeri Banten untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam, termasuk berdakwah kepada raja-raja Banten ketika itu, karena Syarif Hidayatullah telah mengetahui bahwa Maulana Hasanuddin sudah layak dan pantas untuk melakukannya. Tanpa ditemani banyak pengawal dan prajurit, Maulana Hasanuddin berangkat dari Cirebon dengan hanya ditemani oleh salah-seorang santri kenamaan yang biasa disebut Ki Santri, seorang santri yang ditunjuk langsung oleh Syarif Hidayatullah.
Ki Jong dan Ki Jo Mencari Pucuk Umun
pada suatu ketika, dua orang adjar datang ke Maulana Hasanuddin setelah Maulana Hasanuddin selesai melaksanakan sembahyang subuh. Ya Maulana Hasanuddin, ujar dua orang adjar itu, kami berdua adalah Ki Jong dan Ki Jo, yang sengaja datang untuk menemui Anda.
Saat itu, Maulana Hasanuddin merasa takjub dengan kedatangan dua orang adjar itu, dan Ki Jong dan Ki Jo pun kemudian melanjutkan maksud mereka. Kami berdua adalah keturunan Prabu Siliwangi yang datang ke negeri Banten Girang untuk menemani Kakanda Prabu Pucuk Umun. Kata Ki Jong dan Ki Jo. Ketika kami berdua tengah bertapa di Gua Periuk Tembaga atau Dalung, telah datang suatu petunjuk tentang pertemuan dengan Maulana, yang telah membuat kami segera menyudahi tapa kami karenanya. Begitulah Ki Jong dan Ki Jo menceritakan maksud kedatangan mereka kepada Maulana Hasanuddin, dan kemudian mereka pun melanjutkan cerita mereka. Dan sekembalinya kami dari pertapaan menuju Pakuan Banten Girang, kami tak menemukan Kakanda Prabu Pucuk Umun (atau Ragamulya Surya Kencana), dan saat itu dari orang-orang, kami mengetahui tentang kemasyhuran Anda, hingga kami berjumpa langsung dengan Anda sekarang ini.
Keesokan harinya, dengan bersama-sama, Maulana Hasanuddin, Ki Santri, Ki Jong, dan Ki Jo, menuju dan masuk ke dalam istana Pakuan Banten Girang untuk menemui keberadaan Prabu Pucuk Umun, yang ternyata istana itu telah sunyi dan Pucuk Umun pun tak ada di tempatnya, dan setelah mereka berkeliling mencari ke dalam istana Pakuan Banten Girang itu, mereka justru menemukan seorang laki-laki keturunan bangsa Jin, yang ketika bertemu dengan Maulana Hasanuddin, Ki Santri, Ki Jong dan Ki Jo, lelaki keturunan bangsa Jin itu, mengikrarkan diri memeluk agama Islam, dan kemudian lelaki keturunan bangsa Jin yang telah menganut Islam di hari itu pun diberinama Ki Santri, untuk menemani Ki Santri yang datang dari Cirebon.
Maulana Hasanuddin Ke Gunung Pulosari
Keesokan harinya, dengan ditemani Ki Jong, Ki Jo, dan dua Ki Santri serta sejumlah rakyat dan para penduduk Banten Girang, Maulana Hasanuddin pun berangkat dari Pakuan Banten Girang menuju ke Gunung Pulosari, hingga ketika mereka merasa lelah, mereka pun kemudian berteduh di sebuah pohon beringin yang letaknya di dekat kaki Gunung Pulosari arah sebelah timur. Di tempat itulah mereka menginap dan tinggal untuk beberapa hari, di sebuah tempat yang dikelilingi hutan belantara, yang kemudian tempat itu dinamakan Waringin Kurung.
Seperti telah diceritakan, di Gunung Pulosari itulah terdapat banyak tempat para Ajar dan Pandita, yang tempat-tempat itu telah diketahui Ki Jong dan Ki Jo. Selama sebulan berada di Waringin Kurung tersebut, Ki Jong dan Ki Jo sering datang ke Gunung Pulosari. Dan ketika kembali ke Waringin Kurung, selalu membawa sejumlah Ajar yang segera menganut agama Islam. Hingga dari hari ke hari semakin banyak para Ajar yang menganut agama Islam. Setelah tujuh kali Jumat, Maulana Hasanuddin pun mengutus Ki Jong dan Ki Jo, dengan ditemani sejumlah Ajar, untuk menemui Prabu Pucuk Umun di puncak Gunung Pulosari.
Sesampainya di puncak Gunung Pulosari, mereka mendapati Prabu Pucuk Umun tengah berkumpul dengan para punggawanya, yang ternyata telah mengetahui keberadaan Maulana Hasanuddin di Waringin Kurung. Dengan tenang Ki Jong dan Ki Jo pun masuk dan menemui Prabu Pucuk Umun. Kakanda Prabu Pucuk Umun, kata salah seorang dari mereka, sudah saatnya Maulana Hasanuddin yang akan menjadi pemimpin dan panutan di negeri ini, dan karena itu alangkah baiknya bila Kakanda Prabu Pucuk Umun menganut agama yang telah kami anut. Mendengar hal itu, Prabu Pucuk Umun pun menjadi murka, juga para punggawanya. Hai, Ki Jong! Balas Prabu Pucuk Umun, tidaklah mudah kami menukarkan agama begitu saja. Kecualia bila Panembahan barumu itu mau mengadu kesaktian. Karena itu alangkah baiknya bila kalian mempersiapkan diri saja untuk adu tanding antara aku dan panembahan barumu itu ditempat yang ditentukan.
Adu-Tanding Maulana Hasanuddin dan Prabu Pucuk Umun (Ragamulya Surya Kencana)
Setelah kedua belah pihak telah bersepakat, dan telah menyiapkan ayam yang akan disabungkan, maka di hari itu, pada 11 Rabiul Awal, orang-orang dari istana Pakuan Banten Girang dan para adjar dan pandita di Gunung Pulosari telah berkumpul untuk menyaksikan pertandingan sabung ayam antara Maulana Hasanuddin dan Ragamulya Surya Kencana alias Prabu Pucuk Umun. Saat itu, ayam keduanya saling mematuk, menghantam, mencabik, atau sesekali menghindari serangan lawannya, sebelum saling menyerang satu sama lain, yang diiringi oleh sorak-sorai para pendukung Maulana Hasanuddin dan Ragamulya Surya Kencana secara bergantian atau pun bersamaan.
Saat itu, semua yang hadir dan menyaksikan adu tanding kesumat itu merasa takjub dan heran ketika kedua ayam yang sama gagah dan perkasanya belum menandakan ada yang akan kalah di tengah arena. Bila ayam yang satu terpantik atau terjangkar oleh ayam yang lainnya, maka para pendukungnya akan bersorak gembira, dan begitu juga sebaliknya.
Adu-tanding sabung ayam itu juga disaksikan oleh Prabu Seda Sakti dan Jang Kangkalang dari Pakuan Pajajaran dan Agus Jong dan Agus Ju dari Pakuan Banten Girang. Sementara itu, Maulana Hasanuddin dan Raga Mulya Surya Kencana saling mengadu doa dan mantra agar ayam-ayam jalu mereka tetap gagah dan perkasa saat saling menyerang secara bersamaan dan bergantian. Anehnya, tanding sabung ayam yang telah berlangsung sejak pagi hingga sore itu belum juga menampakkan mana yang kalah. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melanjutkan adu tanding sabung ayam itu keesokan harinya.
Dan begitulah selanjutnya, adu tanding sabung ayam antara ayam Maulana Hasanuddin dan Ragamulya Surya Kencana atau Prabu Pucuk Umun itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dengan kekalahan ayam jalu milik Prabu Pucuk Umun. Sekarang sudah terbukti ayam milikku yang menang? Lalu apa keinginanmu selanjutnya? Ujar Maulana Hasanuddin. Tentu saja saya tetap tidak akan takluk dengan agama yang anda bawa, dan saya akan beradu tanding di medan laga! Jawab Ragamulya Surya Kencana. Ketika itu, Maulana Hasanuddin memberi isyarat kepada dua pengikutnya yang bernama Ki Santri untuk menghadapi dan melawan Prabu Pucuk Umun, dan ketika dua Ki Santri hendak memegang lengan Prabuk Pucuk Umun, seketika Prabu Pucuk Umun pun melompat ke atas pohon kelapa dan masuk ke dalam cumplung kelapa, sembari berteriak: Silahkan cari di mana gerangan aku berada?
Namun Maulana Hasanuddin pun kembali memberi isyarat kepada dua Ki Santri agar memanjat pohon kelapa tersebut, dan mereka pun segera meluruhkan dan melepaskan cumplung kelapa tempat persembunyian Prabu Pucuk Umun itu hingga jatuh ke tanah. Dan ketika itu pula Prabu Pucuk Umun kembali memekik sambil keluar dari cumplung kelapa tersebut. Melihat keadaan itu, giliran Ki Mas Jong yang melompat untuk menangkap Prabu Pucuk Umun, yang pada saat itu pun Prabu Pucuk Umun menantang Ki Mas Jong untuk dapat mencari dirinya yang memang segera menghilang dan bersembunyi itu. Ketika itulah Maulana Hasanuddin memerintahkan dua Ki Santri untuk mencarinya di setiap bunga melati yang hendak mekar, dan bantinglah bila menemukan bunga tersebut.
Betul saja. Prabu Pucuk Umun memang bersembunyi di dalam bunga melati, dan saat Ki Santri mendapatkan bunga melati tempat persembunyiannya itu, Ki Santri pun menyerahkannya kepada Maulana Hasanuddin, yang segera membanting bunga melati tersebut hingga terlontarlah kilatan-kilatan api yang diiringi pekikan suara Prabu Pucuk Umun. Saat itu, Maulana Hasanuddin cepat-cepat memberi isyarat kepada Ki Santri untuk menangkapnya, meski Ki Santri gagal melakukannya karena Prabu Pucuk Umun ketika itu melompat dan terbang ke udara, bersembunyi di balik awan putih, yang segera diikuti oleh dua Ki Santri, hingga mereka bertarung di angkasa.
Setelah Ki Santri merasa tak punya lagi kesempatan untuk menangkap Prabu Pucuk Umun, segera pula memutuskan kembali ke Waringin Kurung. Sebagian cerita menyatakan bahwa Prabu Pucuk Umun terpukul kepalanya hingga jatuh ke bumi, dan kemudian menyelam ke dalam bumi hingga sampai ke Tamansari, Pandeglang atau pergi ke Ujung Kulon.
Begitulah diceritakan bahwa Maulana Hasanuddin selama bertahun-tahun ada di daerah Gunung Pulosari demi menyebarkan agama Islam.