Tuesday, December 11, 2012

Bacaan Ringan "ENTONG GENDUT - PAHLAWAN DARI CONDET PART1"

http://massandry.blogspot.com
Setelah Vereenidge Oost Indische Compagnie atau VOC yang merupakan perusahaan multinasional (Kongsi Dagang) klasik diabad pertengahan milik Belanda menguasai pelabuhan Sunda Kelapa dan meratakan Istana Adipati (Pangeran) Jayakarta setelah perang singkat ditahun 1619, maka kekuasaan kolonial Eropa secara bertahap mulai ditegakkan dibumi nusantara yang kaya.
 
Namun kekuasaan itu tak mutlak menguasai Tanah Betawi yang terserak luas dari tepi kali Cisadane (Barat) hingga tepi kali Citarum (timur) maupun kedaerah yang lebih selatan hingga kawasan
Gunung Putri. VOC lebih memfokuskan diri untuk menguasai terlebih dahulu kerajaan-kerajaan diluar Tanah Betawi yang diberi nama baru oleh Belanda yakni Batavia.
 
Peperangan besar kemudian terjadi dan tercatat dalam sejarah. VOC berperang hebat dengan Kesultanan-kesultanan Mataram, Makassar, Palembang, Martapura, Riau, Banjarmasin, Lombok, Kerajaan Bali, Ulama Minangkabau, hingga Aceh. Selain itu juga sibuk memerangi pemberontakan Trunojoyo dan Untung Surapati.
 
Ditengah ekspedisi militer VOC itulah, tercipta pula perlawanan-perlawanan local di Tanah Betawi, seperti yang dilakukan oleh Entong Gendut. Seorang Jawara dari Condet. Entong Gendut adalah seorang petani biasa namun juga dikenal sebagai seorang pendekar Betawi yang mempunyai kedigjayaan diatas rata-rata.
 
Awal dan Jalannya Perlawanan
Prihatin akan penderitaan rakyat Condet yang saat itu ditindas oleh kekuasaan Belanda dan para tuan tanah maka tergeraklah Entong Gendut untuk melakukan perlawanan. Aksi heroik petani ini diawali oleh kebijakan VOC yang meminta penduduk untuk membayar upeti (pajak) atas hasil bumi dan tanah garapan para petani Condet. Jika tak mampu membayar maka akan disita kekayaannya atau disiksa dan ditahan dalam penjara.
 
Tentu saja hal ini menjadikan penduduk Condet yang miskin semakin menderita, namun mereka tak kuasa untuk menolak. Melihat hal ini, maka Entong Gendutmengumpulkan para tokoh ulama dan pendekar Condet guna menentangkebijakan yang menyengsarakan orang banyak itu. Ajakan tersebut
mendapatkan dukungan dari kalangan ulama, jawara dan tokoh-tokoh lainnya. Dengan dilandasi oleh semangat anti penindasan serta kolonialisme serta didukung oleh keberanian dan kemantapan tekad, maka Entong Gendut dan para tokoh Condet lainnya meminta penduduk untuk tidak membayar pajak terhadap VOC yang begitu kuat menguasai Batavia saat itu. Ajakan tersebut mendapat sambutan sebagian besar petani

Condet dan mendukung gerakan Entong Gendut, meski pada awalnya sempat merasa ketakutan akan ditangkap dan disiksa oleh Marsose (polisi khusus Belanda). Sadar akan resiko yang dihadapi dalam langkah perjuangannya itu, maka Entong Gendut pun menyiapkan barisan perlawanan yang terdiri
dari para jawara dan petani. Pemerintahan VOC tentu saja tak tinggal diam, tentaranya pun dikerahkan untuk menangkapi para petani pembangkang. Maka hasilnyapun dapat ditebak, banyak tokoh-tokoh penggerak penentangan bayar pajak itu yang ditangkapi dan dipaksa membayar upeti jika tidak sisksaan dan penjara menanti.
 
Salah satu tokoh perlawanan petani Condet yang ditangkap dan disiksa Belanda adalah Bang Latip, kawan karib Entong Gendut. Latip disiksa hebat dan direndam dirawa-rawa Asem Baris yang penuh lintah selama berhari-hari (daerah itu sekarang menjadi pool Taxi Gamya). Namun tatkala para Marsose Belanda hendak menangkap Entong Gendut, mereka mengalami kegagalan. Satu persatu serdadu bayaran itu tumbang atau terluka akibat sabetan golok dan pukulan silat pendekar Condet ini
beserta anak buahnya.
 
Berkali-kali upaya itu dilakukan namun berulang kali pula kegagalan didapat. Tak heran jika hanya kegagalan yang diperoleh. Sebab Entong Gendut adalah seorang pendekar Betawi yang tangguh dan sakti. Ia mempunyai ilmu halimunan (menghilang) dan kebal peluru.

Berlarutnya penumpasan aksi perlawanan Entong Gendut karena selain ia memiliki kesaktian juga didukung oleh sebagian besar petani Condet. Akibatnya banyak pula petani yang menjadi korban
kebrutalan Marsose yang kalap. Aksi polisionil Belanda tak lagi menangkapi para penggerak perlawanan tapi juga terhadap penduduk yang tak berdosa. Melihat itu Entong Gendut pun semakin meningkatkan perlawanannya. Daerah Condet pun membara dan api perlawanan meluas hingga kedaerah sekitarnya, Kramat Djati, Tjililitan hingga Kalibata dan Pasar Minggu. Dimana-mana nama Entong Gendut menjadi buah bibir masyarakat dan petinggi kolonial Belanda hingga ke Batavia.
Perlawananpun tak lagi bersifat pasif, tetapi mulai aktif dengan penyerangan barisan petani dan pendekar terhadap kepentingan Belanda. Gudang-gudang hasil bumi, kantor polisi, rumah-rumah tuan tanah kaki tangan Belanda pun diserang petani yang marah. Pun demikian sebaliknya,
Belanda tak segan-segan menembaki petani yang dianggapnya memberontak.
Keadaan makin tak terkendali, hingga akhirnya para pembesar VOC pun merasa perlu mendatangkan bala tentara yang lebih besar.Satu detasemen kavalery ( pasukan berkuda ) Belanda didatangkan
dari Bekasi, untuk memadamkan pemberontakan para petani Condet.
 
Mereka berkedudukan di Ciliitan Besar, satu areal yang tak jauh dari pusat perlawanan petani Condet, suatu daerah pertanian & perkebunan yang subur karena berada diatas lembah sungai Ciliwung. Kehadiran pasukan tambahan ini menjadi semangat baru bagi pasukan Belanda di Condet. Dan aksi-aksi penyergapan pun semakin massif dilakukan. Namun kehadiran pasukan dari Bekasi itu tak menyurutkan perlawanan Entong Gendut, yang membangun kubu perlawanannya di Bale Kambang.
 
Gugurnya Entong Gendut
Suatu ketika, Belanda menggerakkan pasukannya besar-besaran menyusuri kali Ciliwung kearah selatan. Tujuannya adalah menyerang Bale Kambang yang merupakan basis perlawanan Entong Gendut.
 
Sergapan tiba-tiba itu tak ayal membuahkan satu pertempuran yang hebat, bedil-bedil marsose berdesingan ditingkahi teriakan dan sabetan golok para petani dan pendekar Condet. Para pejuang pun berlarian mendekati pertahanan Belanda hingga pertarungan jarak dekat terjadi. Meski banyak korban jatuh, bukan alasan bagi Entong Gendut dan para petani Condet yang marah untuk mengejar serdadu Belanda. Takut dengan aksi nekat para pejuang, maka satu-persatu pasukan Marsose melarikan diri. Barisan penyerangan Belanda pun menjadi kocar-kacir. Sebagian besar berlari dan kemudian berenang menyeberangi kali Ciliwung dan ada pula yang menaiki rakit. Langkah ini diambil mengingat diseberang kali – yang masih luas saat itu – kubu pertahanan Belanda dibangun diantara rerimbunan pepohonan yang mengarah ke Pasar Minggu.
 
Saking semangatnya Entong Gendut pun turut mengejar menyeberangi kali Ciliwung tanpa menyadari bahaya yang mengancam. Para pejuang Condet yang lain memperingatkan pendekar ini agar tak menyeberangi sungai Ciliwung, karena mengetahui bahwa disitulah titik lemah tokoh pejuang Condet. Konon, kesaktian Entong Gendut akan luntur jika ia menyeberangi Kali Ciliwung.
 
Namun peringatan itu tak digubrisnya. Maka tak ayal begitu menjejakkan kaki di tepi sungai, berondongan peluru Marsose pun menyalak dan sedetik kemudian merobek tubuhnya. Belanda tampaknya memang sengaja menjebak Entong Gendut karena sebelumnya telah mendapatkan informasi dari para pengkhianat bahwa kesaktian Entong Gendut akan hilang jika menyeberangi Kali Ciliwung. Kemudian disusunlah strategi penyerangan itu, dengan sengaja membiarkan kekalahan di Bale Kambang dan kemudian lari menyeberangi sungai hingga memancing aksi pengejaran Entong Gendut dan kemudian menjebaknya diseberang sungai.
 
Tubuh perkasa Entong Gendutpun roboh tersungkur ke bumi bersama menyusul kemudian sekitar dua ratus pejuang lainnya yang tewas dalam pertempuran di Bale Kambang tersebut.
Kemudian oleh pasukan Marsose jasad Entong Gendut segera dibungkus dan dibawa ke Rumah Sakit Belanda di Kramat Djati (kini menjadi RS Polri) untuk disemayamkan. Tindakan ini diambil agar jasad pahlawan Betawi ini tak jatuh ketangan rakyat dan dikhawatirkan akan membangkitkan emosional rakyat Condet.

Pelopor Perlawanan Fisik Orang Betawi Terhadap Kolonial Berita gugurnya Entong Gendut menjadikan penduduk Condet, dan daerah sekitarnya seperti Djati lama dan Djati baru berkabung. Namun anehnya, saat akan dikuburkan, jasad Entong Gendut raib bak hilang ditelan bumi. Pihak Belanda pun panik dan menelusuri setiap rumah penduduk dan setiap jengkal tanah Condet guna mencari jasad pahlawan itu. Hingga akhirnya tak diketemukan, dan sampai saat ini pun tak diketahui dimana makam pejuang Betawi itu.
 
Perlawanan Entong Gendut terus diceritakan dari generasi ke generasi dan hidup dalam dada setiap pejuang Betawi dan kematiannya tak menyurutkan langkah perlawanan para jawara dan ulama Betawi sesudahnya. Tercatat di daerah Condet dan sekitarnya perlawanan terhadap Belanda tak surut,
 
Habib Muhsin, habib Muhammad Al-Attas, Bang Jamang, Bang Awab, Pitung, Mat Ronda, Mat Sabeni, Mat Item dan lain-lain bermunculan disetiap pelosok Tanah Betawi. Meski skala perlawanannya tak lagi bersifat massal dan frontal. Entong Gendut adalah pelopor perlawanan fisik Orang Betawi terhadap kolonialisme Belanda, ditengah perlawanan pasif seperti menolak sistem pendidikan Belanda, menolak agama Belanda, menolak bekerja dalam pemerintahan kolonial dan menolak semua yang berbau Belanda itulah yang kemudian menjadi ciri perlawanan mayoritas Orang
Betawi terhadap eksistensi kekuasaan Belanda di Bumi Jayakarta ini selama ini.

Newer Post Older Post Home

Tokoh Islami "HABIB ABDURRAHMAN BIN ZEIN BIN ALI BIN AHMAD AL JUFRY"

http://massandry.blogspot.com Sayyidy al-Habib Abdurrohman bin Zein bin Ali bin Ahmad al-Jufri dilahirkan tahun 1938 di Semarang. Ayahand...

Blogger Template by Blogcrowds