Tokoh Islami "HABIB ABDULLAH BIN ALWI AL HADDAD - HADDAD SHOHIBUR ROTIB PART 2"
http://massandry.blogspot.com
Ibadah Beliau
Pada masa Bidayahnya ( permulaannya ); setiap malam beliau mengunjungi seluruh masjid di kota Tarim untuk beribadah. Telah lebih 30 tahun lamanya beliau beribadah sepanjang malam. Ketika beliau berada di Bidayahnya, Al-Faqih Abdullah binAbu Bakar Al-Khotib, salah seorang guru Fiqih beliau, berkata :
”Aku bersaksi bahwa Syyidi Abdullah Al Haddad berada di Maqom Sayyid ath-Thoifah Junaid.”
Ratib Al Haddad dan Wirdul Lathif
ketika beliau berusia 27 tahun, beberapa orang ( Syi’ah ) Zaidiyyah masuk ke Yaman. Para Ulama khawatir akidah masyarakat akan rusak karena pengaruh ajaran para pendatang syi’ah itu. Mereka lalu meminta beliau untuk merumuskan sebuah doa’ yang dapat mengokohkan akidah masyarakat dan menyelamatkan mereka dari faham-faham sesat. Beliau memenuhui permintaan mereka lalu menyusun sebuah doa’ yang akhirnya dikenal dengan nama Ratb Al Haddad. Disamping itu beliau juga merumuskan bacaan dzikir yang dinamainya Wirid al-Lathif. Ketika berusia 28 tahun, ayah beliau meninggal dunia dan tak lama kemudian ibunya menyusul.
Keluhuran Budi Beliau
Dalam kehidupannya, beliau juga mendapat gangguan dari masyarakat lingkungannya, Beliau berkata :
Kebanyakan orang, jika tertimpa musibah penyakit atau lainnya, mereka tabah dan sabar; mereka sadar bahwa itu adalah qodho dan qodar Allah SWT. Tetapi jika diganggu orang, mereka sangat marah. Mereka lupa bahwa gangguan-gangguan itu sebenarnya juga qodho dan qodar Allah SWT, mereka lupa bahwa sesungguhnya Allah SWT hendak menguji dan menyucikan jiwa mereka.
Rasulullah bersabda :
“Besarnya pahala tergantung pada beratnya ujian. Jika Allah SWT mencintai suatu kaum, ia akan menguji mereka. Barang siapa ridho, ia akan memperoleh keridhoannya; barang siapa tidak ridho, Allah SWT akan murka kepadanya.” ( HR Thabrani dan Ibnu Majah )
Habib Abdullah juga menjadikan Ratib Al-Atthas karya gurunya, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Atthas sebagai rujukan. Ketika seseorang datang minta ijazah atau izin mengamalkan Ratib Al-Haddad; beliau berkata :
“Bacalah Ratib Guruku, kemudian baru Ratibku”
Ini merupakan cermin bagaimana seorang murid menghormati gurunya, meski karyanyalah yang lebih populer.
Habib Abdullah tidak pernah menyakiti hati orang lain, apabila beliau terpaksa harus bersikap tegas, beliau kemudian segera menghibur dan memberikan hadiah kepada orang yang ditegurnya. Beliau berkata :
”Aku tak pernah melewatkan pagi dan sore dalam keadaan benci dan iri pada seseorang!”
Dalam mengarungi bahtera kehidupan, beliau lebih suka berpegang pada hadits Rasulullah SAW :
”Orang beriman yang bergaul dengan masyarakat dan sabar menanggung gangguannya, lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak pula sabar menghadapi gangguannya.” ( HR Ibnu Majah dan Ahmad )
Dalam kesempatan lain beliau berkata :
“Sesungguhnya aku tidak ingin bercakap-cakap dengan masyarakat, aku juga tidak menyukai pembicaraan mereka, dan tidak peduli kepada siapapun dari mereka. Sudah menjadi tabiat dan watakku bahwa aku tidak menyukai kemegahan dan kemasyhuran. Aku lebih suka berkelana di gurun sahara. Itulah keinginanku; itulah yang kudambakan. Namun, aku menahan diri tidak melaksanakan keinginanku agar masyarakat dapat mengambil manfaat dariku.”
Beliau menulis dalam sya’irnya :
Bila Allah SWT mengujimu, bersabarlah
karena itu haknya atas dirimu.
Dan bila ia memberimu nikmat, bersyukurlah.
Siapapun mengenal dunia, pasti akan yakin
bahwa dunia tak syak lagi
adalah tempat kesengsaraan dan kesulitan.
Beliau tidak pernah bergantung pada mahluk dan selalu mencukupkan diri hanya kepada Allah SWT. Beliau berkata :
“Dalam segala hal aku selalu mencukupkan diri dengan kemurahan dan karunia Allah SWT. Aku selalu menerima nafkah dari khazanah kedermawanannya.”
“Aku tidak pernah melihat ada yang benar-benar memberi, selain Allah SWT. Jika ada seseorang memberiku sesuatu, kebaikannya itu tidak meninggikan kedudukannya di sisiku, karena aku mrnganggap orang itu hanyalah perantara saja,”