Bacaan Ringan "SEJARAH PANJANG KRIMINALITAS DI JAKARTA - PART 3"
http://massandry.blogspot.com
Kelompok Cobra adalah satu-satunya di antara kedua puluh organisasi penjaga keamanan yang mendapat izin beroperasi di dua rayon atau kecamatan yang saling berdekatan yaitu Salemba dan Senen. Meskipun anggota kelompok Cobra punya latar belakang perjuangan, organisasi ini tidak berkembang menjadi gerakan sosial yang berbahaya bagi pemerintah. Pembentukan Cobra bukan hanya untuk menampung eks anak buah Pi’i di masa revolusi baik yang bekas laskar maupun bukan, yakni mereka yang disegani atau menjadi jagoan di kampungnya, tapi juga untuk menguasai dan mengendalikan wilayah Senen dan sebagian Jakarta.
Para jagoan lokal itu menjalin kontak dengan kepolisian untuk mengatasi keamanan di Jakarta. Di sisi lain, batas penggunaan kekerasan secara legal dan ilegal untuk mengganggu ketentraman dan ketertiban pemerintahan sangatlah tipis. Maka, suatu pemerintahan yang bersandar pada kekerasan (<em
style="font-family: segoe ui; font-size: 12px; font-style: normal; line-height: 14px; font-weight: normal; font-variant: normal;">political gangsterism) dan bukan pada hukum mengakibatkan banyak jagoan digunakan untuk menjalankan tugas pengamanan.
Jagoan juga memiliki kontak dengan partai politik atau serikat buruh sejak muncul organisasi ini di masa pergerakan. Partai Komunis Indonesia (PKI) misalnya memiliki kontak dengan para jagoan sejak 1920-an. Di Jakarta, PKI melalui Serikat Buruh Pelabuhan dan Pelayaran (SBPP) membangun hubungan dengan jagoan Tanjung Priok terutama asal Banten. Di wilayah pelabuhan ini, jagoan bertindak sebagai mandor dan perekrut buruh pelabuhan, yang sebagian besar berasal dari kampung atau daerah asal jagoan. Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan ekspor-impor yang sangat sibuk di Hindia Belanda. Maka, kebutuhan tenaga kerja untuk pelabuhan sangat besar, termasuk buruh bongkar-muat barang dari kapal ke gudang atau sebaliknya.
Kaum buruh pelabuhan menganggap mandor sebagai jagoan di wilayah kerja dan tempat tinggal mereka. Para jagoan pelabuhan Tanjung Priok juga berperan menghubungkan antara aktivis partai atau serikat buruh dan buruh pelabuhan. Pencurian kecil yang terjadi setiap hari di pelabuhan diketahui oleh aktivis serikat buruh, tetapi mereka tidak dapat berbuat maksimal untuk menghentikan aksi ini. Dua hal dapat menjelaskan sebabnya, pertama adalah pencurian dilakukan karena motif ekonomi atau barang curian hanya dipakai untuk kebutuhan sendiri dan bukan untuk meraup keuntungan dari penjualan barang di pasar gelap sekitar Tanjung Priok. Kedua adalah alasan taktis bahwa serikat buruh tidak ingin kehilangan pendukung atau simpatisan hanya karena menyoal pencurian kecil ini.