Fakta Dunia "SELEKA - ALIANSI PEMBERONTAK REPUBLIK AFRIKA TENGAH"
http://massandry.blogspot.com
Republik Afrika Tengah. Itulah nama dari sebuah negara tanpa wilayah laut yang - sesuai namanya - berlokasi tepat di tengah-tengah Benua Afrika. Afrika Tengah bisa dibilang sebagai salah satu negara yang asing karena minimnya pemberitaan seputar mereka. Namun sejak akhir tahun 2012, Afrika Tengah secara mendadak mulai mendominasi pemberitaan media-media internasional menyusul pecahnya konflik bersenjata di negara tersebut akibat pemberontakan yang dilakukan oleh Seleka. Siapa itu Seleka & apa penyebab mereka melakukan pemberontakan?
Seleka atau lengkapnya Seleka CPSK-CPJP-UFDR adalah nama dari kelompok pemberontak Afrika tengah yang aslinya merupakan persekutuan atau aliansi dari 3 kelompok pemberontak berbeda : CPSK, CPJP, & UFDR. Pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tersebut sebenarnya bukanlah pemberontakan baru karena selain CPSK, kelompok-kelompok tadi sudah melakukan pemberontakan sejak tahun 2004 & sempat setuju untuk meletakkan senjata pada tahun 2007 sebelum kembali mengangkat senjata pada tahun 2012 dengan nama Seleka. Terhitung sejak bulan Maret 2013, Seleka menjadi penguasa baru Afrika Tengah pasca keberhasilannya menggusur rezim pimpinan Francois Bozize.
Latar Belakan Pembentukan
Tahun 2003, Francois Bozize berhasil naik menjadi penguasa baru Afrika Tengah lewat kudeta militer dengan bantuan Chad, negara tetangga Afrika Tengah di utara. Keberhasilan Bozize menjadi penguasa negara bekas jajahan Perancis tersebut lewat jalur militer lantas memunculkan penolakan dari sebagian penduduk Afrika Tengah. Penolakan tersebut semakin kuat menyusul adanya tuduhan bahwa rezim Bozize melakukan praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) & mengeksploitasi tambang-tambang berlian di Afrika Tengah untuk memperkaya dirinya sendiri.
Pada periode yang bersamaan, terjadi konflik bersenjata di Republik Demokratik (RD) Kongo & Darfur, Sudan. Berkecamuknya konflik di negara-negara tetangga Afrika Tengah tersebut lantas membuat sebagian persenjataan yang ada di sana masuk ke wilayah Afrika Tengah secara ilegal. Senjata-senjata tersebut lantas dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak menyukai Bozize untuk memulai pemberontakan. Adapun kelompok pertama yang memulai perlawanan bersenjata adalah Union des Forces Democratiques pour le Rassemblement (UFDR; Persatuan Pasukan Perdamaian untuk Kesatuan), kelompok pemberontak yang anggotanya didominasi oleh etnis Ronga.
Sesudah kemunculan UFDR, muncul lagi kelompok-kelompok pemberontak yang lain. Salah satu kelompok tersebut adalah Convention of Patriots for Justice and Peace (CPJP; Konvensi Patriot untuk Keadilan & Perdamaian) yang komposisi anggotanya didominasi oleh etnis Goula. Bersama dengan kelompok-kelompok pemberontak lainnya seperti APRD & MLJC, mereka pun mulai mengancam kelangsungan rezim Bozize lewat aktivitas perlawanan bersenjata. Rezim Bozize lantas merespon perlawanan tersebut dengan mengerahkan militer Afrika Tengah sehingga perang sipil di Afrika Tengah - juga dikenal dengan nama "perang belukar Afrika Tengah" (Central African bush war) - menjadi tak terelakkan.
Peta dari Republik Afrika Tengah. (Sumber)
Tahun 2007, perang belukar Afrika Tengah akhirnya berhenti setelah pemerintah Afrika Tengah & kelompok-kelompok pemberontak menandatangani perjanjian damai di Birao, sebuah kota di Afrika Tengah. Beberapa poin penting dari perjanjian damai tersebut adalah kelompok-kelompok pemberontak akan membiarkan senjatanya dilucuti. Sebagai gantinya, mereka akan direkrut menjadi tentara Afrika Tengah & kelompok-kelompok tadi berubah menjadi partai politik yang legal. Namun seiring berjalannya waktu, rasa tidak puas mulai bermunculan karena para anggota kelompok pemberontak tidak kunjung direkrut oleh militer Afrika Tengah & aparat Afrika Tengah melakukan penindasan pada penduduk Afrika Tengah bagian utara.
Bulan Juli 2012, sejumlah anggota pemberontak yang tidak puas dengan pelaksanaan perjanjian damai membentuk kelompok baru yang bernama Convention Patriotique pour le Salut du Kodro (CPSK; Rapat Patriotik untuk Menyelamatkan Negara). Beberapa bulan kemudian, kelompok tersebut lalu membentuk aliansi dengan kelompok CPJP & UFDR sehingga terciptalah kelompok baru yang bernama "Seleka CPSK-CPJP-UFDR". Nama "Seleka" sendiri berasal dari kata dalam bahasa Sango - salah satu bahasa asli Afrika Tengah - yang berarti "aliansi". Terbentuknya Seleka sekaligus menandai fase kritis baru dalam perkembangan sosial politik Afrika Tengah karena perang sipil baru di negara tersebut ibarat hanya masalah waktu.
Aktivitas SELEKA
Tanggal 15 Desember 2012, Seleka menampakkan aktivitas bersenjata pertamanya ketika pada tanggal tersebut, mereka menyerang & merebut kota Bamingui secara mendadak. 3 hari kemudian, Seleka berhasil menduduki kota Bria yang kaya akan berlian. Sehari sesudahnya, giliran kota Kabo yang jatuh ke tangan pasukan Seleka. Keberhasilan Seleka sendiri tidak lepas dari lemahnya motivasi & perlengkapan perang yang dimiliki oleh militer Afrika Tengah. Situasi yang ironisnya tercipta akibat kebijakan rezim Bozize sendiri yang khawatir bila militer Afrika Tengah terlampau kuat, maka dirinya akan dikudeta oleh mereka.
Menyusul keberhasilan Seleka merebut kota demi kota, pemerintah Afrika Tengah pun meminta negara-negara luar - termasuk AS & Perancis - agar mau mengirimkan bantuan militer ke Afrika Tengah demi menumpas Seleka. Pasukan Chad - negara tetangga sekaligus sekutu terdekat Afrika Tengah - adalah pasukan asing pertama yang tiba di Afrika Tengah untuk membantu rezim Bozize, tepatnya pada tanggal 18 Desember. Perancis selaku negara bekas penjajah Afrika Tengah juga ikut mengirimkan pasukan, namun bukan untuk membantu rezim Bozize, melainkan untuk melindungi warga negara & perusahaan-perusahaan milik Perancis yang beroperasi di Afrika Tengah.
Datangnya pasukan Chad tidak serta merta membuat Seleka gentar. Pada tanggal 23 Desember, Seleka berhasil merebut kota Bambari sehingga mereka pun semakin dekat dengan Bangui, ibukota dari Afrika Tengah. Pasukan Afrika Tengah sebenarnya sempat melancarkan serangan ke Bambari pada tanggal 28 Desember untuk merebut kembali kota tersebut, namun serangan tersebut berhasil dipatahkan oleh pasukan Seleka. Pasca pertempuran di Bambari, pasukan Seleka berhasil merebut kota Sibut yang berjarak 150 km di sebelah Utara Bangui, sementara pasukan Afrika Tengah & Chad dikonsentrasikan di kota Damara yang terletak di antara Sibut & Bangui.
Pasca keberhasilan Seleka menduduki kota Sibut, pasukan Seleka menghentikan pergerakannya menyusul datangnya tawaran perundingan damai dari rezim Bozize. Perundingan damai yang dimaksud akhirnya dilakukan pada tanggal 10 Januari 2013 di Libreville, Gabon. Kemauan Seleka menerima tawaran perundingan damai sendiri tidak lepas dari kondisi di medan perang yang semakin tidak bersahabat bagi mereka menyusul datangnya pasukan Kamerun, Gabon, Kongo, & Afrika Selatan ke ibukota Afrika Tengah.
Beberapa personil Seleka. (Sumber)
Kembali soal perundingan yang diikuti oleh Seleka. Perundingan damai yang dilakukan di Libreville akhirnya menghasilkan poin-poin kesepakatan berikut : pihak-pihak yang bertikai sepakat untuk meletakkan senjata, para anggota Seleka akan direkrut menjadi tentara Afrika Tengah yang baru, Bozize tidak akan mencalonkan diri lagi pada pemilihan presiden berikutnya, komposisi parlemen Afrika Tengah akan dirombak ulang, & perdana menteri yang baru akan diangkat dari pihak oposisi. Dengan dicapainya perjanjian damai tersebut, pemberontakan bersenjata yang dilakukan Seleka pun berakhir - untuk beberapa lama.
Tanggal 22 Maret 2013, dengan alasan bahwa rezim Bozize gagal melaksanakan poin-poin perjanjian damai Libreville, pasukan Seleka secara mendadak memulai kembali pemberontakan bersenjatanya. Hanya dalam waktu singkat, pasukan Seleka sukses menduduki ibukota Bangui & menggulingkan rezim Bozize. Bozize sendiri selamat karena sebelum pasukan Seleka mencapai Bangui, ia berhasil melarikan diri ke Kamerun. Di luar Bangui, pasukan Seleka juga sempat menyerang pangkalan militer Afrika Selatan yang ada di Afrika Tengah, namun serangan tersebut berhasil dibendung oleh pasukan Afrika Selatan yang ditempatkan di sana.
Pasca keberhasilan menduduki Bangui, kelompok-kelompok yang menyusun Seleka sempat berselisih mengenai siapa yang harus menjadi pemimpin baru Afrika Tengah. Michael Djotodia lalu mengangkat dirinya secara sepihak sebagai presiden Afrika Tengah yang baru & berjanji bahwa pemilu nasional akan digelar 3 tahun kemudian. Namun, naiknya Djotodia sebagai pemimpin Afrika Tengah yang baru tidak diakui oleh organisasi Uni Afrika sehingga organisasi yang beranggotakan negara-negara Afrika tersebut membekukan keanggotaan Afrika Tengah & mengancam bahwa Djotodia bisa diseret ke pengadilan internasonal karena tindakannya merebut kekuasaan lewat jalur militer.
Kemenangan Seleka & jatuhnya rezim Bozize juga diikuti dengan penarikan mundur pasukan Afrika Selatan dari Afrika Tengah. Sejak awal, pengiriman pasukan Afrika Selatan ke Afrika Tengah memang banyak diwarnai pro kontra di dalam negeri karena labilnya kondisi sosial politik Afrika Tengah & adanya tuduhan bahwa pasukan Afrika Selatan dikirim ke Afrika Tengah demi kepentingan bisnis segelintir pihak semata. Pergantian kekuasaan mendadak di Afrika Tengah juga membuat pasukan gabungan AS & negara-negara Afrika menghentikan operasi militernya di Afrika Tengah untuk sementara waktu di mana tujuan mereka berada di Afrika Tengah adalah untuk menangkap Joseph Kony, pemimpin tertinggi dari kelompok pemberontak fenomenal Lord's Resistance Army (LRA; Tentara Perlawanan Tuhan).
Sementara itu di luar Afrika Tengah, Bozize melancarkan tuduhan bahwa Chad berada di balik kemenangan Seleka. Dasar dari tuduhannya adalah menjelang serangan Seleka ke Bangui, ada iring-iringan truk pengangkut logistik yang datang dari arah Chad. Tuduhan yang cukup mengejutkan mengingat Chad selama ini merupakan negara sekutu terdekat dari rezim Bozize & menjadi negara pertama yang mengirimkan pasukannya untuk memerangi Seleka. Lepas dari hal-hal selama & sesudah konflik yang masih simpang siur, faktanya untuk saat ini Seleka menjadi pihak paling berkuasa di Afrika Tengah. Dan hanya waktu yang bisa menunjukkan bagaimana masa depan dari Seleka & Republik Afrika Tengah nantinya...