Bacaan Perang "REVOLUSI IRAN YANG MELAHIRKAN NEGARA ISLAM DI PERSIA - PART 1"
http://massandry.blogspot.com
Iran. Itulah nama dari sebuah negara besar yang terletak di sebelah utara Teluk Persia. Banyak pihak yang menaruh kekaguman kepada Iran karena sistem pemerintahan berbasis agama yang diusungnya, kemandiriannya dalam banyak bidang, & keberanian pemerintah negara tersebut untuk menentang hegemoni Amerika Serikat (AS) secara terang-terangan. Iran sendiri bisa menjadi negara seperti itu setelah melalui proses panjang & penuh konflik yang memuncak menjadi revolusi Islam. Ingin tahu bagaimana revolusi Islam bisa terjadi & seperti apa proses panjang yang mengikutinya? Biarkan artikel ini menjawab rasa ingin tahu dari para pengunjung.
Revolusi Islam / Revolusi Iran adalah peristiwa perubahan sosial politik di Iran yang terjadi pada tahun 1979. Berkat revolusi tersebut, Iran yang awalnya merupakan kerajaan sekuler berubah menjadi republik Islam. Revolusi Iran diawali dengan aksi-aksi demonstrasi yang memaksa raja Iran (Shah) untuk melarikan diri keluar negeri & mengakhiri masa kekuasaannya yang sudah berlangsung selama puluhan tahun. Pasca larinya Shah, sempat muncul konflik antara kelompok-kelompok politik yang sebelumnya bersatu menentang Shah. Pada akhirnya, kelompok Islamis pimpinan Ayatullah Khomeini-lah yang keluar sebagai pemenang sehingga Iran bisa menjadi republik Islam seperti sekarang.
Latar Belakang
1. Kuatnya Pengaruh Asing atas Pemerintah Iran
Sebelum terjadinya revolusi, Iran atau Persia adalah negara dengan sistem pemerintahan monarki konstitusional yang berarti secara resmi, Iran memiliki parlemen (Majlis) untuk mewakili opini rakyat di pucuk pemerintahan. Namun sejak tahun 1953 lewat kudeta militer yang disponsori oleh AS & Inggris, Iran berubah menjadi negara monarki absolut sehingga kini Muhammad Reza Pahlevi selaku raja Iran (Shah) memiliki kuasa penuh atas negaranya. Kudeta itu sendiri terjadi karena negara-negara Barat menolak rencana Muhammad Mossadegh selaku perdana menteri Iran untuk menasionalisasi perusahaan minyak asing yang ada di Iran sehingga di mata rakyat Iran, kudeta tersebut lantas dianggap sebagai upaya pihak asing untuk mencampuri urusan dalam negeri Iran.
Sejak Pahlevi menjadi penguasa mutlak Iran, negara tersebut dalam perkembangannya menjadi semakin dekat dengan Barat. Aktivitas perdagangan antara Iran dengan AS meningkat pesat. Modernisasi persenjataan & perlengkapan militer Iran dilakukan secara besar-besaran dengan bantuan dari pihak Barat. Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pula warga AS yang tinggal & bekerja di Iran. Namun fenomena tersebut juga diikuti dengan semakin meningkatnya sentimen negatif rakyat Iran kepada warga AS karena mereka menganggap orang-orang AS yang ada di Iran kurang menghargai budaya setempat, menerima bayaran terlampau tinggi bila dibandingkan dengan pegawai lokal, & mendapat kekebalan hukum sehingga terkesan bisa berbuat semaunya di negeri orang.
2. Pemaksaan Aturan Sekuler oleh Pemerintah
Pemerintah monarki Iran sejak tahun-tahun awal berkuasanya banyak menerapkan peraturan berbau sekuler yang bertetangan dengan gaya hidup yang diperbolehkan dalam agama Islam, agama mayoritas rakyat Iran. Beberapa contoh peraturan tersebut adalah larangan bagi kaum wanita untuk memakai hijab & larangan pemisahan kaum pria serta wanita yang bukan muhrimnya di tempat umum. Kegiatan sekulerisasi tersebut dalam perkembangannya cenderung semakin kuat seiring dengan semakin mesranya hubungan antara Iran dengan AS. Dalam hal kebijakan luar negeri, rezim Pahlevi juga dikritik karena kemauan rezim tersebut untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel yang notabene dianggap sebagai negara penjajah & penindas rakyat Muslim Palestina.
Karena rakyat Iran mayoritasnya adalah penganut agama Islam sekte Syiah yang cukup taat, maka bukan hal yang aneh kalau rakyat Iran lantas menaruh rasa hormat yang begitu tinggi kepada tokoh-tokoh agamanya. Salah satu tokoh agama yang memiliki banyak pendukung di dalam negeri & vokal mengkritik gaya pemerintahan dari rezim Pahlevi adalah Ayatullah Rohullah Khomeini. Begitu seringnya Khomeini mengkritik pemerintah Iran sehingga ia pun ditangkap pada tahun 1963 & diasingkan keluar negeri setahun sesudahnya untuk menghindari kerusuhan di dalam negeri. Dalam pengasingannya, Khomeini tetap rajin mengkritik aktivitas pemerintah Iran & sempat merilis buku mengenai konsep pemerintahan Islam.
Ayatullah Rohullah Khomeini. (Sumber)
Tahun 1971, pemerintah Iran menggelar pesta perayaan 2.500 tahun pendirian Kerajaan Persia di mana pesta tersebut hanya boleh diikuti oleh anggota kerajaan & tamu-tamu asing. Pesta tersebut mengundang kecaman dari komunitas Muslim Iran karena banyaknya minuman keras yang disajikan dalam pesta & tingginya biaya yang dihabiskan untuk menggelar pesta walaupun di saat bersamaan sejumlah provinsi Iran sedang dilanda bencana kelaparan. Sentimen negatif komunitas Muslim Iran terhadap pemerintah negaranya sendiri semakin menjadi-jadi setelah pada tahun 1976, pemerintah Iran memutuskan untuk meniadakan kalender Hijriah & menggantinya dengan kalender Persia yang menjadikan tahun kelahiran Cyrus - pendiri Kerajaan Achaemenid, kerajaan kuno yang pernah berdiri di wilayah Iran - sebagai tahun awalnya.
3. Kesenjangan Sosial & Ekonomi
Memasuki dekade 1970-an, Iran melancarkan program ambisius yang dikenal dengan nama "Revolusi Putih". Beberapa poin penting dari program tersebut adalah pengalihan kepemilikan lahan dari tuan tanah ke petani, swastanisasi sejumlah perusahaan pemerintah, penyetaraan hak kaum wanita dalam hal pemilihan suara & perceraian, pemberian hak bagi kaum pekerja untuk membeli sebagian saham perusahaannya, serta penambahan fasilitas pendidikan & kesehatan di seantero Iran. Jumlah produksi minyak Iran juga ditingkatkan untuk menambah pemasukan negara & memanfaatkan fenomena naiknya harga minyak dunia akibat embargo negara-negara Arab pasca Perang Yom Kippur. Shah mengklaim bahwa tujuan utama dari Revolusi Putih adalah untuk menjadikan Iran setara dengan negara-negara maju Eropa.
Program-program dalam Revolusi Putih sepintas terlihat menjanjikan, namun ternyata hasilnya tidak semanis yang diharapkan. Perekonomi Iran awalnya memang mengalami peningkatan pesat, namun peningkatan tersebut ternyata tidak berlangsung lama & menjelang akhir dekade 1970-an perekonomian Iran mulai mengalami kemerosotan. Bukan hanya itu, peningkatan ekonomi Iran juga menimbulkan efek samping yang negatif berupa semakin melebarnya kesenjangan sosial & timbulnya inflasi ekonomi. Untuk mengakalinya, pemerintah Iran lantas mendukung pendirian partai politik tunggal "Rastakhiz" & mewajibkan semua rakyat Iran untuk menjadi anggotanya. Namun, kemunculan partai tersebut ganti memunculkan rasa tidak suka dari para pedagang karena partai tersebut menerapkan kebijakan memungut pajak dari pasar tradisional & mendenda pedagang yang menetapkan harga terlampau tinggi.
4. Penindasan & Intimidasi kepada Rakyatnya Sendiri
Tahun 1957, pemerintah Iran yang dibantu oleh badan intelijen AS & Israel mendirikan badan intelijen bernama SAVAK (Sazeman-e Ettela'at va Amniyat-e Keshvar; Organisasi Intelijen Nasional & Keamanan). Awalnya SAVAK dibentuk untuk mengawasi aktivitas Partai Tudeh yang berhaluan komunis. Namun dalam perkembangannya, aktivitas SAVAK tidak lagi hanya difokuskan pada golongan komunis, tapi juga kepada semua rakyat Iran yang tidak sejalan dengan rezim Pahlevi. SAVAK sangat ditakuti oleh rakyat Iran karena cara beroperasinya yang sembunyi-sembunyi & seringnya organisasi tersebut melakukan penculikan serta penyiksaan hingga tewas kepada orang-orang yang diduga menentang Shah. Untuk menekan pemberitaan negatif mengenai pemerintah, SAVAK juga melakukan aktivitas sensor media secara besar-besaran.
Gaya pemerintahan otoriter dari pemerintah Iran terhadap lantas membuat pihak-pihak yang menentang Shah terpaksa melakukan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi. Berdasarkan ideologinya, pihak-pihak yang menentang Shah bisa digolongkan ke dalam 3 kubu utama : golongan sosialis, nasionalis sekuler, & Islamis. Golongan sosialis adalah golongan yang menganut ideologi sayap kiri & bercita-cita mengubah Iran menjadi negara komunis. Golongan nasionalis sekuler adalah golongan yang ingin supaya Iran kembali menjadi negara dengan sistem pemerintahan yang demokratis. Golongan Islamis adalah golongan yang menggunakan agama Islam sebagai basis perjuangannya. Walaupun memiliki perbedaan ideologi, ketiga golongan tersebut tetap bisa bekerja sama karena disatukan oleh sentimen anti-Shah.
Tekanan yang kuat dari Shah membuat golongan-golongan anti-Shah tadi sulit menjalankan aktivitasnya secara leluasa. Namun pada tahun 1977, atas tekanan dari presiden AS Jimmy Carter yang gencar mempromosikan perlindungan HAM, pemerintah Iran setuju untuk membebaskan sejumlah tahanan politiknya. Sejak tahun ini pula, aktivitas demonstrasi mengecam Shah mulai bermunculan. Respon Shah sebagai seorang diktator bisa ditebak - ia menerjunkan aparat keamanan untuk membubarkan paksa aksi demonstrasi tersebut. Tidak sedikit korban tewas yang timbul ketika pecah bentrokan antara aparat dengan demonstran. Namun alih-alih gentar, para demonstran justru semakin bernafsu untuk menggulingkan Shah & jumlah mereka terus bertambah dari waktu ke waktu.