Tuesday, October 29, 2013

Fakta Dunia "PEMBERONTAKAN PARTAI KOMUNIS INDONESIA TAHUN 1926 - PART 3"

http://massandry.blogspot.com

Bila saatnya menerkam, sampai bila pukulan terakhir bisa dijatuhkan dan saatnya benteng imperialisme Belanda menyerah bulat-bulat dengan serdadu dan senjatanya tergantung pada beberapa faktor:

1. Keadaan ekonomi (ada tidaknya krisis).
Di atas tadi sudah diterangkan bahwa tahun 1926, ialah musim (cyclus) naiknya kapitalisme dunia (Hoch-Konjucktur). Getah, minyak, timah, emas, intan, gula, kopi, teh, kina dll laku lagi. Kaum buruh sebagian besar terisap lagi oleh perusahaan pabrik, tambang, kabun dan pengangkutan. Semangat revolusioner buat seluruhnya Rakyat terpukul oleh kemakmuran sementara itu. Dibanding dengan tahun 1945, sesudah perang dunia 5 ½ tahun dan Rakyat Indonesia diisap, dirampoki mesin, emas-intan-berlian, padi dan gadisnya: ditindas, ditampar dan dibunuh serdadu perampoknya Tenno Haika, maka kemakmuran dan ketentaraman tahun 1926 kalau dibandingkan dengan kemakmuran dan ketentraman tahun 1946 adalah benar-benar seperti perbedaan bumi dengan langit. Jiwa Rakyat (semangat revolusioner) perbandingannya cocok dengan perbandingan keadaan lahir itu.

Walaupun demikian dalam tulisan saya (Naar de Repulik Indonesia, Massa-Aksi dan Semangat Muda) saya akui penuh keadaan dan semangat revolusioner di Indonesia. Lebih revolusioner daripada di beberapa negara lain karena seperti saya tulis dalam "Naar de Republik Indonesia" di Indonesia seluruhnya Rakyat tak akan kehilngan apa-apa dalam revolusi, kecuali belenggunya. Lantaran di Indonesia lemah sekali kaum tengah yang bisa menghambat gelombang revolusi Indonesia, kalau betul-betul murbanya bersatu dan berdisiplin menuju ke satu program yang sesuai dengan kekuatan dirinya sendiri.

2. Partai Berdisiplin.
Partai Komunis ialah pelopornya revolusi. Di negara merdeka, demokratis-kapitalis, maka partai komunis itu terutama memimpin proletariat meruntuhkan negara kapitalis itu, sambil me-netralisir kaum tengah (menjaga jangan sampai sebagian kaum tengah dipakai melawan proletariat, bahkan sebaliknya sebagian lagi bisa digerakkan membantu proletariat).

Di negara setengah feodalis setengah kapitalis, maka partai komunis memimpin revolusi pada tingkat pertama ke negara demokratis, dan menurut keadaan dalam dan luar negeri seberapa bisa mendorong ke revolusi sosial.

Di negara jajahan yang kapitalis, maka partai komunis pada tingkat pertama memimpin revolusi anti imperialisme buat mendirikan negara demokratis, serta selanjutnya menurut keadaan dalam dan luar negeri mendorong ke revolusi sosial, ialah seberapa bisa pula.

Taktik strategi perjuangan di negara setengah feodalis dan setengah kapitalis dan di negara jajahan itu amat kompleks, sulit dan berhubungan dengan itu partai komunis, mestinya amat elastis: sanggup menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan tingkatnya (phase) revolusi dengan tiada boleh melupakan ke-revolusionerannya. Bagaimana memimpin golongan yang sekarang revolusioner (borjuis tengah dan bawah) dan besoknya sebelum atau sesudahnya mencapai kemerdekaan demokratis bisa dengan sekejap mata membalik menjadi kontra-revolusioner, inilah persoalan yang sukar dalam keadaan begini.

Dalam perjuangan maju-mundur itu, dengan teman seperjuangan (kaum borjuis atas, tengah dan bawah) yang sekarang kawan, besoknya bisa menjadi lawan itu, maka disiplin partai komunis itu mestinya tegap seperti baja. Putusan yang diambil dengan persetujuan suara lebih dalam perundingan demokratis, serta masak-masak, mesti dijalankan oleh seluruhnya partai, bahkan oleh suara kurang pun (minoritas) ........... Perhatikan suara lebih dan perundingan demokratis!

Disiplin itu mudah dijalankan kalau memang sebagian besar anggotanya sendiri terdiri dari proletariat industri modern yang sudah paham benar atas Materialisme Dialektis. Susah atau mustahil dijalankan kalau sebagian besar anggotanya terdiri dari bojuis tengah (Silungkang dll.) serta Islam revolusioner (Banten, Minangkabau dll.).

Lebih mudah disuruh maju di waktu krisis, kalau terlampau banyak beranggota warga miskin, yang umumnya condong kepada fasisme atau anarkisme itu. Lebih mudah disuruh mundur di waktu kemakmuran, kalau terlampau banyak ber-anggota warga miskin dan tengah, karena mereka umumnya condong oportunisme.

3. Seluruhnya Rakyat di bawah pimpinan (disiplin partai komunis).
Hampir seluruhnya Rakyat Rusia Proletariat mesin dan tanah, serta sebagian besar kaum tengahnya -- sesudah mendapat pengalaman yang berharga dalam perjuangan yang lama yang mundur maju semenjak dari tahun 1905 sampai tahun 1917 -- akhirnya di bulan Nopember 1917 itu sudah sampai mengakui otoritasnya Partai Komunis Rusia. Terkaman terakhir pada bulan Nopember tahun 1917 diadakan sesudah partai komunis mendapat kemenangan yang nyata dalam pemogokan, demonstrasi, pemilihan kota, daerah dan nasional dan akhirnya di kalangan tentara, ialah kaum buruh tani yang bersenjata.

Seperti disebut di atas, maka disamping PKI yang sebagian besar dari anggotanya itu bukanlah proletariat mesin dan tanah, cuma berada beberapa serikat buruh yang mengikat paling banyaknya 1% saja dari seluruhnya proletariat. Yang paling teguh organisasinya bukanlah pula buruh produktif, mengadakan hasil, melainkan buruh pengangkutan (VSTP). Buruh pabrik, tambang dan kebun masih cerai sahaja.

Pada tahun 1926, maka Serikat Islam masih berdiri terus dan belum mendapat kecocokan dengan PKI. Serikat Budi Utomo, Pasundan, Sumatera, Minahasa, dan Ambon masih berdiri sebagai benteng propinsialisme

Dengan demikian, maka pertama PKI belum bisa secara organisatoris, tersusun mengikat seluruhnya golongan proletariat dengan perantaraan serikat buruh. Kedua belum pula bisa mengikat warga miskin, yang banyak terdapat di bawah pimpinan atau seluruhnya Serikat Islam, apalagi kaum tengah, seperti saudagar atasan, Pamong Praja (BB) dan intelligensia miskin. Ketiga propinsialisme belum lagi ditarik ke jurusan nasionalisme secara organisatoris.

Sedikit saja pemberontakan, kalau berlaku, mendapat perlawanan dari imperialisme Belanda, maka semua golongan atas dan tengah yang dipengaruhi Islamisme dan propinsialisme itu bisa disusun dan dipakai oleh imperialisme Belanda menentang pemberontakan di bawah pimpinan PKI.

Sekarang saja (May 1946) sudah Rakyat Indonesia 3 ½ tahun lamanya menyaksikan dengan matanya sendiri kelemahan Belanda terhadap Jepang, menyaksikan dengan matanya sendiri kerendahan watak budi pekerti, bahkan moralnya Belanda ....bekas Tuan dan Nyonya Besar serta Noni ...... dan mendirikan Republik merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, masih bisa Belanda memakai agama dan propinsialisme, bahkan nasionalisme dan sosialisme buat meruntuhkan Republik Indonesia dan mengembalikan Indonesia ke Status penjajahan.

Cuma partai komunis, beranggota sebagian besar proletariat mesin, yang memimpin atau mempengaruhi serikat buruh dan Sarekat Rakyat Miksin; Partai komunis, yang berfilsafat Materialisme Dialektis dan menjalankan putusan yang diambil oleh Kongres Komintern-lah yang mempunyai pengharapan buat memimpin gerakan revolusioner di Indonesia sampai ke tingkat yang cocok dengan kekuatan dalam dirinya sendiri dan bantuan diplomasi dan moril dari dunia luar.

Seluruhnya Rakyat baru boleh dikatakan berada di bawah pimpinan Partai Komunis itu jikalau Rakyat seluruhnya bisa dimajukan -- kalau saatnya tiba dan dimundurkan kalau terpaksa -- dengan tiada mengurangi kepercayaan rakyat murba pada Partai Komunis itu. Takut mencabut kembali sesuatu putusan yang sudah diambil beberapa pemimpin, karena takut Rakyat akan marah berarti bahwa Rakyat itu belum lagi di bawah pimpinannya Partai tadi.

4. Tuntutan yang nyata dan semboyan
Membentuk tuntutan politik dan ekonomi yang nyata dan dirasa oleh Rakyat umumnya dan klas proletariat khususnya, adalah satu perbuatan yang amat sulit. Cuma mereka yang sudah paham betul tentangan dasarnya filsafat Materialisme Dialektis dan cukup paham tentangan sejarah, kebudayaan, penghidupan dan jiwanya Rakyat Indonesia-lah yang bisa membentuk tuntutan politik ekonomi serta semboyan yang nyata dan terasa itu buat Rakyat Indonesia ini. tuntutan yang nyata dan terasa itu yang bisa menggetarkan jiwa seluruhnya murba berjuang itu, memperteguh imannya dan menimbulkan keikhlasan berkorban.

Semboyan yang tepatlah yang menggetarkan jiwa Rakyat Perancis dalam masa pemberontakan tahun 1789 terhadap feodalisme, yang mendorong mereka berkorban menanam Kemerdekaan, Persamaan, dan Persaudaraan (Liberte, Egalite, Fraternite) di seluruh benua Eropa.

Semboyan dan tuntutan yang konkrit, nyata terasa, yang dibentuk oleh satu partai proletariat yang sudah lolos dalam beberapa ujian Massa-Aksi, besar-kecil, politik dan ekonomi partai yang cakap bijaksana mencocokkan semboyan dan tuntutan itu dengan jiwanya proletariat mesin dan tani di Rusia pada tiap-tiap fase perjuangan itulah pula perkara yang maha penting dalam revolusi di Rusia.

Tuntutan dan semboyan yang nyata terasa itu adalah tercantum pula dalam salah satu putusan dalam salah satunya Kongres Komintern.

Apabila salah seorang dari kami menanyakan pada seorang pemimpin PKI apakah semboyan dan tuntutan yang akan dimajukan kalau kelak Putusan Prambanan dijalankan, maka dijawabnya: "Bunuh Belanda".

Memangnya perang Jambi (1916) juga memajukan semboyan semacam itu. Tetapi semboyan Komunis hendaknya lain dari itu.

Apabila salah seorang dari pada mereka yang hendak menjalankan Putusan Prambanan itu ditanyai pula, apakah ujian buat seseorang, yang sudah berjanji ikut menyerbu itu, maka dijawabnya: "Siapa berani majulah ke depan! ".

Di Silungkang banyak kejadian aneh, setelah dentuman bedil sebenarnya terdengar serta pasukan serdadu sebenarnya dilihat oleh "would be" bakal pemeberontak itu!

5. Semangat Prajurit.
Salah seorang ahli jiwa memajukan tiga perkara yang umumnya ditakuti oleh manusia yakni: 1. ular, 2. darah manusia mengalir, 3. mayat. Tiap-tiap pembaca bisalah memeriksa kebenaran perkatannya itu.

Tiadalah seorang pula bisa menyangkal kebenaran satu pepatah yang bunyinya: Habis geli karena digelitik. Hilanglah geli telapak kaki kalau selalu digelitik (raba) atau bergeseran dengan tanah. Hilanglah pula ketakutan pada ular, darah atau mayat itu kalau selalu melihatnya. Tukang potong sapi apalagi algojo tentu tak begitu takut sama darah mengalir seperti seorang vegetarian (tak makan daging) berasal dari Dravide (keling) umpamanya.

350 tahun bangsa Indonesia diperas, ditindas dan dilucuti senjata serta dilemahkan semangat perangnya. Memang sebelumnya imperialisme Belanda masuk, bangsa Indonesialah salah satu bangsa pelaut yang paling berani di seluruh dunia ini. Darah pemberani itu tidak hilang di jaman Belanda itu, tetapi terpendam, karena tidak ada lagi latihan perang. Apalagi di kota-kota besar di mana si-inlander menghamba sebagai juru-tulis, jongos dan kuli. Semangat keprajuritan itu dan latihan bertempur itu boleh dikatan hilang sama sekali. Taktik muslihat perang yang sangat dikenal dan digemari oleh nenek moyang kita, silat dengan pisau atau kelewang tak berapa dikenal oleh sebagian besar bangsa Indonesia.

Pada tahun 1926 itu sering saya dengar, memang bisa berjanji ini atau itu sebelumnya musuh sebenarnya kelihatan, tetapi berapa orang yang bisa menembak, kalau Moskow umpamanya besok mengirimkan lebih banyak senjata dari yang ada di tangannya Belanda. Siapa yang bisa terbang di antara orang PKI kalau Moskow seandainya mengirimkan pesawat penggempur ataupun pengebom.

Jangan dilupakan, bahwa bangsa Perancis, tahun 1789, adalah satu bangsa yang paling war-like, bersemangat perang di masa revolusi itu. Bangsa Rusia seluruh lelaki yang kuat memanggul senapan dan sudah berperang selama 3 ½ tahun ketika mengibarkan bendera merah pada tahun 1917 itu.

Sekarang kita bisa membandingkan semangat keprajuritan bangsa Indonesia 1926 dengan kaum revolusioner di Perancis dan Rusia itu, bahkan lebih tepat dengan keprajuritan di masa sekarang tahun 1946. Memang Jepang melatih, mungkin 2.000.000 pemuda (Keibodan, Seinendan, Pelopor Heiho, Peta, Jibakutai) buat memperluas kerajaan Dai Nippon. Tetapi memangnya pula perkataan Marx: Kapitalisme itu menggali kuburnya sendiri.

Kalau tak ada latihan Jepang yang hebat, lebih hebat dan jitu dari pada latihan Belanda, Inggris atau Amerika selama dua tiga tahun itu, maka mustahil prajurit Indonesia dengan "bambu runcing" saja bisa merebut bedil, tank, pesawat dan kapal perang seperti di Surabaya. Masakan prajurit Indonesia bisa 7 bulan sampai sekarang menahan serangan udara, laut dan darat di Surabaya dan Semarang itu. Masakan prajurit Indonesia dengan senjata sedikit yang direbutnya itu sering menghalaukan Nica, Inggris, Ghurka, bahkan gurunya sendiri ialah yang paling berani dan cakap berperang di antara 4 bangsa itu: Jepang. Masakan Krawang dan Bandung bisa dipertahankan sekuat-kuatnya! Semuanya akan lebih nyata, kalau diplomasi ulung, yang berdasarkan "perhitungan" itu tidak dijalankan, yakni menghentikan perang kalau Inggris-Gurka-Nica terkepung, dan pasti menemui ajalnya kalau diteruskan.

6. Pertentangan dalam Internasional Kapitalisme sendiri.
Soal pertentangan yang ada di antara beberapa negara kapitalis satu dengan lainnya amat besar pula artinya buat Rusia dan sangat diperhatikan oleh Partai Bolshevik. Apabila Rusia merobohkan Tsarisme dan menyita harta benda kapital asing (Perancis, Inggris, Jerman) maka mereka yang empunya pabrik dan tambang di Rusia, dan berpiutang kepada Tsar itu satu sama lainnya tak saja bertentangan melainkan sudah berperang. Inggris, Perancis dan Jerman tak bisa bersatu menuntut pinjaman uang, pabrik, dan tambangnya, karena satu sama lainnya lemah melemahkan dengan akibat melemahkan kedua pihak yang berperang terhadap Revolusi Rusia. Rusia pada permulaan revolusi mendapat banyak keuntungan dari pertentangan kapital internasional tadi.

Imperialisme Inggris, Belanda, Perancis dan Amerika yang semuanya tentu akan menentang habis-habisan satu revolusi Indonesia yang akan dipimpin oleh PKI seksi Komintern pada tahun 1926 itu amat rapat bersatu. Mereka sedang rapat bersatu menentang Komintern dan Rusia yang masih dalam keadaan lemah dalam ekonomi dan teknik yang belum lagi menjalankan rencana 5 tahunnya, belum lagi mempunyai bomber penggempur dan armada itu. Mereka tak akan membiarkan satu negara baru yang terang-terangan dipimpin oleh satu seksi Komintern berdiri terus.

Mereka sekarang pun tak akan membiarkan begitu saja berdrinya satu negara yang terang-terangan menegakkan Republik Komunis di Indonesia, tetapi persatuan di antara empat imperialisme di atas tadi tidak seperti di tahun 1926 lagi, dan Soviet Rusia bukan lagi bayi melainkan Negara Komunis yang sudah akil-balig. Tegasnya perbandingan kekuatan kawan-kawan di tahun 1926 jauh berlainan dari pada di masa ini. Dahulu amat merugikan Indonesia. Berhubungan dengan itu, maka program (minimum dan maksimum), serta taktik-strateginya revolusi di tahun 1926 mesti dicocokkan betul dengan perbandingan kekuatan lawan dan kawan itu, tersembunyi ataupun terbuka.

Menjawab pertanyaan di atas, yaitu bilakah saat menerkam itu tiba, maka berhubung dengan enam perkara yang dimajukan di atas, 1. Tahun 1926 bukannya tahun krisis, 2 Partai belum cukup berdisiplin, 3. Belum lagi seluruhnya Rakyat berada di bawah pimpinan (disiplin) PKI, 4. Tuntutan yang nyata dan semboyan tak dipikirkan, 5. Semangat keprajuritan Rakyat Indonesia memangnya kendor sekali, dan 6. Imperialisme Internasional bersatu menentang yang berbau Komunisme, tentulah belum bisa dijawab begitu saja.

Baru bisa dijawab dalam pengalaman. Sesudah PKI di-proletarirkan, serikat buruh dimajukan, warga-miskin disusun pula dalam sususan istimewa, dan aksi ekonomi serta politik yang berjiwa pada tuntutan yang nyata-terasa dijalankan baikpun secara terbuka atau tertutup, maka barulah kelak bisa diketahui bila pukulan terakhir, ialah saat menerkam dilakukan.

Syahdan saat menerkam dengan pukulan terakhir itu sama artinya dengan saat mendapatkan suara terbanyak, dalam partai, kumpulan Rakyat, serikat buruh dan seluruhnya Rakyat, termasuk serdadu.

Ini pasti tak bisa ditentukan 6 bulan lebih dahulu! Cuma Joyo Boyo yang katanya bisa menentukan bulan dan tanggal kejadian di hari depan itu. Pemimpin Komunis besar di Baratpun sering gagal mengenal "psychological moment" saat-jiwa memuncak itu dalam massa aksi yang teratur yang sudah ada. Apalagi mengenal 6 bulan di depan! Perhitungan yang berdasarkan Materialisme Dialektis bukanlah ramalan Pak Belalang.

Apalagi perkara "mengadakan" revolusi! Barangkali malaikat bisa "mengadakan" revolusi itu tetapi kaum komunis cuma bisa mempersiapkan diri dan menyambut datangnya revolusi, sebagai "resultante" (hasil dan akibat) dari 1001 perkara. Yang bisa dicetak itu ialah "putsch".

Newer Post Older Post Home

Tokoh Islami "HABIB ABDURRAHMAN BIN ZEIN BIN ALI BIN AHMAD AL JUFRY"

http://massandry.blogspot.com Sayyidy al-Habib Abdurrohman bin Zein bin Ali bin Ahmad al-Jufri dilahirkan tahun 1938 di Semarang. Ayahand...

Blogger Template by Blogcrowds