Bacaan Perang "REVOLUSI IRAN YANG MELAHIRKAN NEGARA ISLAM DI PERSIA - PART 2"
http://massandry.blogspot.com
Bersatu untuk Menggulingkah Shah
Contoh spanduk demonstran anti-Shah. (Sumber)
Bulan Januari 1978, sekitar 4.000 pelajar sekolah agama melakukan demonstrasi menuntut pengembalian kebebasan berpendapat & berpolitik. Aparat lantas membubarkan paksa demonstrasi tersebut dengan menembakkan senjata api mereka sehingga puluhan demonstran dilaporkan tewas. Pasca insiden tersebut, kedutaan besar Iran di sejumlah negara diserang oleh aktivis pro-komunis & pelajar Iran yang sedang menimba ilmu di luar negeri. Sementara di dalam Iran sendiri, aksi demonstrasi yang tak kalah besarnya muncul tak lama berselang. Kali ini para ulama juga ikut turun ke jalan & bergabung dalam lautan manusia yang menuntut lengsernya Shah. Demonstrasi tersebut juga diikuti dengan aksi-aksi penyerangan ke toko minuman keras, gedung bioskop, & bank.
Semakin gigihnya para demonstran untuk mengupayakan penggulingan Shah lantas direspon Shah dengan tak kalah kerasnya. Ia memberlakukan hukum darurat negara sehingga kini warga sipil tak bisa beraktivitas di luar rumah secara leluasa & aparat bebas melakukan cara apapun yang diperlukan untuk mengembalikan stabilitas negara. Bentrokan antara aparat & demonstran semakin sering terjadi. Jumlah korban tewas & terluka dilaporkan mencapai ratusan. Seiring dengan semakin banyaknya jumlah korban yang timbul akibat bentrokan demi bentrokan, semakin banyak pula anggota polisi & tentara yang melakukan desersi karena tidak ingin menembak mati demonstran yang notabene tidak bersenjata.
Semakin runyamnya kondisi dalam negeri Iran membuat Shah akhirnya melunak. Ia mencabut hukum darurat negara & menyampaikan permintaan maaf secara resmi. Untuk menarik hati rakyatnya, Shah Pahlevi juga menjanjikan akan menambah kuota haji, melarang peredaran film porno, membuka kembali sekolah agama di Qom, & berhenti mendenda serta menahan para pedagang yang menetapkan harga kelewat tinggi. Namun semua upaya itu ternyata sudah terlambat. Rakyat Iran sudah terlanjur muak dengan rezim Pahlevi sehingga aksi-aksi demonstrasi menentang Shah tetap terjadi. Merasa frustrasi & terpojok, Shah akhirnya kembali menjalankan hukum darurat negara & menunjuk Jenderal Gholam Ali Oveissi untuk mengendalikan situasi di ibukota Teheran / Tehran pada bulan September 1978.
Peta lokasi dari Teheran. (Sumber)
Tidak lama sesudah Shah memerintakan dijalankannya kembali hukum darurat negara, kondisi Teheran sudah seperti medan perang. Pasukan darat yang dibantu oleh tank & helikopter militer dikerahkan di jalanan dengan mengemban 1 perintah : menembak mati setiap demonstran yang mereka lihat. Namun bukannya gentar, para demonstran justru memilih untuk melawan. Mereka mempersenjatai diri mereka dengan bom molotov & memasang barikade-barikade penghalang di jalanan kota Teheran. Kelanjutan dari kisah tersebut sudah bisa ditebak. "Pertempuran" antara aparat dengan demonstran tak terhindarkan lagi & korban tewas pun berjatuhan satu demi satu. Tragedi berdarah tersebut lantas dikenang dengan sebutan "Jumat Hitam". Menurut pernyataan resmi pemerintah Iran, korban tewas dalam tragedi Jumat Hitam adalah 168 orang. Sementara menurut kelompok anti-Shah, jumlah korban tewas mencapai 3.000 orang.
Waktu terus berjalan. Aksi-aksi menentang rezim Pahlevi semakin lama semakin merajarela. Kali ini aksi-aksi tersebut bukan lagi sebatas demonstrasi, tapi juga aksi mogok kerja massal yang melibatkan sekolah, kantor pos, bank, fasilitas transportasi, institusi media, & pertambangan. Aktivitas komersial di seantero Iran mengalami kelumpuhan! Sadar bahwa ia tidak lagi didukung oleh rakyatnya sendiri, Shah kemudian menunjuk Shahpour Bakhtiar - salah satu tokoh sekuler anti-Shah - untuk menjadi perdana menteri Iran yang baru. Bulan Januari 1979, Shah Pahlevi bersama keluarganya pergi ke Mesir & tidak pernah kembali lagi ke Iran. Dengan perginya keluarga Pahlevi, maka riwayat Kerajaan Iran pun berakhir & keinginan rakyat Iran untuk menggulingkan pemimpin diktatornya berhasil terwujud.
Perpecahan & Lahirnya Republik Islam
Sebagai pemimpin baru Iran pasca berakhirnya rezim Pahlevi, Bakhtiar mewarisi pekerjaan rumah yang sama sekali tidak ringan. Situasi keamanan masih belum menentu karena kini ratusan organisasi massa bermunculan di seantero Iran & enggan diatur oleh pemerintah pusat. Untuk mendinginkan situasi, Bakhtiar lantas membebaskan seluruh tahanan politik, membubarkan SAVAK, & menjanjikan pemilu yang bersih sebagai pondasi bagi pemerintahan Iran yang baru. Di pihak yang berseberangan, kelompok-kelompok anti-Shah mulai membentuk organisasi politiknya masing-masing demi mendapatkan jatah di pemerintahan. Kelompok Islamis pimpinan Khomeini misalnya, mendirikan organisasi bernama Dewan Revolusi yang kemudian berubah nama menjadi Partai Republik Islam (PRI).
Tanggal 1 Februari 1979, Khomeini tiba di Iran & langsung disambut oleh jutaan pendukungnya dengan gegap gempita. Khomeini lalu mengangkat Mehdi Bazargan sebagai perdana menteri tandingan & menyerukan para pendukungnya untuk memerangi orang-orang yang masih loyal kepada rezim Bakhtiar karena rezim Bakhtiar dianggap tidak cukup Islami. Seruan Khomeini tersebut lantas direspon para pendukungnya dengan menduduki gedung-gedung pemerintahan, stasiun telekomunikasi, pangkalan militer, & istana Pahlevi. Merasa tidak sanggup lagi mengendalikan situasi, petinggi militer Iran menyatakan kalau pasukan bawahannya tidak akan merintangi upaya para pendukung Khoemini untuk menggulingkan rezim Bakhtiar. Nasib Bakhtiar sendiri pada akhirnya tidak berbeda jauh dengan Pahlevi - ia melarikan diri keluar Iran.
Sukses membubarkan rezim sekuler penerus Pahlevi, Khomeini & para pendukungnya kini mulai merintis cita-cita utama mereka : mendirikan pemerintahan Islam di Iran. Sebagai langkah awal, kelompok loyalis Khomeini menahan & mengeksekusi ratusan orang yang dulunya memiliki kedekatan dengan Shah. Khomeini juga memerintahkan pelarangan miras & judi, pembuatan batas pemisah antara pria & wanita di tempat umum, mewajibkan kaum wanita memakai hijab, nasionalisasi perusahaan-perusahaan swasta, serta pemberangusan institusi-institusi media yang mengkritik pandangannya. Tindakan Khomeini & para pendukungnya tersebut lantas menuai rasa tidak suka dari kelompok-kelompok anti-Shah yang berhaluan sekuler & Islam moderat. Namun, upaya mereka untuk melawan terganjal oleh kurangnya jumlah simpatisan yang mereka miliki kalau dibandingkan dengan massa pendukung Khomeini & minimnya kekompakan di antara kelompok-kelompok penentang Khomeini itu sendiri.
Tanggal 30 - 31 Maret 1979, referendum nasional digelar untuk menentukan bentuk pemerintahan Iran yang baru. Hasilnya, lebih dari 98 % rakyat Iran mendukung penggantian sistem pemerintahan Iran dari yang awalnya kerajaan menjadi republik Islam. Antara bulan Juni hingga Desember 1979, rapat demi rapat dilakukan untuk merumuskan rancangan udang-undang (RUU) di mana isinya didasarkan pada hukum Islam menurut pandangan Khomeini. RUU tersebut menuai protes dari kalangan Islamis moderat pimpinan Ayatullah Shariatmadari karena mereka menganggap pengesahan RUU tersebut akan membuat golongan ulama pendukung Khomeini menjadi terlampau dominan dalam aktivitas kenegaraan. Namun pada akhirnya RUU tersebut berhasil menjadi dasar negara Iran yang baru setelah pada tanggal 2 - 3 Desember 1979, lebih dari 98 % rakyat Iran mendukung pengesahan RUU via referendum nasional. Republik Islam Iran secara resmi telah lahir!
Penghuni kedubes AS yang
sedang disandera. (Sumber)
Bulan November 1979 alias sebulan sebelum referendum nasional mengenai pengesahan RUU dilakukan, sekelompok pemuda Islamis menyerbu gedung kedutaan besar (kedubes) AS di Teheran & menyandera para penghuninya dengan alasan gedung kedutaan tersebut digunakan oleh pemerintah AS untuk memata-matai Iran. Akibat peristiwa penyanderaan tersebut, hubungan Iran dengan AS berubah menjadi permusuhan & perdana menteri Bazargan yang selama ini berusaha untuk menjaga citra positif Iran di dunia internasional memilih untuk mengundurkan diri. Namun berkat aktivitas penyanderaan itu pula, dukungan kepada Khomeini meningkat pesat & kelompok-kelompok penentang Khomeini tidak bisa lagi mengekspresikan pandangannya secara terang-terangan karena akan menghadapi resiko dicap sebagai antek asing. Para sandera sendiri akhirnya dibebaskan pada bulan Januari 1981, namun hubungan antara Iran dengan AS masih tetap tegang hingga sekarang.