Bacaan Perang "KISAH JUGUN IANFU WANITA INDONESIA JAMAN JEPANG - PART 2"
http://massandry.blogspot.com
Emah Kastimah & Suhanah
Nasib yang sama dialami Emah Kartimah, perempuan asal Cimahi yang juga dijadikan budak nafsu para balatentara Dai Nipon pada 1942. Waktu itu Emah, yang masih berusia 13 tahun, diculik enam tentara Jepang saat sedang berbelanja di pasar. Dia kemudian dilarikan dengan mobil dan disekap dalam barak tentara di Cimahi.
Tiga tahun Emah yang masih bau kencur itu harus melayani pria-pria dewasa. Jika dia melawan, maka pukulan dan tendangan akan diterimanya. Beberapa perempuan di tempat itu juga mengalami hal yang sama.
Cerita di atas dituturkan Mardiyem dan Emah yang usianya kini sudah mencapai 80 tahun saat tampil di Kick Andy. Bersama sejumlah korban lainnya mereka berjuang agar pemerintah Jepang mengakui "dosa" tentara mereka dulu dan kemudian meminta maaf. Bahkan Mardiyen dan Emah pernah hadir sebagai saksi pada pengadilan tribunal di Jepang dan Belanda.
Sementara Suhanah, juga asal Cimahi, diculik dengan todongan pistol pada usianya yang baru 14 tahun. Tapi karena mengalami pendarahan, setahun setelah disekap dia dibebaskan. Tapi, kondisinya sudah parah rahimnya rusak dan harus diangkat. Sejak itu Suhanah tidak bisa mempunyai keturunan.
Sri Sukanti
Napas Sri Sukanti (79) tersengal. Bicaranya tak jelas. Beberapa kali ia terhuyung. Di antara sedu-sedannya, ia beberapa kali mengatakan, ”Sumpah, saya tidak bohong, saya diperlakukan seperti kuda.”
Kesaksian Sukanti satu dari 1.156 penyintas asal Indonesia, sebagian sudah meninggal yang tak lebih dari 15 menit itu membuat ruangan hotel berbintang berisi sekitar 100 orang itu sunyi. Sukanti, dipapah Eka Hindrati, peneliti independen isu jugun ianfu, terus berbicara dengan air mata bercucuran.
Usia Sukanti tak lebih dari 15 tahun ketika dipaksa menjadi pemuas seks serdadu Jepang di Salatiga, Jawa Tengah. Ia mengalami siksaan seksual yang traumanya memekat setiap kali harus mengingat kekejian itu.
Dengan terbata ia mengatakan, ”Saya disuntik 16 kali... saya tidak pernah bisa punya anak.... Jangan ada lagi yang seperti saya ya.... jangan ada lagi yang seperti saya ... Jepang itu kejam...Ogawa itu....”, Hingga saat ini, perlakuan tersebut mengakibatkan kerusakan pada janinnya dan dirinya divonis tidak dapat memiliki keturunan seumur hidup.
Tangisnya pecah. Ia terus berbicara, terkesan meracau, seperti melepaskan timbunan luka jiwa yang tak pernah bisa disembuhkan. Sukanti mengingatkan kepada perempuan sepuh, penyintas dari Korea, yang berteriak, menangis, dan pingsan ketika bersaksi di depan para jaksa Pengadilan Internasional Kejahatan Perang untuk Kasus Perbudakan Seksual oleh Militer Jepang selama Perang Dunia II (The Tokyo Tribunal), 8 Desember 2000.