Bacaan Ringan "PASUKAN KAMIKAZE : KOMANDAN KAMIKAZE 201 - LETNAN YUKIO SEKI"
http://massandry.blogspot.com
Profil komandan satuan serang unit kamikaze 201,
Letnan Yukio Seki,
Begitu Laksamana Ohnishi meninggalkan ruangan tersebut, maka Tamai malam itu pun langsung bekerja. Pikirannya dipenuhi dengan gambaran tentang kondisi 201 serta para personelnya. Selaku perwira pelaksana 201, dia mengenal semua pilotnya. Bahkan banyak dari mereka sudah dikenalnya sejak masih dalam pendidikan. Para pilot muda itu tergabung dalam Grup Udara 201 dari Armada Udara Pertama AL Jepang dalam bulan Agustus 1944. Mereka baru merampungkan latihan dasar pada Oktober 1943 sewaktu dimasukkan ke dalam Grup Udara 263 di Jepang, untuk menjalani latihan terbang tempur. Pelatihan baru berjalan separuh tatkala pada Februari 1944 mereka mendadak diperintahkan ke Kepulauan Mariana di Pasifik untuk tugas tempur.
Begitulah, dari Tinian, Palau, hingga Yap mereka terus bertempur, menghadapi lawan yang begitu kuat dan berpengalaman. Banyak dari para pilot muda itu yang gugur atau hilang di Pasifik. Mereka yang tersisa pada bulan Agustus ditarik ke Filipina dan dimasukkan ke 201. Namun para pilot muda itu kini sudah merasakan pengalaman dan kegetiran pertempuran yang sesungguhnya. Mereka juga terinspirasi oleh Tamai dari masa pendidikan hingga sama-sama merasakan beratnya tugas di Pasifik. Tamai selalu menyemangati pilot muda bagai anak-anaknya sendiri, dan merekapun sebaliknya menganggap Tamai sebagai panutan, bahkan sebagai pengganti orangtua mereka. Karena itu bagi Tamai, tugas menyampaikan taktik baru serangan udara bunuh diri kepada mereka terasa bagai beban yang berat sekali. Setelah berkonsultasi dengan para komandan skadron, maka malam itu dia pun memanggil semua pilot untuk berkumpul. Jumlahnya 23 orang. Tamai menjelaskan perkembangan situasi perang terakhir, dan kemudian dengan berhati-hati dia menyampaikan apa yang baru saja diusulkan oleh Ohnishi.
Ternyata penjelasannya disambut dengan antusias oleh para pilot. Tamai tidak menyangka reaksi yang begitu spontan. Tangan-tangan diangkat ke atas disertai sorak-sorai gembira. Moril dan semangat orang-orang muda ini terasa begitu tinggi. Kapten ini berusaha menyembunyikan rasa harunya seraya berpesan agar semua itu sungguh-sungguh dirahasiakan. Pertemuan pun bubar dan para pilot kembali ke barak dengan berbagai pikiran masingmasing.
Tengah malam Tamai kembali ke ruang perwira, menyampaikan hasil pertemuan dengan para pilot. “Mereka semuanya masih muda-muda sekali. Meski saya tidak bisa membaca apa yang ada dalam hati mereka, tetapi saya tak akan lupa wajah-wajah mereka yang menunjukkan tekad kuat. Mata mereka pun bersinar-sinar. Mereka tentu berpikir, inilah saatnya untuk membalaskan rekan-rekan mereka yang gugur di Kepulauan Mariana, Palau dan Yap. Sikap seperti itu sangat wajar dan alami dalam hati kaum muda,” kata Tamai.
Para perwira kini yakin bahwa satuan serangan bunuh diri segera dapat dibentuk. Tetapi siapa yang akan diserahi memimpin kesatuan ini? Untuk menentukannya tidaklah mudah, karena untuk memimpin satuan baru yang khusus ini diperlukan perwira terbaik, dalam karakter maupun kemampuannya. Semua sependapat pemimpin kesatuan ini haruslah perwira lulusan akademi AL. Mereka juga menilai Naoshi Kanno adalah orang yang tepat. Namun letnan ini kebetulan sedang ditugaskan bersama sejumlah pilot untuk mengambil pesawat Zero yang baru keluar dari pabrik guna diterbangkan ke Filipina.
Kanno sebetulnya telah menolak ditugaskan ke Jepang, karena dia merasa front baru di Filipina segera pecah dan ia harus terjun langsung menghadapi musuh. Reputasinya sebagai pilot andal dikenal di antara rekannya. Kisahnya menjatuhkan sebuah pengebom berat B-24 Liberator di sekitar Pulau Yap terbilang unik. Dia berusaha merontokkan pesawat Amerika itu dengan tembakan dari Zero-nya, namun tak perrnah berhasil. Akhirnya dia melakukan taktik baru dengan menyerempetkan baling-baling pesawatnya ke rudder atau kemudi pesawat di ekor B-24. Kanno nekat menghadapi musuhnya dari depan sembari menghindari tembakan maupun baling-baling lawannya. Baru pada putaran ketigalah dia berhasil. Bomber Amerika itu pun jauh ke laut. Tetapi serempetan itu membuatnya kehilangan kesadaran beberapa saat hingga akhimya dia berhasil mendaratkan pesawatnya yang rusak cukup berat.
Akhirnya karena Kanno tidak di tempat, para perwira 201 setuju menunjuk Letnan Yukio Seki, yang dinilai memiliki kelebihan dibandingkan rekan-rekannya. Segera di tengah malam itu Seki dipanggil, dan Tamai pun dengan mata berkaca-kaca menjelaskan maksudnya. Perwira muda yang baru satu bulan datang dari Formosa itu menutup muka dengan tangan, terdiam tanpa gerak untuk beberapa waktu. Para perwira di sekelilingnya menahan napas, merasa tegang. Akhirnya Seki pelan-pelan mengangkat kepalanya sambil mengusap rambutnya seraya berkata : “Komandan, anda mutlak harus mengizinkan saya melaksanakan tugas tersebut.” Suaranya tenang dan meyakinkan. “Terima kasih,” jawab Tamai lega.
Salah satu ritual para penerbang kamikaze sebelum
melancarkan misi bunuh dirinya adalah berdoa dan merenung
sambil memegang bendera malahari terbit Jepang.
Para pilot meyakini misinya merupakan tindakan mulia
dan terhormat demi membela bangsa dan tanah air.
Dengan setujunya Yukio Seki menjadi pimpinan unit khusus tersebut, maka kesatuan serangan bunuh diri atau Tokkotai ini pun terbentuk sudah. Namun mengingat ini merupakan kesatuan khusus, maka para perwira pun memikirkan nama yang akan diberikan. Inoguchi mengusulkan bagaimana jika dinamakan Shimpu, yang merupakan cara lain membaca aksara yang berarti kamikaze atau angin dewata. “Itu bagus. Akhirnya kita siap menghembuskan angin dewata bersamanya,” kata Tamai menanggapi.
Subuh 20 Oktober, terbentuknya kesatuan khusus serangan bunuh diri itu pun dilaporkan kepada Ohnishi, yang mengurung diri dalam kegelapan di salah satu kamar markas 201. Dengan persetujuannya maka langsung dibuat pengumuman resmi yang ditandatanganinya. Pokok pengumuman ini adalah “…terbentuknya sebuah korps khusus penyerang, yang akan menghancurkan atau melumpuhkan kekuatan kapal induk musuh di perairan timur Filipina, jika mungkin sebelum 25 Oktober. Korps ini dinamai Kesatuan Serang Shimpu, yang terdiri dari 26 pesawat tempur, dimana separuhnya bertugas melaksanakan misi penabrakan diri, dan lainnya melakukan tugas pengawalan. Kesatuan ini dibagi dalam empat kelompok : Shikisima, Yamato, Asahi, dan Yamazakura. Komandan kesatuan serang ini adalah Letnan Yukio Seki.”
Kini para pilot 201 tinggal menunggu instruksi selanjutnya, kapan harus melancarkan serangannya. Tamai meminta mereka beristirahat cukup terlebih dulu. Seki sendiri menuju tempat tidurnya dengan ingatan kepada ibunya yang sudah menjanda serta istri yang baru dinikahinya beberapa bulan berselang.
Sumber:
The Divine Wind, karangan Rikihei Inoguchi (1959)
Sejarahperang.com