Bacaan Ringan "SEJARAH KASULTANAN SUROSOWAN BANTEN DARUSSALAM - PART 2"
http://massandry.blogspot.com
SULTAN SUROSOWAN I, PANGERAN MAULANA HASANUDDIN MENGGENAPI WILAYAH BANTEN DENGAN MENAKLUKKAN PRABU PUCUK UNUM DI BANTEN GIRANG ( BANTEN SELATAN ).
Setelah di bantu Panglima Demak, Fatahillah, yang sesuai amanat dari ayahanda Ki Sunan Gunung Jati menyerahkan tampuk takhta Sultan Banten pada putera sulungnya, Pangeran Sebakingkin Maulana Hasanuddin, wilayah kerajaan Banten baru mencakup sekitar wilayah Banten Utara.
Menurut Valentijn, Sultan Demak III, Raden Trenggono menghadiahkan satu meriam bernama Ki Jimat kepada Hasanuddin Banten sewaktu pernikahannya dengan puteri ketiganya. Sultan Maulana Hasanuddin menjadi menantu ketiga Sultan Trenggono.
Jejak pertama meriam yang juga di namai Ki Amuk terdapat di satu peta kota Banten yang di buat sebelum pertengahan abad ke-17 dan sekarang tersimpan di Perpustakaan Castello di Firenze, Italia.
Pada peta tersebut tercatat meriam besar “t’Desperant”, yang oleh K.C Crucq di anggap sebagai terjemahan dari “Ki Amuk.”
Pada mulut meriam itu terdapat gambar bintang berujung delapan, yang kadang-kadang di namakan “ Mentari Mojopahit” yang juga terdapat di atas nisan-nisan Troloyo abad ke-14 dan ke-15, dan hal ini menunjukkan asal-usul dan masanya: Jawa Tengah pada pertengahan abad ke-16.
Maka meriam Ki Jimat Banten sama dengan Ki Amuk dan di perkirakan tanggalnya adalah 1450 Saka, yakni 1528/9 AD, yang kiranya sesuai dengan tahun pernikahan Hasanuddin serta dengan sebuah candrasengkala yang di baca Crucq dalam formula ‘akibatu ‘l-khoiri yang dapat di terjemahkan ke dalam bahasa Jawa sebagai wekas ing sukha.
Menurut Mendes Pinto sewaktu perang Demak melawan Panarukan ( Pasuruan ), sejumlah meriam-termasuk yang berukuran besar bernama ledes, kira-kira sebesar Ki Amuk –di cor untuk pertempuran tersebut oleh orang-orang Turki dan Aceh yang di pimpin oleh seorang kepala ( sebenarnya kata mestre dalam bahasa Portugis tidak berarti “kepala” melainkan “empu” atau master atau maesto ), seorang pembelot Portugis yang masuk Islam, bernama Koja Zainal.
Maka Crucq sampai pada kesimpulan bahwa meriam yang ada di Banten kemungkinan di cor oleh para pembelot Portugis mualaf tersebut.
Setelah kekuasaan Demak melemah, dengan tewasnya bapak mertuanya, Sultan Trenggono, Sultan Maulana Hasanuddin pun memerdekaan kasultanan Banten terlepas dari kekuasaan Demak.
Di Demak sepeninggal Trenggono ( Tung-ka-lo ), terjadi perang saudara perebutan kekuasaan antara Sunan Prawoto ( Muk-Ming ) dan Pangeran Seda Lepen ( Raden Kikin ), pamannya, adik lain ibunya Raden Trenggono.
Kematian Pangeran Seda Lepen di pertarungan bersenjata di sungai, meninggalkan bekas dendam puteranya, Dipati Jipangkang Panolan, Haryo Penangsang.
Haryo Penangsang membalas dendam dan berhasil mendesak Sunan Prawoto hingga terbunuh di Semarang.
Haryo Penangsang dan pasukan Jipang Panolan membumihanguskan kota Demak.
Perang gono-gini antar wangsa Demak membuat Ki Sunan Gunung Jati yang telah berusia 109 tahun memanggil Bupati Jayakarta, Fatahilah yang sama berusia tua, ke Cirebon dengan dalih uzurnya Ki Sunan Gunung Jati.
Padahal alasan dibaliknya adalah untuk membantunya membuat benteng dari serangan membabi-buta pasukan Senopati Haryo Penangsang yang hendak memonopoli kekuasaan di Jawa.
Ki Fatahilah juga di panggil untuk meneruskan pemerintahan sementara di Cirebon, sambil membantu mempersiapkan cucu Ki Sunan Gunung Jati, putera almarhum Pangeran Pasarean meneruskan takhta Sultan Cirebon.
Pangeran Pasarean ialah keturunan Ki Sunang Gunung Jati dari isterinya puteri Sunan Ampel atau Raden Rahmat putera Ki Sunan Gresik Maulana Malik Ibrohim dan puteri Sultan Anom di Campa/Kamboja. Makanya kemudian juga menjadi dinasti Sultan kannoman Cirebon.
Sepupu Pangeran Sunan Prawoto, Dipati Pangeran Kalinyamat juga di bunuh Haryo Penangsang. Hal itu membuat Nyai Kalinyamat bersumpah untuk membalas kematian suaminya yang di bunuh semena-mena oleh Haryo Penangsang. Sumpahnya di barengi sayembara bagi siapa yang membantunya maka akan di berikannya hadiah layak.
Nyai Kalinyamat kemudian bertapa di Gunung Danaraja, sambil menunggu upaya membalas pada Haryo Penangsang terwujud.
Adik ipar Sultan Surosowan I Maulana Hasanuddin, menantu ke empat Trenggono di Jawa Tengah, Dipati Pajang Joko Tingkir mendengar sayembara Nyai Kalinyamat.
Dipati Joko Tingkir termasuk menantu Raden Trenggono terkuat, di samping Sultan Hasanuddin yang berkedudukan di Banten Darussalam. Sultan Hasanuddin tengah sibuk menggenapi kekuasaan Banten ke Banten Selatan menghadapi Prabu Pucuk Unum.
Pangeran Tubagus Angke dari Cirebon yang di angkat sebagai bupati Jayakarta oleh Ki Fatahilah, di beri wejangan oleh Ki Fatahilah untuk bersiap siaga menjaga pertahanan kota Jayakarta.
Pangeran Tubagus Angke yang di angkat oleh Bupati Fatahillah menjadi Bupati Jayakarta, juga di angkat sebagai menantunya Sultan Maulana Hasanuddin.
Setelah Ki Sunan Gunung Jati mangkat dalam usia 109 tahun, tak lama menyusul Ki Fatahilah, dan keduanya di makamkan berdekatan di Gunung Sembung, Cirebon.
Keadaan itu membuat Kasultanan Surosowan Banten mengambil alih kekuasaan atas kota Jayakarta, di samping karena kasultanan Surosowan Banten berkembang lebih besar dari kerabatnya di Cirebon yang menggantikan orangtuanya, Ki Sunan Gunung Jati.
Faktor lainnya adalah letak geografis kota Jayakarta yang berjarak lebih dekat dengan kasultanan Surosowan Banten Darussalam.
Sultan Maulana Hasanuddin memiliki khittah untuk meluaskan wilayah kasultanan Surosowan Banten, menggantikan kejayaan yang telah di capai kakeknya, almarhum Prabhu Siliwangi yang pernah meluaskan wilayah keprabhon Hindu Pajajaran,hingga terbentang di segenap tanah Sunda, hingga Jepara, dan Mertasinga ( Singapura ).
Alasan utamanya adalah untuk menguasai wilayah perdagangan rempah-rempah. Membuat kasultanan Surosowan Banten menjadi negeri kasultanan yang kaya-raya dan kuat disegani.
Di Banten Selatan terdapat Prabu Pucuk Unum yang memerintah kerajaan Banten Girang.
Di samping dalih mengislamkan segenap tanah Banten, Sultan Maulana Hasanuddin juga mengincar wilayah Banten Selatan, untuk mengutuhkan kekuasaan kasultanan Banten di segenap wilayah Banten.
Sejak Masjid Banten di bangun oleh Raden Mojopahit, dan Sultan Surosowan I menamai wilayah Mojo di dekat komplek kasultanannya, nampak khittahnya sejak abad 15 m., ingin menjadikan kasultanan Surosowan Banten Darussalam sebagai pengganti kejayaan Mojopahit dan Pajajaran, yang sama berpusat di Jawa.
Setelah utusan Maulana Hasanuddin ditolak maksudnya mengajak masuk Islam oleh Prabu Pucuk Unum, Sultan Hasanuddin pun mengerahkan pasukan Surosowan mengepung Banten Girang.
Di wilayah gunung perbatasan, Sultan Maulana Hasanuddin menyiapkan orang-orangnya dan memperbolehkan masuk pengungsi dari Banten Girang yang ingin menyelamatkan diri.
Karena Prabu Pucuk Unum tetap menolak menyerah, Sultan Hasanuddin menantang duel adu kesaktian dengan Prabu Pucuk Unum.
Syaratnya bila kalah, maka Prabu Pucuk Unum mesti menyerahkan wilayah Banten Girang pada kasultanan Surosowan Banten.
Prabhu Pucuk Unum berhasil di kalahkan Sultan Maulana Hasanuddin.
Wilayah orang-orang suku Baduy menyatakan sebagai wilayah netral. Ada sebagian yang masuk Islam, ada yang tetap beragama Hindu atau meneruskan tradisinya. Dan di bolehkan oleh Sultan Banten.
Hikmat cerita ini adalah, bahwa pemimpin/kepala negara yang zolim/menzolimi, yang lebih dulu di lawan. Serta syariatnya, umat Islam,di haramkan mengangkat pemimpin / kepala negaranya yang bukan beragama Islam.
Dan sifat penaklukkan Sultan Maulana Hasanuddin bukanlah penjajahan seperti yang di lakukan oleh bangsa Spanyol atau Eropa terhadap suku Indian di benua Amerika, di mana terjadi penjarahan HAM dan pembantaian sewenang-wenang terhadap bumiputera suatu suku bangsa di tanah airnya. Tapi Sultan Banten tetap menghargai HAM bumiputera suku Baduy, yang seperti pribumi suku Indian di tanah Sunda, atau suku Dayak di Kalimantan, atau suku Koeboe di Sumatera.
Suatu ketika di Banten muncul wabah malaria yang mengenai sebagian penduduk Banten. Sultan Maulana Hasanuddin pun mendatangi seorang ahli tabib Cina.
Tabib Cina tersebut menyanggupi untuk mengobati penduduk Banten dari Malaria, dengan mengajukan syarat pengikutnya orang-orang Cina di berikan wilayah permukiman di Banten, dan di bolehkan bebas menganut agama kepercayaannya di wilayah permukiman tersebut.
Sultan Maulana Hasanuddin menerima perjanjian tersebut, maka di buatlah kota Pecinan.
Di Kota Pecinan, penduduk Cina membangun kuil-kuil tempat sembahyangnya.
Ada pula sebagian yang masuk Islam dan mendirikan masjid Pecinan di kota Pecinan.
Tujuan Sultan Maulana Hasanuddin untuk menguasai wilayah perdagangan rempah-rempah membuatnya mempersiapkan pengiriman pasukannya ke wilayah Sumatera. Sasaran awalnya adalah wilayah Lampung yang luas dengan wilayah agrarisnya.
Sultan Maulana Hasanuddin berhasil menguasai sebagian besar wilayah Lampung, yang kemudian di namai wilayah Tulangbawang – Banten ( info dari Raja Lampung kecil : perwira polisi Edwardsyah ), sementara di sisi barat, eksedisi pasukan kasultanan Aceh Darussalam gagal menguasai kerajaan Bengkulu. Dari sudut sejarah ini memperlihatkan bahwa wilayah Sumatera Selatan sebagian besar telah di kuasai kasultanan Surosowan Banten Darussalam.
Seperti di ketahui, bentuk bawang adalah seperti sorban orang-orang Banten Darussalam dulu, Mesir, dan Abbasiyah. Di Banten pun terdapat wilayah bernama Balaraja, di Tangerang kini. Balaraja berasal dari nama kota Karbala, di Irak, tempat syahidnya sayidina Husein ra., dan puteranya Hasan ra., dzurriyah cucu-cucu nabi Muhammad SAW.
Dari realita sejarah tersebut dapat terlihat walau status kasultanan Surosowan Banten adalah Darussalam, tapi juga melakukan aksi-aksi ekspedisi perluasan wilayah, hingga ke luar pulau Jawa, hampir seperti leluhurnya Mojopahit dan Pajajaran.