Bacaan Ringan "SEJARAH KASULTANAN SUROSOWAN BANTEN DARUSSALAM - PART 3"
http://massandry.blogspot.com
SULTAN MAULANA HASANUDDIN DI GANTIKAN SULTAN SUROSOWAN II, TUBAGUS MAULANA YUSUF.
Sepeninggal Maulana Hasanuddin pada takhta Sultan Surosowan pertama, di angkat salah satu puteranya Tubagus Maulana Yusuf sebagai Sultan Surosowan II Banten Darussalam.
Di masa abad 15 m., itu pun penyandang gelar kasultanan Darussalam hanya Aceh Raya dan Surosowan Banten, belum lahir Sultan Brunai Darussalam.
Pajang yang di susul Mataram ( pada masa Sultan Ageng Surosowan XIII , Tirtayasa ) menjadi kasultanan pun tidak menyandang gelar kasultanan Darussalam.
Sultan Maulana Yusuf juga meneruskan misi ayahandanya untuk menggenapi kekuasaan kasultanan Surosowan Banten di segenap tanah Sunda. Gerbangnya setelah kerajaan Prabu Pucuk Unum di taklukkan Maulana Hasanuddin adalah biang kerajaan Sunda, yakni Pakuan Pajajaran yang beribukota di Pakuan/ Bogor kini.
Dengan upaya penaklukkan Pakuan Pajajaran sebagai keprabon/kekaisarannya Sunda penguasa kerajaan-kerajaan kecil lainnya di Sunda, sudah menjadi tanda kedaulatan penguasaan tunggal kasultanan Surosowan Banten sebagai Kaisar-Sultan baru seluruh wilayah Sunda.
Bukan hanya Pakuan Pajajaran, bahkan di dapat dari data sejarah, kasultanan kannoman Cirebon pun lama-kelamaan berganti menjadi protektorat bawahan pengaruh kekuasaan kasultanan ageng Surosowan Banten Darussalam.
Maulana Yusuf mengerahkan pasukan Surosowan mengepung kerajaan Pakuan Pajajaran dari berbagai penjuru, hingga berhasil merebut kerajaan Pajajaran terakhir dan menggulingkan Prabu Pakuan Pajajaran terakhir.
Seperti kakeknya dari Demak, Raden Patah Jimbun, ayahandanya Maulana Hasanuddin yang ulung sebagai sang penakluk perluasan wilayah kasultanan Surosowan Banten dan ahli siasat militer yang berhasil, gelar Panembahan Senopati pun juga melekat pada Maulana Yusuf.
Kasultanan Surosowan Banten Darussalam telah menjadi kasultanan yang kaya-raya dan setingkat kekaisaran, sejak puncak pemerintahan Sultan Surosowan I Maulana Hasanuddin, di tambah dengan kemenangan gemilang Sultan Surosowan II Maulana Yusuf menguasai Pakuan Pajajaran keprabon Hindu terakhir di Negeri Sunda, berbanding kerajaan-kerajaan kecil yang tersisa di Sunda yang otomatis jadi manut sebagai kerajaan-kerajaan bawahannya Kekaisaran / Kasultanan ageng Surosowan Banten Darussalam.
Di Jawa Tengah, Raden Ngabehi Saloring Pasar atau Sutawijaya, pewaris Mataram Pemanahan menentang bapak angkatnya, Sultan Pajang Hadiwijaya ( Senopati Joko Tingkir ).
Raden Ngabehi Saloring Pasar yang baru di tinggal wafat ayahandanya, Ki Gede Pemanahan tidak sudi Mataram di bawah kekuasaan Sultan Pajang.
Sutawijaya kerap merenung di sekitar pesisir laut selatan, memikirkan siasat bagaimana menghadapi bapak angkatnya yang perwira kuat digjaya, turunan kakeknya Senopati Mojopahit yang saktidigjaya masa Kertabhumi, Dayaningrat.
Bagaimana tidak kesal, kakeknya dulu Prabhu Brawijaya Mojopahit Raja majikannya si Jenderal Dayaningrat, kemudian cucunya mentang-mentang regenerasi perwira militer tukaran menguasainya sebagai bawahannya sedari anak Raja Mojopahit.
Sutawijaya merasa kesal hak ( privilisasi ) asal-usul istimewa kedaerahannya sebagai cucu Prabhu Mojopahit malah di zolimi jatahnya oleh turunan Jenderalnya. Bahkan rasa kesalnya di tambah ia mesti juga seba / membayar pajak atau upeti saban waktu dari hasil wilayah Mataramnya pada Sultan Pajang Hadiwijaya, dan keluarga dan pembesar Pajang, tanpa ia menikmati kecukupan hasil bumi daerah kebangsawannya sendiri. Tidak memberi rasa keadilan baginya.
Sutawijaya jadi kerap membangkang membayar pajak pada Kepala Negaranya Sultan Hadiwijaya.
Ketegangan dengan Hadiwijaya terdengar oleh Ki Sunan Tembayat, Wali gurunya Sutawijaya. Ki Sunan Tembayat memberikan usulan pada Sutawijaya untuk membangun benteng melingkupi Mataram.
Usulan Ki Sunan Tembayat juga di rundingkan Sutawijaya dengan Ki Juru Mertani, teman seperjuangan dirinya dan bapaknya almarhum Ki Gede Pemanahan sejak lama. Ki Juru Mertani sudah seperti sesepuh/orang tua kedua sebenarnya Sutawijaya pengganti Ki Gede Pemanahan, di samping Hadiwijaya.
Hal pembangkangannya membuat Hadiwijaya mengirimkan utusannya ke Mataram. Apalagi dari mata-matanya Hadiwijaya mendengar bahwa Mataram mulai membangun benteng.
Utusan yang tiba di Mataram menemui Sutawijaya duduk di atas kudanya. Utusan Hadiwijaya menyampaikan perintah Hadiwijaya.
Tapi di jawab Sutawijaya, “ Katakan pada Romo Hadiwijaya, kalaupun aku tidak mencukur rambutku, adalah urusanku, biar beliau memeriksa kelakuannya sendiri, sudah benar atau belum?” Sebaiknya beliau memeriksa kelakuannya berlaku adil memberikan jodoh pada segenap penduduknya, bukannya malah menyusahkan.”
Sutawijaya kemudian hari malah sengaja membuat ulah menghadang kepala-kepala daerah yang hendak menyerahkan upeti pada Hadiwijaya di tengah jalan. Upeti yang tadinya mau di serahkan pada Hadiwijaya sebagian di buka.
Dipati yang di hadang di belokkan menuju Mataram, dan di jamu serta di ajak berpesta oleh Sutawijaya di Mataram, di ajak menikmati hasil kekayaan wilayahnya sendiri. Hingga sebagian Dipati yang mau di ajak Sutawijaya jadi suka bekerjasama dengannya.
Hadiwijaya kemudian bersiasat mengundang Dipati-dipati pengikut setianya. Dipati-dipati tersebut adalah pilihan yang memiliki kesaktian tinggi. Dipati-dipati itu di kirim Hadiwijaya untuk membunuh Sutawijaya, di antaranya Dipati Tuban.
Hadiwijaya tidak mungkin memanggil Dipati dari Banten, karena aliran Sultannya saja sudah bertentangan dengan Hadiwijaya yang beraliran Syi’ah. Apalagi Sultan Banten adalah kakak iparnya yang tidak mungkin mudah di ajak bersekutu dibawahinya. Dan satu hal lagi, orang-orang Tuban adalah Jawa Timuran yang sama seasal dengan Hadiwijaya / Joko Tingkir cucunya Dayaningrat, senopati Mojopahit di jaman Prabhu Brawijaya Kertabhumi.
Setiba di Mataram, para utusan Hadiwijaya di terima Sutawijaya. Sutawijaya menjamu dengan sajian pesta dan tarian.
Dalam sajian tarian, utusan Hadiwijaya mulai memperlihatkan tajinya untuk memancing duel dengan Sutawijaya, tapi Raden Rangga putera sulungnya Sutawijya yang naik ke podium mewakili.
Dari tarian, pendekar Tuban memancing adu kanuragan dan di layani Raden Rangga, hingga beberapa jurus pendekar Tuban di pecahkan kepalanya, langsung tewas seketika.
Kejadian itu membuat utusan Hadiwijaya mundur kembali menghadap Hadiwijaya.
Tapi Sutawijaya malah memarahi Raden Rangga, karena berbuat sombong memperlihatkan kemampuannya. Raden Rangga merasa tidak bersalah dengan apa yang di lakukannya mendebat bapaknya. Sutawijaya pun mengusir Raden Rangga.
Sutawijaya khawatir dengan kejadian tersebut malah dapat memperuncing ketegangan dengannya dan Hadiwijaya. Sutawijaya tahu Hadiwijaya memiliki ilmu kesaktian yang tinggi, tapi juga perlu mengulur stamina usianya. Untuk menghadapinya di waktu yang tepat.