Bacaan Ringan "SEJARAH KASULTANAN SUROSOWAN BANTEN DARUSSALAM - PART 4"
http://massandry.blogspot.com
Suatu ketika Raden Mayang ketahuan berasmara dengan puterinya Hadiwijaya hingga hamil. Hadiwijaya memerintahkan penangkapan Bupati Mayang, sedangkan Raden Mayang di hukum mati. Bapaknya Bupati Mayang di perintah untuk di jebloskan ke sel.
Bupati mayang juga bapak mertuanya Sutawijaya. Di tengah jalan, Sutawijaya bersama pasukan Mataram menghadang pasukan Pajang yang menggiring Bupati Mayang. Sutawijaya kemudian membebaskan Bupati Mayang.
Peristiwa aksi Sutawijaya membebaskan Bupati Mayang semakin membuat amarah Hadiwijaya memuncak. Aksi Sutawijaya kali ini tidak dapat lagi di tolerir Hadiwijaya.
Hadiwijaya mengerahkan pasukan Pajang menggempur Mataram. Puteranya Raden Benowo di angkat memimpin pasukan garis depan.
Hadiwijaya menunggangi gajah, seperti tunggangan Prabhu Mojopahit. Bala pasukan Pajang yang di kerahkan berjumlah jauh lebih banyak.
Pasukan Pajang sempat bertemu dengan pasukan Mataram. Pasukan Mataram terdesak kalah lebih dulu, mundur.
Pasukan Pajang yang mengejar mendadak di hadang gempa. Gunung Merapi meletus. Dalam letusannya juga meletupkan debu awan panas, wedus gembel. Hadiwijaya sampai ikut tergoncang terjatuh dari gajah tunggangannya.
Kehendak Alloh SWT., pasukan Pajang yang tadinya menguasai jalan pertempuran jadi terbalik kena musibah.
Hadiwijaya dan balapasukannya yang kuat, bagaimanapun tidak bisa melawan takdir Alloh SWT. Karena bantuan keridhoan Alloh SWT., senopati Ing Alaga Sutawijaya dan pasukan Mataram berbalik memenangkan perang.
Hadiwijaya yang di tandu pun memerintahkan pasukannya berbalik pulang ke Pajang. Dalam perjalanan pulangnya, Hadiwijaya memerintahkan untuk singgah melewati makam Ki Sunan Tembayat di Klaten.
Di makam Ki Sunan Tembayat, Hadiwijaya memeluk makam Ki Sunan Tembayat, sambil menangis dan meminta ampun.
Usai dari makam, Hadiwijaya semakin parah sakitnya.
Di keraton Pajang, Hadiwijaya yang dalam keadaan kritis, meminta puteranya, Pangeran Benowo untuk memanggil Sutawijaya.
Sutawijaya yang mendengar bapak angkatnya dalam keadaan kritis, langsung berangkat bersama adiknya, Raden Benowo menuju Pajang.
Sutawijaya yang baru tiba sungkem kepada Hadiwijaya di pembaringannya. Hadiwijaya meminta Sutawijaya mendekat padanya.
Hadiwijaya mengatakan pada Sutawijaya dengan suara sakit, “ Mulai kini takhta Pajang ku serahkan padamu. Sebagai puteraku tertua, Dul Gendhu, kamu berhak menyandangnya. ”
Tapi Sutawijaya menolak dengan halus permintaan Hadiwijaya. “ Romo, saya sudah memiliki Mataram, biar bagian Mataram saja saya ambil. Soal takhta Negara Pajang, saya tak enak hati dengan Raden Benowo. Supaya adil pembagiannya.”
Tak lama berselang, Hadiwijaya mangkat.
Peristiwa kemudian Dipati Demak mengambil alih kekuasaan di Pajang.
Dipati Demak yang datang dengan segenap pengikutnya di rasakan tidak cocok dengan orang-orang Pajang.
Raden Benowo yang kecewa mengadu pada Sutawijaya.
Sutawijaya pun bersama himpunan pasukan Mataram dan Pajang mendatangi Sultan Pajang Dipati Demak itu.
Sutawijaya berhasil mengalahkan pasukan pengikut Dipati Demak. Pangeran Demak di paksa turun takhta Sultan Pajang dan di pulangkan ke Demak.
Sejak itu takhta Pajang di pindah ke Mataram. Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi Sultan Mataram pengganti kekuasaan Demak dan Pajang di Jawa Tengah. Sutawijaya juga digelari sebagai Panembahan Senopati Ing Alaga Mataram.
Di Jawa pun sekitar awal abad 16m., takhta kasultanan terdapat di Banten ( Jawa Barat ), Cirebon ( Jawa Barat Grage ), Mataram ( Jawa Tengah ), dan Gresik ( Jawa Timur ).
Di Banten, Sultan Maulana Yusuf atau Panembahan Senopati Yusuf, membangun masjid Kasunyatan dan berdekatannya di bangun sekolah madrasah, hingga perguruan tinggi ( mahad ) Islam yang termasuk pertama di Jawa.
Hal ini membuktikan bahwa pendiri sekolah akademik pertama bukanlah KH Dewantara, tapi Sultan Banten, Maulana Yusuf.
Sejak masa dinasti Fatimiyah sekolah perguruan tinggi / mahad Islam adalah terletak di Al-Azhar, Kairo. Ketika Salahuddin Al-‘Ayub bersama pasukan Surosen/ kaum sunni berhasil merebut kekuasaan dari dinasti Fatimiyah yang beraliran Syi’ah, Al-Azhar pun turut di rombak menjadi sekolah aliran sunnah.
Di perguruan tinggi Kasunyatan, mulai terdapatnya tingkatan sekolah/ madrasah ibtidaiyah ( sekolah dasar ), madrasah tsanawiyah ( SMP), madrasah Muhammadiyah ( SMA ), dan mahad ( perguruan tinggi ).
Ketika kaum kolonial barat menduduki Indonesia, sekolah madrasah pun jadi di cap seperti sekolahnya orang kampung.
Perguruan Kasunyatan semakin berkembang di masa kemunculan Syekh Nawawi yang juga kerabat keturunan kasultanan Surosowan Banten.
Syekh Nawawi menerjemahkan dan menulis banyak ilmu tafsir Qur’an dan Hadits, dan fiqih Islam. Diantaranya mengenai sholat ajaran Nabi Muhammad SAW. Kebanyakan di tulis dengan huruf Arab. Kepandaian Syekh Nawawi tersiar hingga ke Mekah. Bahkan di Mekah, Syekh Nawawi sempat di angkat menjadi ulama guru besar.
Buku-buku tulisannya Syekh Nawawi juga hingga kini masih terdapat di simpan di perpustakaan di berbagai negara Timur Tengah, seperti di Arab Saudi, Jordania, Mesir. Murid-muridnya pun di antaranya adalah orang Arab.
Pernah terdapat cerita humor, seorang Arab bertubuh tinggi besar, yang datang ke Banten menanyakan yang mana orangnya Syekh Nawawi. Si Arab sempat salah kira orang. Kemudian Syekh Nawawi menunjukkan dirinya yang bertubuh pendek, bantet. Memang seperti demikian ciri orang Banten. Dari realita data sejarah ini, terdapat hikmat, bahwa kekuasaan Raja bukan sekedar rebutan berkuasa, tapi juga untuk membangun kemaslahatan / prasarana.. Menjadi pemimpin amanahnya menciptakan keadilan. Konservasi kasultanan adalah juga konservasi hak Daulah, yang di terjemahkan menjadi konservasi otonomi daerah hak asal-usul istimewa kedaerahan ( di pasal 18; BAB OTONOMI DAERAH; UUD 45 )