Bacaan Ringan "PASUKAN KAMIKAZE : SERANGAN PERTAMA KAMIKAZE 201"
http://massandry.blogspot.com
Waktu satu minggu tanpa ancaman pesawat dari kapal induk Amerika diperlukan, karena armada Kurita sendiri tidak disertai kapal induk, namun oleh dua kapal tempur kembar terbesar, Yamato dan Musashi. Apabila armada Jepang yang kuat ini dengan aman berhasil mencapai Teluk Leyte, dapat dibayangkan betapa kapal-kapal pengangkut pasukan Amerika akan dibantai oleh armada Kurita.
Ohnishi menyimpulkan bahwa Tokyo kini menggantungkan harapannya kepada Armada Udara Pertama. “Sho berarti kemenangan. Tetapi apabila Armada Udara Pertama sampai gagal, maka Operasi Kemenangan ini akan berbalik menjadi kekalahan yang tak mungkin diperbaiki lagi,” tambahnya. Ia mengatakan, dalam Operasi Sho rencananya Armada Udara Kedua di Formosa akan dipindahkan ke Filipina. Mereka akan membantu Armada Udara Pertama, yang jumlah pesawatnya tinggal sedikit akibat intensif nya gempuran udara Amerika di seantero Filipina.
Mendengar apa yang disampaikan panglima barunya, kelima perwira semakin merasa ada sesuatu lebih penting yang akan dimunculkan. Sebab tidaklah mungkin apabila Ohnishi jauh-jauh datang dari Manila hanya untuk mengulang mengenai perkembangan situasi maupun tugas yang harus dilakukan pasukan udaranya. Para perwira ini menantikan apa lagi yang akan disampaikan oleh Ohnishi. Mereka berpikir keras bagaimana mampu melaksanakan misi memukul armada kapal induk Amerika. Jumlah pesawat mereka yang sedikit harus berhadapan dengan kekuatan udara musuh yang begitu besar. Mereka berharap Ohnishi akan menyampaikan jawaban cerdas atas situasi sulit yang dihadapi.
Sesudah terdiam beberapa saat, maka Ohnishi dengan raut serius berkata, “Menurut pendapat saya, hanya ada satu cara untuk menjamin kekuatan kita akan efektif hingga tingkat maksimal. Yaitu kita harus mengorganisasikan unit-unit serangan bunuh diri dengan pesawat-pesawat tempur Zero yang dipersenjatai bom 250 kilogram. Masing-masing pesawat harus menabrakkan diri ke pesawat induk musuh…. Bagaimana pendapat kalian?”
Mata Laksamana Ohnishi dengan tajam memandangi kelima perwira satu-persatu. Tak seorang pun yang angkat bicara. Mereka hanya mengingat bahwa taktik semacam ini pernah dipakai oleh pilot AL Jepang dalam pertempuran udara melawan pesawat pengebom Amerika yang besar-besar. Yaitu dengan menyerempetkan pesawatnya atau dalam kondisi tertentu bahkan menabrakkan diri ke pesawat musuh. Sejumlah pilot AL pun juga pernah menyuarakan taktik serupa terhadap kapal induk musuh. Apalagi tahun 1944 para pilot Jepang harus menghadapi kekuatan yang kian tak imbang. Sehingga semakin banyak dari mereka yang tidak berhasil kembali lagi ke pangkalannya. Karena itu daripada jatuh atau hilang sia-sia, mungkin lebih baik mati tetapi sekaligus dengan menghancurkan musuh.
Akhirnya kesenyapan dipecah oleh Asaichi Tamai “Yoshioka, seberapa efektifkah pesawat dengan bom 250 kilo ditabrakkan ke geladak kapal induk?”. Setelah berpikir sesaat, perwira staf ini pun menjawab bahwa cara itu memang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengenai sasaran daripada dengan pengeboman konvensional. Kerusakan yang ditimbulkan pun juga lebih parah sehingga membutuhkan waktu berhari-hari untuk memperbaiki geladak.
Tamai sebetulnya sudah tahu jawaban tersebut. Tetapi dia sengaja bertanya hanya untuk melepaskan suasana tegang. Dia lalu menyampaikan kepada Laksamana Ohnishi, bahwa sebagai perwira eksekutif dia tidak dapat memutuskan persoalan segenting itu. “Saya harus menanyakan dulu kepada komandan grup Kapten Yamamoto,” tambahnya. Namun Ohnishi menjawab bahwa dia telah berbicara via telepon dengan Yamamoto yang sedang dirawat di Manila karena kakinya patah akibat pendaratan darurat Zeronya. “Dia menyerahkan segala sesuatunya kepadamu. Pendapatmu adalah pendapatnya,” kata Ohnishi pendek.
Mereka yang hadir pun memandang Tamai, menunggu apa yang akan dikatakannya. Tetapi cukup lama Tamai merenung dan membisu, sampai akhirnya meminta kepada Laksamana agar diizinkan untuk berpikir sejenak dengan tenang. Tamai lalu menggamit Letnan Ibusuki untuk ikut ke ruang kerjanya. Mereka mendiskusikan berbagai kemungkinan reaksi dan sikap para pilot terhadap taktik serangan bunuh diri.
Beberapa waktu kemudian, Tamai bergabung kembali. Kepada Ohnishi dia melaporkan hasil diskusinya dengan Ibusuki. “Dipercaya oleh komandan kami dan disertai rasa penuh tanggung jawab, saya menyatakan setuju sepenuhnya dengan pendapat Laksamana. Grup Udara 201 akan melaksanakan usulan tersebut. Izinkan saya bertanya, apakah laksamana menyerahkan kepada kami untuk melakukan sendiri pembentukan satuan penyerang tersebut?”
Kapten Rikihei Inoguchi yang di kemudian hari menuliskan kesaksiannya, menyatakan ingat betul akan ekspresi Laksamana Ohnishi sewaktu mendengar laporan Tamai. Tampak kelegaan pada wajahnya, namun juga terbersit kemuraman karena rasa sedih. Dia pun cuma mengangguk tanpa satu kata pun sewaktu menjawab pertanyaan Tamai. Artinya, dia menyerahkan pembentukan satuan bunuh diri itu kepada 201 sendiri. Tak lama kemudian Ohnishi minta diri untuk beristirahat, dan pertemuan bersejarah di markas 201 di Mabalacat itu pun berakhir.