Bacaan Ringan "PERJALANAN HIDUP UCOK AKA DAN PARA PECINTANYA - PART 2"
http://massandry.blogspot.com
PERNIKAHAN pertama Ucok AKA Harahap dengan Nur Aini Latjeno alias Nani, tetangga yang juga masih tergolong kerabatnya, membuahkan empat anak. Tahun itu juga, 1968, lahir putra pertama Ucok yang dinamai Iskandar Muda Iswanda. Berikutnya, berturut-turut lahir tiga anak: Mohammad Mirza Iswar (1969), Sutan Mahayudin (1970), dan Amelia Sila Rosa (1971).
Di usia 30-an awal itu, Ucok makin gila main musik. Baik Nani maupun empat anak yang masih kecil-kecil praktis tidak diperhatikan. Hari-hari Ucok dihabiskan di studio. "Pagi, siang, malam, saya habiskan di studio musikku di Surabaya. Ke rumah Nani di Lawang hanya sebatas mengambil baju atau barang lainnya," cerita Andalus Datoe Oloan Harahap, nama asli Ucok AKA Harahap, suatu ketika.
Mudah ditebak, rumah tangga Ucok dan Nani pun goyang. Apalagi, menurut Ucok, keduanya punya perbedaan yang sangat prinsip. Sulit ketemu. Nani menginginkan suaminya punya pekerjaan tetap, orang kantoran, sementara Ucok adalah seniman yang sedang tergila-gila dengan musik.
"Yah, terpaksa aku tinggalkan empat anak dan istriku demi musik. Aku lebih memilih AKA daripada keluargaku," tegasnya.
Semakin menjauh dari Nani, karir musik Ucok memang melambung pesat. AKA Group yang sempat gonta-ganti personel akhirnya menemukan karakter setelah Arthur Kaunang bergabung. Arthur yang semula hanya piawai bermain piano dan keyboards dipaksa Ucok untuk berlatih gitar bas. "Jadi, saya yang ajar Arthur main gitar dan bas," katanya.
Grup AKA (singkatan dari Apotek Kaliasin, nama apotek milik Ismail Harahap, ayah Ucok) kian berkibar setelah meluncurkan album Reflections pada 1971, kemudian Crazy Joe (1972), Sky Rider (1973), Cruel Side of Suez War (1974), Shake (1975), Mr Bulldog (1976), Pucukku Mati (1977), BAdai Bulan Desember (1978), AKA Pop Melayu, AKA Pop Jawa, dan AKA Kasidah.
Album Crazy Joe dan Badai Bulan Desember mendapat respons paling hebat. Album ketiga dan album kesembilan itu meledak di pasaran. Angka penjualannya mencapai satu juta kaset. Angka penjualan semacam itu, apalagi jenis rock, dipastikan sulit diulangi grup musik zaman sekarang.
Selain dikerubuti perempuan-perempuan cantik, pada 1973 AKA ditanggap oleh seorang pejabat bea cukai berpangkat brigadir jenderal TNI, Pak Alex, di rumah dinasnya, Jalan Diponegoro Surabaya. Ucok sendiri sebetulnya tidak suka main di rumah loji.
Baginya, grup musik cadas dengan aksi teatrikal dan nyentrik macam AKA harus main di stadion atau lapangan terbuka. Namun, karena berkali-kali diminta Pak Jenderal, akhirnya Ucok bersama AKA-nya mau main juga.
Pejabat bea cukai itu punya enam anak. Empat perempuan dan dua lelaki. Mereka adalah si sulung Farida, Yoyong, Debby, Sandra, Ninis, dan Ipung. Anak-anak Pak Jenderal ternyata sangat gandrung musik cadas ala AKA, terutama gaya panggung Ucok yang nyeleneh. Mereka bahkan hafal lagu-lagu AKA.
Konser di rumah jenderal ini tak pernah dilupakan Ucok. Bahkan, beberapa bulan sebelum meninggalnya, dia masih ingat semua detil cerita. Maklum, di sinilah dia berkenalan dengan Yasmin Juniarti Farida alias Farida yang kemudian mewarnai perjalanan hidupnya. Farida, yang juga guru karate di Batalyon 513, ini didekati Ucok perlahan-lahan melalui berbagai trik. Akhirnya, putri Brigjen Alex yang masih polos itu jatuh dalam pelukan Ucok.
"Cinta membutakan mata kami berdua. Farida tak peduli lagi meskipun aku telah beranak dan beristri. Kami lantas seperti tak bisa dipisahkan lagi. Besarnya cinta inilah yang menjadikan aku lupa daratan," paparnya.
Gara-gara cinta setengah mati pada Farida, Ucok mulai menduakan AKA. Grup musik yang sudah besar, mapan, dan dikenal luas di tanah air. Berkali-kali Ucok mangkir dari rekaman yang sudah ditandatangani kontraknya. Ucok, sang vokalis dan pemain keyboard, tak mau tahu nasib AKA. "Yang ada di otakku waktu itu hanya Farida, Farida, dan Farida," paparnya.
Cinta back street Ucok dan Farida mendapat tentangan keras dari keluarga Alex. Sang jenderal tak ingin punya mantu seniman musik yang masa depannya tidak jelas. Farida pun dilarang keluar rumah loji di Jl Diponegoro. Setiap gerak-geriknya dibatasi. "Dia tidak boleh keluar rumah, apalagi sampai menemuiku."
Meski demikian, Ucok tetap nekat mengunjungi rumah Farida. Alasannya macam-macam. Bertemu adiknya, menyampaikan titipan, atau alasan-alasan lain yang direkayasa. Sampai akhirnya Ucok dilarang berkunjung ke rumah sang jenderal.
Namanya juga anak muda, larangan ini tak membuat Ucok-Farida kehilangan akal. Farida kerap lari dari rumah hanya sekadar bertemu dengan arjunanya. Bahkan, menurut Ucok, Farida pernah nekat lompat dari jendela kamarnya hanya agar bisa menemui Ucok di sebuah tempat.