Bacaan Ringan "HISTOGRAFI EROPA KUNO - YUNANI KUNO - PART 1"
http://massandry.blogspot.com
Yunani adalah sebuah Negara yang terletak di laut Mediterania. Orang Yunani menyebut Negara mereka dengan Hellas atau Ellada dan menyebut bangsa mereka sebagai bangsa Hellen. Sedangkan didalam bahasa Inggris Yunani disebut Greece yang diduga diambil dari bahasa Latin Graeco yang mengarah ke semenanjung Apenia yang menjadi koloni Yunani dengan sebutan Magna Graecia.
Pada zaman kuno wilayah Yunani tidak hanya meliputi wilayah yang dikenal dengan Yunani sekarang namun meliputi wilayah-wilayah di sekitar laut Aegea yang terdiri dari gunung-gunung, semenanjung, dan teluk-teluk. Hal ini menyebabkan Yunani terbagi menjadi beberapa daerah-daerah kecil sehingga mendorong terbentuknya masyarakat kecil dan terisolir. Daerah pegunungan tersebut merupakan tanah yang tandus, sehingga menakdirkan bangsa Yunani hidup miskin kecuali mereka mampu menemukan sumber-sumber kehidupan yang lain yang lebih makmur (Soetopo, 1992:3). Keadaan geografis ini mendorong masyarakat Yunani hidup sebagai pedagang dan sebagian lagi menjadi petani gandum. Disamping itu, bangsa Yunani dikelilingi oleh beberapa laut, seperti laut Aegea, laut Hitam, dan laut Tengah. Laut-laut tersebut memiliki iklim yang nyaman sehingga dapat dilayari dengan perahu sederhana. Pemanfaatan laut telah membuat bangsa Yunani memiliki sumber penghasilan lain dan mereka bisa berhubungan dengan pusat-pusat peradaban lainnya, tempat mereka memperoleh ide-ide baru.
Sejarah peradaban Yunani kuno dimulai di pulau Kreta (Creta) dengan pusat pemerintahannya di Knossus yang terletak dibagian Timur Laut Tengah, sedikit ke Selatan dari semenanjung Yunani. Pulau Kreta letaknya amat strategis, sebab ditengah-tengah Laut Tengah yang dibentuk oleh tiga benua yaitu benua Afrika dibagian selatannya, benua Asia dibagian baratnya dan benua Eropa dibagian utaranya (Adisusilo, 2005:5). Karena letaknya yang berada ditengah-tengah lautan, pulau Kreta aman dari berbagai ancaman pihak luar. Penduduk pulau Kreta membangun kota-kotanya tanpa dinding perlindungan namun disisi lain mereka memiliki angkatan laut yang kuat sebagai bentuk pertahanan. Sebagai Negara maritim, masyarakat pulau Kreta sudah melakukan perdagangan dengan Negara-negara tetangga seperti Mesir, pulau Sisilia, Syiria, dan Asia Kecil, nama pelabuhan yang terkenal adalah Phaestus. Di pulau Kreta ini lahirlah peradaban tertua dan tinggi di Eropa serta tempat berkembangnya peradaban Minoa atau minos. Kebudayaan Minos yang berasal dari pulau Kreta menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang sangat berpengaruh terhadap Yunani, kebudayaannya pun berkembang hingga ke Eropa dan menjadi cikal bakal peradaban selanjutnya.
Pada sekitar tahun 1500 SM muncullah kebudayaan di Yunani dan di pulau-pulau sekitar laut Aegea, salah satunya adalah Mycenae yang kemudian dipakai sebagai nama zaman. Pada zaman Mycenae ketrampilan teknik, seni, sastra, dan agama mengadopsi dari kebudayaan pulau Kreta. Kemajuan peradaban di Yunani berhubungan dengan perluasan kerajaan, sentralisasi kekuasaan politik raja, dominasi golongan aristokratis dalam masyarakat, dan pengaruh-pengaruh yang diperoleh dari Timur Tengah (Soetopo, 1993:4). Para pemimpin pada zaman Mycenae kurang mampu mengembangkan sistem pemerintahan, seni, sastra, dan agama sehingga kebudayaan pada zaman ini sangat sedikit dan kurang kreatif. Tindakan fatal yang dilakukan bangsa Yunani Mycenae adalah penyerbuan terhadap pulau Kreta yang akhirnya menghancurkan sumber utama kebudayaan Mycenae sendiri. Peristiwa ini merupakan awal dari sejarah Yunani.
Pada sekitar abad ke 9 SM terjadi migrasi yang diawali oleh suku Doria yang menempati semenanjung Peloponesos ( Yunani bagian barat). Suku-suku bangsa yang pada saat itu terdapat di Peloponesos ialah Aetolia di bagian barat, dan Ionia di daerah Attica. Suku bangsa Yunani tersebut kemudian melakukan kolonisasi ke Timur, pantai barat laut Aegea. Dalam karangan Homerus yaitu Iliad dan Odyssey disebutkan bahwa wilayah Yunani terbagi atas kerajaan-kerajaan kecil yang didominasi oleh tanah-tanah pertanian. Setiap kerajaan kecil tersebut diperintah oleh kepala suku yang berani dan aktif memimpin rakyatnya dalam perang, memutuskan perselisihan, dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Ini merupakan kekuasaan raja yang bersifat absolut. Lambat laun kekuasaan raja yang bersifat absolut ini tidak disukai rakyat. Akhirnya kerajaan dihapuskan, dan timbullah macam Negara yang dinamakan polis yang terpusat pada kota (praja) (Mangoenrahardjo, 1976:2). Suku Doria kemudian mengembangkan polis Sparta yang bercirikan militerisme, kotanya dibangun tanpa benteng pertahanan, sebab setiap warga diwajibkan untuk melindungi Negara sebagai seorang militer. Disisi lain suku Ionia membangun polis Athena di semenanjung Attica yang bersifat demokratis. Kotanya dilindungi oleh benteng-benteng kokoh dan dikelilingi oleh tempat tinggal para budak atau masyarakat kelas dua seperti petani dan nelayan. Sementara itu suku Akhaia yang semula mendiami semenanjung Peloponesos harus bergeser ke barat laut semenanjung Peloponesos karena desakan dari suku Doria, sebagian lagi melarikan diri ke pulau-pulau Asia kecil, ke laut Hitam, selat Dardanela-Bospores dan pulau Siprus. Sedangkan di bagian utara tinggallah suku Macedonia.
Kekuasaan polis Athena berkembang terutama di sepanjang abad ke-6, yaitu dengan memperkuat pemerintahan demokrasi dan perluasan daerah kekuasaan. Namun perkembangan tersebut tidak hanya di bidang politik. Ilmu pengetahuan dan kesenian juga berkembang, terutama seni pahat dan seni sastra yang masih dapat dijumpai hingga saat ini. Athena menjadi contoh polis modern, paling maju, demokratis dibawah sejumlah tokoh pembaharu seperti Dragon, Solon, Kleisthenes, Themistokles, dan Pirakles (Adisusilo, 2005:9). Dibawah para pemimpin tersebut Athena sebagai polis modern yang melambangkan rasionalitas, keunggulan, dan kreatifitas manusia. Selain polis Athena, polis Sparta juga memiliki wilayah kekuasaan yang luas. Sparta menaklukan suku-suku di sekitar Peloponesos dan menjadi koloni Sparta yang harus membayar upeti. Kekuasaan tertinggi polis Sparta berada di tangan Dewan Orang Tua (Gerousia) yang dipilih dari kaum laki-laki Sparta diantara dewan militer. Dengan kekuatan militernya Sparta menguasai Peloponesos dan menjadi ancaman bagi Athena.
Sebenarnya pada masa awal sejarah Yunani sudah banyak terjadi perselisihan antar Negara kota, namun sebagian besar perhatian bangsa Yunani tercurahkan untuk mengurusi internalnya sampai terciptanya Yunani yang memiliki kekuatan yang utuh pada tahun 500 SM. Pada sekitar tahun 490-479 SM Yunani mengalami masa puncak kejayaan atas kemenangannya dalam perang malawan Persia (Persian War). Setelah ancaman dari Persia berakhir, Yunani secara perlahan-lahan mengubah liga (persatuan polis-polis di Peloponesos untuk mengalahkan Persia) menjadi imperium yang berada dibawah kekuasaan Yunani. Yunani juga mendesak polis-polis disekitar Athena untuk bergabung ke dalam liga. Imperialisme Athena mencapai puncaknya saat dipimpin oleh Pericles pada tahun 461 SM. Pericles dikenal sebagai seorang demokrat, sehingga kebijakan-kebijakannya pun menyangkut kepentingan-kepentingan umum dan ia dikenal sebagai tokoh yang memikirkan kemakmuran dan kebesaran Athena (Soetopo, 1992:30-31). Pada tahun 445 SM Athena mengadakan perjanjian perdamaian dengan Sparta dan Persia yang dikenal dengan “ Gencatan Senjata 30 Tahun”. Namun timbul kekhawatiran Negara-negara kota yang berada dibawah kekuasaan Athena. Mereka khawatir kalau kelak Athena akan mengambil kemerdekaan mereka, karena mereka tidak diperkenankan untuk menjadi warga Athena dan juga belum dipertimbangkan untuk menduduki kursi kepemimpinan dalam pemerintahan Athena. Hal ini menimbulkan reaksi terhadap Athena di seluruh wilayah Yunani.
Perdamaian yang mencekam di wilayah Yunani pecah pada tahun 431 SM menjadi perang Peloponesos yang lahir dari berkembangnya rasa benci terhadap Athena. Beberapa polis terutama Corinth meyakinkan Sparta bahwa Athena berkeinginan melanggar Gencatan Senjata 30 Tahun. Penduduk Athena yang terkurung dalam dinding kota mengalami wabah penyakit pes, salah satu korbannya adalah Pericles. Athena tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan Sparta, sehingga menderita kekalahan, di lain pihak penduduk kota terbebani biaya perang yang tidak sedikit. Pada tahun 421 SM Athena dan Sparta menandatangani Gencatan Senjata 30 Tahun, namun gencatan senjata itu hanya berlangsung sampai tahun 415 SM. Sejak meletus kembali perang Peloponesos, Athena mengalami kemunduran dan kekalahan. Di lain pihak Sparta mengadakan kerjasama dengan kerajaan Persia. Sparta memperbolehkan Persia menguasai kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil, sedangkan Persia bersedia memberikan sumbangan uang dan bantuan kapal kepada Sparta. Pada tahun 404 SM Athena menyatakan diri kalah atas Sparta dan Sparta memaksa Athena untuk meruntuhkan dinding kota, menghancurkan 12 kapal dan tunduk kepada pemerintahan Oligarki yang dikawal oleh pasukan Sparta.
Setelah kekuasaan Athena lenyap, Sparta mengambil alih kekuasaan atas Yunani. Namun kekuasaan Sparta tidak lebih baik dari Athena. Bila ada Negara kota Yunani yang mengajukan protes atas pemerintahannya yang semena-mena, Sparta tidak sungkan untuk meminta bantuan kepada Persia yang diterima dengan senang hati. Kebencian terhadap Sparta telah memunculkan serangkaian perang baru. Soetopo dalam bukunya Sejarah Eropa 1 menyebutkan Ahli filsafat besar semacam Plato dan Aristoteles yang hidup dalam abad ke-4 SM berpendapat bahwa yang sesuai dengan bangsa Yunani adalah Negara-negara kota yang kecil. Dengan demikian tidak akan munculnya pertikaian diantara masing-masing Negara kota.