Tokoh Islami "ENAM PULUH SAHABAT UTAMA RASUL - KHUBAIB BIN "ADI - PART 2"
http://massandry.blogspot.com
Para pengepung meminta agar Kaum Muslimin menyerahkan diri dengan jaminan bahwa mereka tidak akan dianiaya. Kesepuluh orang ini menoleh kepada pemimpin mereka ‘Ashim bin Tsabit al-Anshari r.a. Rupanya ia menyatakan: “Adapun aku, demi Allah aku tak akan turun, mengemis perlindungan orang musyrik . . . ! Ya Allah, sampaikanlah keadaan kami ini kepada Nabi-Mu .. .!”
Dan segeralah para pemanah yang seratus orang itu menghujani mereka dengan anak panah …. Pemimpin mereka ‘Ashim beserta tujuh orang lainnya menjadi sasaran dan mereka pun gugurlah sebagai syahid. Mereka meminta agar yang lain turun dan tetap akan dijamin keselamatannya sebagai dijanjikan. Maka turunlah ketiga orang itu, yaitu Khubaib beserta dua orang shahabatnya ….
Para pemanah mendekati Khubaib dan salah seorang temannya, mereka menguraikan tali-temali mereka dan mengikat keduanya. Teman mereka yang ketiga melihat hal ini sebagai awal pengkhianatan janji, lalu ia memutuskan mati secara nekad sebagaimana dilakukan ‘Ashim dan teman-temannya, maka gugurlah ia pula menemui syahid seperti yang diinginkannya.
Dan demikianlah, kedelapan orang yang terbilang di antara orang-orang Mu’min yang paling tebal keimanannya, paling teguh menepati janji dan paling setia melaksanakan tugas kewajibannya terhadap Allah dan Rasul, telah menunaikan darma bakti mereka sampai mati….
Khubaib dan seorang temannya yang seorang lagi Zaid, berusaha melepaskan tali ikatan mereka, tapi tidak berhasil karena buhulnya yang sangat erat. Keduanya dibawa oleh para pemanah durhaka itu ke Mekah.
Nama Khubaib menggema dan tersiar ke telinga orang banyak …. Keluarga Harits bin ‘Amir yang tewas di perang Badar, cepat mengingat nama ini dengan baik, suatu nama yang menggerakkan dendam kebencian di dada mereka.
Mereka pun segera membeli Khubaib sebagai budak . . . untuk melampiaskan seluruh dendam kebencian mereka kepadanya. Dalam hal ini mereka mendapat saingan dari penduduk Mekah lainnya yang juga kehilangan bapak dan pemimpin mereka di perang Badar.
Terakhir mereka merundingkan semacam siksa yang akan ditimpakan kepada Khubaib untuk memuaskan dendam kemarahan mereka, bukan saja terhadapnya tetapi juga terhadap seluruh Kaum Muslimin! Dan sementara itu, golongan musyrik lainnya melakukan tindakan kejam pula terhadap teman Khubaib, Zaid bin Ditsinnah, yaitu dengan menyula atau menusuknya dari dubur hingga tembus ke bagian atas badannya ….
Khubaib telah menyerahkan dirinya sepenuhnya, menyerahkan hatinya, pendeknya semua urusan dan akhir hidupnya kepada Allah Rabbul’alamin. Dihadapkannya perhatiannya kepada beribadat dengan jiwa yang teguh, keberanian yang tangguh disertai sakinah atau ketenteraman yang telah dilimpahkan Allah kepada yang dapat menghancurkan batu karang dan melebur ketakutan. Allah selalu besertanya sementara ia senantiasa beserta Allah …. Kekuasaan Allah menyertainya, seakan-akan jari-jemari kekuasaan itu membarut dadanya . . . hingga terasa sejuk dingin ….
Pada suatu kali salah seorang puteri Harits datang menjenguk ke tempat tahanan Khubaib yang ada di sekitar rumahnya, tiba-tiba ia meninggalkan tempat itu sambil berteriak, memanggil dan mengajak orang Mekah menyaksikan keajaiban, katanya:
“Demi Allah saya melihat Khubaib menggenggam setangkai besar anggur sambil memakannya . . . sedang ia terikat teguh pada besi . . . padahal di Mekah tak ada sebiji anggur pun …. Saya kira itu adalah rizqi yang diberikan Allah kepada Khubaib.”
Benarlah . . . Itu adalah rizqi yang diberikan Allah kepada hambanya yang shaleh, sebagaimana dahulu pernah diberikan- Nya seperti itu kepada Maryam anak ‘Imran, yaitu di saat:
وَ كَفَّلَها زَكَرِيَّا كُلَّما دَخَلَ عَلَيْها زَكَرِيَّا الْمِحْرابَ وَجَدَ عِنْدَها رِزْقاً قالَ يا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هذا قالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ إِنَّ اللهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشاءُ بِغَيْرِ حِسابٍ
“Setiap kali Zakaria masuk ke dalam mihrabnya, dan ditemukannya rizqi di dekat Maryam …. Katanya: Dari mana datangnya makanan ini hai Maryam? Jawabnya: Ia datang dari Allah, sesungguhnya Allah memberi rizqi kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan tidak terhingga ….!” (Q.S. 3 Ali Imran: 37)
Orang-orang musyrik menyampaikan berita kepada Khubaib tentang tewasnya serta penderitaan yang dialami shahabat dan saudaranya Zaid bin Ditsinnah r.a. Mereka mengira dengan itu dapat merusakkan urat sarafnya, serta membayangkan dan merasakan derita dan siksa yang membawa kematian kawannya itu.
Tetapi mereka tidak.mengetahui bahwa Allah telah merangkulnya dengan menurunkan sakinah dan rahmat-Nya …. Terus mereka menguji keimanannya dan membujuknya dengan janji pembebasan seandainya ia mau mengingkari Muhammad dan sebelum itu Tuhannya yang telah diimaninya ….
Tetapi usaha mereka tak ubahnya seperti hendak mencopot matahari dengan memanahnya . . . . !
Benar, keimanan Khubaib tak ubah bagai matahari, baik tentang kuatnya, jauhnya maupun tentang panasnya dan cahayanya . . . ! Ia akan bercahaya bagi orang-orang yang mencari cahayanya dan ia akan padam menggelap bagi orang yang menghendakinya gelap. Adapun orang yang menghampirinya dan menentangnya maka ia akan terbakar dan hangus.
Dan tatkala mereka telah berputus asa dari apa yang mereka harapkan, mereka seretlah pahlawan ini ke tempat kematiannya . . . mereka bawa ke suatu tempat yang bernama Tan’im, dan di sanalah ia menemui ajalnya ….
Sebelum mereka melaksanakan itu, Khubaib minta idzin kepada mereka untuk shalat dua rakaat. Mereka mengidzinkan- nya, dan menyangka bahwa rupanya sedang berlangsung tawar- menawar dalam dirinya untuk menyerah kalah dan menyatakan keingkarannya kepada Allah, kepada Rasul dan kepada Agamanya ….
Khubaib pun shalatlah dua rakaat dengan khusu’, tenang, dan hati yang pasrah …. Dan melimpahlah ke dalam rongga jiwanya, lemak manisnya iman . . . maka ia mencintakan kiranya ia terus shalat, terus shalat dan shalat lagi …. Tetapi kemudian ia berpaling ke arah algojonya, lalu katanya kepada mereka:
“Demi Allah, kalau bukanlah nanti ada sangkaan kalian bahwa aku takut mati, niscaya akan kulanjutkan lagi shalat- ku … !”
Kemudian diangkatnya kedua pangkal lengannya ke arah langit lalu mohonnya:
“Ya Allah, susutkanlah bilangan mereka . . . musnahkan mereka sampai binasa . . . !”
Kemudian diamat- amatinya wajah mereka, disertai suatu keteguhan tekad lalu berpantun:
Mati bagiku tak menjadi masalah ….
Asalkan ada dalam ridla dan rahmat Allah
Dengan jalan apapun kematian itu terjadi….
Asalkan kerinduan kepada-Nya terpenuhi
Ku berserah menyerah kepada-Nya ….
Sesuai dengan taqdir dan kehendak-Nya
Semoga rahmat dan berkah Allah tercurah ….
pada setiap sobekan daging dan tetesan darah.
Dan mungkin inilah peristiwa pertama dalam sejarah bangsa Arab, di mana mereka menyalib seorang laki-laki, kemudian membunuhnya di atas salib . . . !
Mereka telah menyiapkan pelepah-pelepah tamar untuk membuat sebuah salib besar, lalu menyandarkan Khubaib di atasnya, dengan mengikat teguh setiap bagian ujung tubuhnya …. Orang-orang musyrik itu jadi buas dengan melakukan segala kekejaman yang menaikkan bulu roma. Para pemanah bergantian melepaskan panah-panah mereka.
Kekejaman yang di luar batas ini sengaja dilakukan secara perlahan-lahan terhadap pahlawan yang tidak berdaya karena tersalib …. Tapi ia tak memicingkan matanya, dan tak pernah kehilangan sakinah yang mena’ajubkan itu yang telah memberi cahaya kepada wajahnya. Anak-anak panah bertancapan ke tubuhnya dan pedang-pedang menyayat-nyayat dagingnya.