Tokoh Islami "ENAM PULUH SAHABAT UTAMA RASUL - USAID BIN HUDDLAIR - PART 2"
http://massandry.blogspot.com
Usaid memutuskan akan mempergunakan kecerdikannya …. Ia tahu benar bahwa Sa’ad bin Mu’adz sama betul dengan dirinya tentang kebersihan jiwa, kekerasan kemauan, ketenangan berfikir dan ketepatan penilaian …. Dan ia mengetahui bahwa tak akan ada penghalang antaranya dengan Islam sesudah mendengar sendiri apa yang telah didengarnya tadi tentang kalam Allah, yang begitu baik dibacakan dan diuraikan kepada mereka oleh utusan Rasulullah, Mush’ab bin Umeir ….
Tetapi seandainya dikatakannya kepada Sa’ad: “Sebenarnya aku telah masuk Islam, pergilah pula kamu masuk Islam”, niscaya akan mengundang pertentangan yang menimbulkan akibat yang tidak diharapkan …. Kalau begitu, baiklah dibangkitkannya semangat keberanian Sa’ad sebagai suatu cara untuk mendorongnya pergi ke majlis Mush’ab sampai ia mendengar dan menyaksikannya sendiri …. Maka bagaimana jalan selanjutnya untuk mencapai ini … ?
Sebagaimana telah kita sebutkan dahulu, Mush’ab menjadi tamu di rumah As’ad bin Zurarah . . . sedang As’ad bin Zurarah adalah anak bibi dari Sa’ad bin Mu’adz …. Maka kata Usaid kepada Sa’ad: “Sungguh, aku telah mendapat berita bahwa Bani Hantsah telah berangkat ke rumah As’ad bin Zurarah hendak membunuhnya, padahal mereka tahu bahwa ia adalah anak bibinya . . . !”
Didorong oleh rasa amarah dan semangat pembelaan, Sa’ad bangkit langsung mengambil tombaknya dan dengan bergegas pergi ke tempat As’ad dan Mush’ab yang ketika itu sedang berkumpul bersama Kaum Muslimin lainnya …. Sewaktu ia sampai ke dekat majlis, ia tidak menemukan keributan ataupun kegaduhan, yang ada malah sakinah atau ketenangan yang meliputi seluruh jama’ah, sedang di tengah-tengah mereka berada Mush’ab bin Umeir membacakan ayat-ayat Allah dengan penuh khusyu’, sementara yang lain menyimakkannya dengan penuh perhatian ….
Ketika itu mengertilah Sa’ad akan siasat yang telah diatur Usaid untuk menjebaknya, yaitu agar ia datang ke majlis ini dan dapat mendengarkan sendiri pembicaraan Mush’ab bin Umeir sebagai utusan Islam. Dan tidak salah firasat Usaid mengenai shahabatnya! Tak lama setelah Sa’ad mendengarkannya, maka dibukakan Allah lah dadanya untuk menerima Islam, dan secepat kilat iapun telah mengambil kedudukannya di barisan orang-orang beriman yang mula pertama . . . !
Dalam hati serta akal Usaid bersinar cahaya iman yang kuat …. Keimanan memberinya bekal sifat hati-hati, penyantun dan penilaian yang tepat yang menjadikannya sebagai orang kepercayaan ….
Dalam peperangan Bani Musthaliq meledaklah dendam yang terpendam di dada Abdullah bin Ubai tokoh munafiqin, maka katanya kepada orang-orang sekitarnya dari penduduk Madinah: “Kalian telah menempatkan mereka di negeri kalian, dan kamu berbagi harta dengan mereka …. Ketahuilah, demi Allah, seandainya kalian tak memberikan lagi apa yang ada di tangan kalian kepada mereka niscaya mereka akan berpindah ke lain negeri, bukan negeri kalian ini! Ingat demi Allah, kalau nanti kita kembali ke Madinah, niscaya orang-orang mulia akan mengusir orang-orang yang hina dari sana … !”
Seorang shahabat yang mulia Zaid bin Arqam mendengar kalimat-kalimat, bahkan racun kemunafikan yang membakar ini. Karenanya menjadi kewajibannya untuk memberitahukannya kepada Rasulullah saw.
Perasaan Rasul sangat tertusuk kebetulan Usaid menemui kalian, Nabi saw. pun bertanya kepadanya: —
— Belum sampaikah kepadamu apa yang diucapkan oleh shahabatmu?
— Shahabat yang mana ya Rasulallah? Ujar Usaid.
— Abdullah bin Ubai.
— Ucapan apa yang anda dengar?
— Katanya, seandainya ia kembali ke Madinah, maka yang mulia akan mengeluarkan yang hina daripadanya!
— Demi Allah, andalah yang akan mengeluarkannya dari Madinah insya Allah . . . ! Demi Allah dialah yang rendah, dan andalah yang mulia . . . !
Kemudian kata Usaid pula: “Ya Rasulallah, kasihanilah dia, demi Allah, ketika Allah membawa anda kepada kami, kaumnya sedang menyiapkan mahkota untuk ditaruh di atas kepalanya karena ia akan mereka angkat menjadi raja di kota Madinah; ia memandang Islam telah merenggut kerajaan itu dari tangannya . . . !”
Dengan daya pikir yang mendalam, sikap yang tenang dan ucapan yang jelas, Usaid senantiasa berhasil memecahkan persoalan-persoalan dengan analisa-analisanya yang nyata, tepat dan tajam ….