Tokoh Islami "ENAM PULUH SAHABAT UTAMA RASUL - UTBAH BIN GHAZWAN - PART 2"
http://massandry.blogspot.com
Utbah sangat menakuti dunia yang akan merusak Agamanya. Dan dia menakuti hal yang serupa terhadap Kaum Muslimin. Karena itu ia selalu membimbing mereka al as kesederhanaan dan hidup bersahaja. Banyak orang yang mencoba hendak merubah pendiriannya dan membangkitkan dalam jiwanya kesadaran sebagai penguasa, serta hak-haknya sebagai seorang penguasa, terutama di negeri-negeri yang raja-rajanya belum terbiasa dengan zuhud dan hidup sederhana sementara penduduknya menghargai tanda-tanda lahiriah yang berlebihan dan gemerlapan ….
Terhadap hal-hal ini Utbah menjawabnya dengan katanya: — “Aku melindungkan diri kepada Allah dari sanjungan orang terhadap diriku karena kemewahan dunia, tetapi kecil pada sisi Allah . . . !”
Dan tatkala dilihatnya rasa keberatan pada wajah-wajah orang banyak karena sikap kerasnya membawa mereka kepada kewajaran dan hidup sederhana, berkatalah ia kepada mereka: — “Besok lusa akan kalian lihat pimpinan pemerintahan dipedang orang lain menggantikan daku . . . !”
Dan datanglah musim haji, diwakilkannya pemerintahan Basrah kepada salah seorang temannya, dan ia pun pergilah menunaikan ibadah haji. Sewaktu ia telah selesai menunaikan ibadahnya berangkatlah ia ke Madinah. Di sana ia memohon kepada Amirul Mu’minin agar diperkenankan mengundurkan diri dari pemerintahan ….
Tetapi Umar tiada hendak menyia-nyiakan corak kepribadian dari orang-orang zuhud seperti ini yang menjauhkan diri dari barang yang amat didambakan dan menjadi inceran orang-orang lain. Pernah beliau berkata’kepada mereka: — “Apakah kalian hendak menaruh amanat di atas pundakku … ! Kemudian kalian tinggalkan aku memikulnya seorang diri . . . ? Tidak, demi Allah tidak kuidzinkan untuk selama-lamanya . . . !”
Dan demikianlah pula yang diucapkannya kepada Utbah bin Ghazwan ….
Dan karenanya mau tak mau Utbah harus patuh dan taat, maka ia pergi menuju kendaraannya, hendak menungganginya kembali ke Basrah.
Tetapi sebelum naik ke atas kendaraan itu, ia menghadap ke arah kiblat, lalu mengangkat kedua telapak tangannya yang lemah lunglai itu ke langit sambil memohon kepada Tuhannya azza wajalla, agar ia tidak dikembalikan-Nya ke Basrah dan tidak pula kepada pimpinan pemerintahan untuk selama-lamanya ….
Dan du’anya pun diperkenankan Tuhannya …. Selagi ia dalam perjalanan ke wilayah pemerintahannya, maut datang menjemputnya …. Ruhnya naik ke pangkuan Penciptanya, bersukacita dengan pengurbanan dan darma baktinya, kezuhudan dan kesahajaannya. Begitupun karena nikmat yang telah di- sempurnakan-Nya dan oleh karena pahala yang telah disediakan- Nya untuk dirinya ….