Tokoh Islami "SAUDAH RADHIALLAHU 'AN BINTI ZAM'AH BIN QAIS BIN 'ABDI SYAMS BIN' ABDI WADD BIN NASHR BIN MALIK BIN HASL BIN 'AMIR BIN LU'AI BIN GHALIB AL-QURASYIYYAH AL-'AMIRIYYAH (596 – 674 M) - PART 1"
http://massandry.blogspot.com
Status ketika menikah: Janda dari Sakran bin ‘Amr bin Abdi Syams yang turut berhijrah ke Habsyah (Abyssinia, Ethiopia)
Periode menikah: Tahun 631M ketika Saudah berusia 35 tahun.
Anak: tidak ada.
Fakta penting: Tujuan Rasulullah SAW menikahinya adalah untuk menyelamatkannya dari kekafiran akibat menjanda. Keluarga Saudah RA masih kafir dan dipastikan akan mempengaruhi kembali Saudah jika tidak diselamatkan.
Dalam kesendirian dan kehampaan hati terenggutnya kekasih tercinta, dia hadir membawa nuansa bagi manusia yang paling mulia, dengan keceriaan jiwa yang dimilikinya. Kebesaran jiwanya membuat dirinya senantiasa di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dialah Saudah binti Zam'ah .
Periode menikah: Tahun 631M ketika Saudah berusia 35 tahun.
Anak: tidak ada.
Fakta penting: Tujuan Rasulullah SAW menikahinya adalah untuk menyelamatkannya dari kekafiran akibat menjanda. Keluarga Saudah RA masih kafir dan dipastikan akan mempengaruhi kembali Saudah jika tidak diselamatkan.
Dalam kesendirian dan kehampaan hati terenggutnya kekasih tercinta, dia hadir membawa nuansa bagi manusia yang paling mulia, dengan keceriaan jiwa yang dimilikinya. Kebesaran jiwanya membuat dirinya senantiasa di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dialah Saudah binti Zam'ah .
Tersebut satu nama mulia yang tak kan lepas dari kehidupan Rasulullah saw, mengisi kekosongan jiwa beliau setelah wafatnya Khadijah binti Khuwailid. Dia Ummul Mukminin Saudah binti Zam'ah bin Qais bin 'Abdi Syams bin' Abdi Wadd bin Nashr bin Malik bin Hasl bin 'Amir bin Lu'ai bin Ghalib Al-Qurasyiyyah Al-'Amiriyyah yang memiliki kunyah Ummul Aswad. Ibunya adalah Asy Syamus binti Qais bin Zaid bin 'Amr bin Labid bin Khaddasy bin' Amir bin Ghanam bin 'Adi bin An-Najjar.
Bersama suaminya, As-Sakran bin 'Amr Al-'Amiry, Saudah binti Zam'ah menyongsong cahaya keimanan yang dibawa Rasulullah saw. Meskipun dengan itu, ia harus menanggung derita dan siksaan dari orang-orang musyrikin yang akan mengembalikan mereka ke dalam kesesatan dan kesyirikan. Saat siksaan dan himpitan itu bertambah berat, Berhijrahlah Saudah dan suaminya dalam barisan delapan orang sahabat Rasulullah saw. Mereka meninggalkan negerinya, mengarungi dahsyatnya gelombang lautan, rela menempuh penderitaan untuk menyelamatkan agama mereka, hingga sampailah mereka di bumi Habasyah. Namun tak berapa lama muhajirin Habasyah ini balik kembali ke negeri mereka. Sekembalinya mereka dari Habasyah ke Mekkah, As-Sakran bin 'Amr meninggal dunia. Baru saja berakhir ujian yang dirasa karena keterasingan mereka di bumi yang jauh dari tanah kelahiran, Saudah binti Zam'ah harus kehilangan suami tercinta. Kini dia menjanda.
Sementara itu, Rasulullah saw tengah merasakan kesedihan dengan hilangnya wanita yang dicintainya, yang beriman kepada beliau saat manusia mengingkarinya, yang menopang dengan hartanya saat manusia enggan memberinya dan yang darinya beliau mendapatkan buah hati. Kesedihan yang teramat dalam, sampai tak seorang pun dari kalangan sahabat beliau yang berani menyinggung masalah pernikahan di hadapan beliau. Namun seorang shahabiyah, Khaulah binti Hakim As-Sulamiyah, mengetuk pintu hati Rasulullah saw dengan pertanyaannya, "Tidakkah engkau ingin menikah lagi, wahai Rasulullah?"
Dengan nada penuh kesedihan dan kegalauan, Rasulullah balik bertanya, "Apakah lagi seseorang setelah Khadijah?" Khaulah pun menjawab, "Kalau engkau menghendaki, ada seorang gadis. Atau kalau engkau menghendaki, ada pula yang janda." Rasulullah saw bertanya lagi, "Siapa yang gadis?" Jawab Khaulah, "Putri orang yang paling engkau cintai, 'Aisyah putri Abu Bakar As Siddiq." Rasulullah saw terdiam sesaat, kemudian bertanya lagi, "Siapa yang janda?" Khaulah menjawab, "Saudah binti Zam'ah, seorang wanita yang beriman kepadamu dan mengikuti ajaranmu."
Penawaran Khaulah mengantarkan Saudah binti Zam'ah memasuki gerbang rumah tangga Rasulullah saw. Hati beliau tersentuh dengan penderitaan wanita ini. Ia ingin membawa Saudah ke sisinya dan meringankan kekerasan hidup yang dihadapinya. Lebih-lebih di saat itu Saudah memasuki usia senja, tentu lebih layak mendapatkan perlindungan.