Tokoh Islami "ENAM PULUH SAHABAT UTAMA RASUL - KHALID BIN SA’ID BIN ASHI - PART 2"
http://massandry.blogspot.com
Pada waktu Khalid memeluk Islam, belum ada orang yang mendahuluinya masuk itu kecuali empat atau lima orang, hingga dengan demikian ia termasuk dalam lima orang angkatan pertama pemeluk Islam. Dan setelah diketahui yang menjadi pelopor dari Agama ini, salah seorang di antaranya putera Sa’id bin ‘Ash maka bagi Sa’id, peristiwa itu akan menyebabkannya menjadi bulan-bulanan penghinaan dan ejekan bangsa Quraisy, dan akan menggoncangkan kedudukannya sebagai pemimpin.
Oleh karena itu dipanggilnyalah anaknya Khalid, lalu tanyanya: “Benarkah kamu telah mengikuti Muhammad dan membiarkannya mencaci tuhan-tuhan kita . . . ?” Jawab Khalid: “Demi Allah, sungguh ia seorang yang benar dan sesungguhnya aku telah beriman kepadanya dan mengikutinya … “.
Ketika itu bertubi-tubilah pukulan ayahnya menimpa dirinya, yang kemudian mengurungnya dalam kamar gelap di rumahnya, lalu membiarkannya terpenjara menderita lapar dan dahaga . . . sedang Khalid berseru kepadanya dengan suara keras dari balik pintu yang terkunci:
“Demi Allah, sesungguhnya ia benar dan aku beriman kepadanya!”
Jelaslah sekarang bagi Sa’id bahwa siksa yang ditimpakan kepada anaknya itu belum lagi cukup dan memadai. Oleh sebab itu dibawanya anak itu ke tengah panas teriknya kota Mekah, lalu ia menginjak-injaknya di atas batu-batu yang panasnya menyengat, selama tiga hari penuh, tanpa perlindungan dan keteduhan . . . , tanpa setetes air pun yang membasahi bibirnya ….
Akhirnya sang ayah putus asa lalu kembali pulang ke rumahnya. Tapi di sana ia terus berusaha menyadarkan anaknya itu dengan berbagai cara baik dengan membujuk atau mengancamnya, memberi janji kesenangan atau mempertakutinya dengan siksaan . . . tetapi Khalid berpegang teguh kepada kebenaran, katanya kepada ayahnya: “Aku tak hendak meninggalkan Islam karena suatu apapun, aku akan hidup dan mati bersamanya!”
Maka berteriaklah Sa’id: “Kalau begitu, nyahlah engkau pergi dari sini, anak keparat . . . ! Demi Lata kau tak boleh makan di sini .’..!” Jawab Khalid: “Allah adalah sebaik-baik pemberi rizqi . . . ” Kemudian ditinggalkannya rumah yang penuh dengan kemewahan, berupa makanan, pakaian dan kesenangan itu, pergi memasuki kesukaran dan halang-rintangan . . . .
Tetapi apa yang ditakutkan . . . ?
Bukankah ia didampingi oleh imannya . . . ?
Bukankah ia selalu mempertahankan kepemimpinan hati nuraninya . . . ?
Dan dengan tegas telah menentukan nasib dirinya?
Apalah artinya lapar kalau begitu, apalah artinya halangan dan rintangan . . . ?
Dan bila manusia telah menemukan dirinya berada bersama kebenaran luhur seperti kebenaran yang diserukan Muhammad saw. ini, maka masih adakah tersisa di Seantero alam ini sesuatu yang berharga yang belum dimilikinya, padahal semuanya itu, bukankah Allah yang jadi pemilik dan pemberinya . . . ?
Demikianlah Khalid melalui bermacam derita dengan pengurbanan dan mengatasi segala halangan dan keimanan ….
Dan sewaktu Rasulullah saw. memerintahkan para shahabatnya yang telah beriman hijrah yang kedua ke Habsyi, maka Khalid termasuk salah seorang anggota rombongan …. Ia berdiam di sana beberapa lamanya, kemudian kembali bersama kawan-kawannya ke kampung halaman mereka di tahun yang ketujuh. Mereka dapatkan Kaum Muslimin telah menyelesaikan rencana mereka membebaskan Khaibar.
Sekarang Khalid bermukim di Madinah, di tengah-tengah masyarakat Islam yang baru, di mana ia termasuk salah seorang angkatan lima pertama yang menyaksikan kelahiran Islam, dan ikut membina bangunannya. Sejak itu Khalid selalu beserta Nabi dalam barisan pertama pada setiap peperangan atau pertempuran ….
Dan karena kepeloporannya dalam Islam ini serta keteguhan hatinya dan kesetiaannya, jadilah ia tumpuan kesayangan dan penghormatan …. Ia memegang teguh prinsip dan pendiriannya, tak hendak menodai atau menjadikannya sebagai barang dagangan.
Sebelum Rasul wafat, beliau mengangkatnya menjadi gubernur di Yaman. Sewaktu sampai kepadanya berita pengangkatan Abu Bakar menjadi khalifah dan pengukuhannya, ia lalu meninggalkan jabatannya datang ke Madinah.
Ia kenal betul kelebihan Abu Bakar yang tak dapat ditandingi oleh siapa pun …. Tetapi ia berpendirian bahwa di antara Kaum Muslimin yang lebih berhak dengan jabatan Khalifah itu, adalah salah seorang dari keturunan Hasyim, umpamanya Abbas atau Ali bin Abi Thalib.
Pendiriannya ini dipegangnya teguh, hingga ia tidak bai’at kepada Abu Bakar …. Namun Abu Bakar tetap mencintai dan menghargainya, tidak memaksanya untuk mengangkat bai’at dan tidak pula membencinya karena tidak bai’at. Setiap disebut namanya di kalangan Muslimin, khalifah besar itu tetap menghargai dan memujinya, suatu hal yang memang menjadi hak dan miliknya ….